Minggu, 09 Desember 2012

KENANGAN TENTANG EMIL



Aku ingin kau mengingatku hari ini, esok, dan selamanya.

Jejak pensil samar tercetak diantara kertas bergambar. Hurufnya memang seakan menghilang namun kata per kata masih bisa dicerna dengan baik oleh mata. Rara menghela napas, membuang kertas itu begitu saja. Dia muak dengan segala kesedihan beberapa bulan terakhir. Dia juga muak dengan kata-kata puitis yang menggelayut ditiap kertas itu.

"Apanya yang mengingat?"

Airmatanya membuncah. Tetes itu jatuh tak bersuara memenuhi ruang bantal bundar, meresap cepat ke dalam. Meninggalkan jejak basah. Berkas rembulan malam menyusup diantara kisi-kisi jendela. Mencoba mengintip raut wajah Rara. Dia terluka sepanjang bulan ini. Hatinya menolak kenyataan hidup, jiwanya bosan mendengar kata prihatin.

Desakan langkah kaki berhenti di depan pintu kamar. Suara saling berbisik bagaikan ular mengganggu telinga. Rara menarik bantal bundar, memindahkannya ke atas kepala. Sempurna menutup bagian kepalanya.

"Rara?"

Hening. Rara mendengus kesal mendengar suara itu. Tidakkah mereka tahu kalau dia hanya butuh sendiri dan menangis?

"Rara? Kami tahu kamu masih gak bisa terima kepergian Emil tapi bersedih selama ini juga tidak ada gunanya" Suara di depan pintu terdengar prihatin.

"Tahu apa mereka. Apanya yang tidak ada gunanya? Aku butuh sendiri." decak Rara perlahan.

"Rara?"

Rara tidak peduli. Tekanan bantal bundar semakin diperkuat. Airmata kembali membanjiri. Bisakah mereka berhenti memaksanya untuk ikhlas? Dua jiwa yang dipisah secara paksa dan penuh tragedi seperti ini  sangat menyakitkan. Rara tahu mereka sangat peduli terhadapnya tapi yang dibutuhkan Rara sekarang bukanlah nada prihatin tersebut melainkan waktu untuk tenang.

Aku ingin kau mengingatku hari ini, esok, dan selamanya.

Kata-kata itu kembali terlintas. Rara membenci kata-kata itu. Apanya yang harus diingat jika rasa pahit yang ditinggalkan sangat dalam? Apanya yang harus diingat jika jiwa satunya menghilang begitu saja mengkhianati janji? Apanya yang harus diingat jika bercermin, wajah yang muncul adalah raut wajah salah satu jiwanya ketika menghembuskan napas?

Penuh amarah Rara bangkit dari pembaringannya. Menghempaskan selimut dan bantal. Semuanya terbang begitu saja.

PRANG!

Sebuah pigura ikut terhempas bersamaan dengan bantal guling yang terlempar. Dua wajah sama persis tersenyum memegang piala. Rara ingat hari itu, hari dimana Emil menjuarai lomba lari nasional dan hari dimana kebiasaan buruk Emil ketahuan. Nge-drugs. 

Jarum jam berdentang sepuluh kali. Rara membatu.

"Kenapa?" mulutnya bergetar mengucap tanya, "Kenapa kamu mengingkari janji itu? Kenapa kamu menyentuh obat-obat terlarang itu lagi? Kenapa harus aku, orang pertama yang melihat wajah pucatmu menghembuskan napas terakhirmu? Kenapa harus aku yang dipaksa mengingatmu?"

Rara bangkit meraih pigura. Matanya bengkak menumpahkan airmata. Pecahan kaca dia biarkan begitu saja. Dia lebih peduli terhadap foto pada pigura itu. Rara menarik paksa foto tersebut dengan kesal. Fotoitu kusut dan menyisakan sobekan kecil di ujung kiri atas.

Dibalik foto tersebut terdapat sebuah tulisan. Rara tidak pernah mengetahuinya.

Kita lahir bersama meskipun dengan jenis kelamin berbeda dan nama berbeda.
Kita lahir bersama meskipun katamu wajah kita berbeda.
Kita lahir bersama, dari satu rahim wanita terhebat. Ibu

Walaupun kita tidak menghempaskan diri dari dunia ini bersama, kita masih tetap bersama. Ingatanmu. Ingatanku. Kenanganmu. Kenanganku. Jika salah satu diantara kita mengingatnya, bukankah itu sudah cukup?

"KAU BODOH!!! KAU BODOH!!!" Rara berteriak. Hatinya sakit sekali.

"Kau bodoh" suaranya melemah, "tapi aku lebih bodoh karena hanya mengingat kenangan buruk kita"

*



Selama satu jiwa masih mengingat kenangan indah tentang mereka yang telah pergi berarti mereka masih akan hidup indah bersama kita. Dekat bersama segala kenangan yang pernah ada. Setidaknya itu lebih indah dibanding hilang bersama segala kenangan, terlupakan.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

1 komentar:

what do u think, say it !