Senin, 13 April 2015

ASTRAL : PHOSPORA


Apa kau yakin hanya kita yang tinggal di dunia ini?
Apa kau percaya dengan lapisan partikel dunia lain?

A1 : DUNIA PHOSPORA

Aku akan bercerita padamu tentang sebuah perjalanan yang mungkin belum pernah kau dengar. Kisah ini dimulai dari sebuah tempat bernama Phospora, dunia teratas tempat banyak makhluk bermukim. Kali ini kita akan pergi ke sebuah pelosok yang jauh dari jangkauan manusia pada umumnya, yaitu kota Sical. Di kota tersebut terdapat seorang anak spesial bernama Lila. Apa yang spesial dari dirinya? Ia tidak bisa berbicara, hanya berekspresi. Ketika semua anak di kota sibuk dengan bermain game online dan mulai menyombongkan mainan mahal mereka, Lila memilih berlari ke hutan. Ia telaten mengumpulkan biji-bijian dan ranting pohon. Di dinding rumahnya berjejer rapi botol berisi biji pohon kastanye, bodhi, dan jarak. Sedangkan di langit-langit rumahnya bergantung silih berganti biji pohon mahoni, pinus,dan ek. Ia sangat spesial.

Lila tidak bersekolah seperti anak-anak pada umumnya. Sang nenek yang tinggal bersamanya yang mengajarkannya banyak hal. Mulai dari berhitung hingga membaca. Oleh karena itu meskipun tidak bersekolah, Lila tetap tumbuh menjadi anak yang pintar. Lila bisa membaca dengan baik serta memahami apa pun dengan cepat. Ia bahkan bisa membaca pertanda sekitarnya. Ia dengan mudah mengetahui kapan hujan akan turun atau hewan buas apa yang akan menyerang kebun kecil mereka. Ia memang spesial.

Suatu malam yang cerah, bulan purnama sempurna membingkai langit. Lila duduk di beranda rumah. Ia menatap langit dan kebun sayur yang membentang luas di seberang. Malam ini seperti ada sesuatu yang beda, namun ia tidak tahu apa itu.

“Kau belum tidur?” Nenek ikut duduk di samping Lila.

Lila menggeleng. Telunjuknya terarah pada bulan dan kebun.

“Pemandangan yang indah bukan?”

Lila mengangguk. Sunyi setelah itu, Lila dan sang nenek menikmati suasana tersebut dengan cara masing-masing.

Tiba-tiba penglihatan Lila berubah. Ia seakan melihat berbondong-bondong orang berjalan menuju hutan. Mereka membawa umbul-umbul berwarna warni. Lila mengedipkan mata serta menggeleng kepalanya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia menoleh pada sang nenek yang tampaknya tidak merasa curiga atau bahkan tidak melihat apa yang dilihatnya.

“Kau kenapa?” Akhirnya nenek bertanya.

Lila hanya menggeleng. Ia tidak mau membuat sang nenek curiga atau khawatir dengan apa yang dilihatnya. Mungkin saja pemandangan tadi hanya ilusinya yang muncul karena beberapa hari ini ia susah tertidur.

Di malam berikutnya hal tersebut terjadi lagi. Tidak hanya itu, Lila pun melihat seorang anak kecil diantara pembawa umbul-umbul yang melambaikan tangan padanya seakan mengajaknya untuk ikut serta. Lia menggeleng, ia merasa was-was.

Pagi berikutnya Lila ikut serta dengan sang nenek ke hutan. Mereka akan mengumpulkan jamur untuk dijual ke pasar. Selain itu Lila juga ingin menambahkan koleksi biji-bijian yang ia miliki. Setelah hampir setengah jam mengumpulkan jamur dan beristirahat, Lila memutuskan untuk mengambil kumpulan biji kastanye yang ia lihat di pinggiran hutan.

Banyak sekali biji kastanye yang berserakan di bawah pohon. Lila mengumpulkannya dengan hati-hati. Membungkus biji-biji tersebut ke dalam plastik bening.

KRASH

Sebuah suara daun bergesek terdengar. Lila menyebar pandangannya ke sekeliling. Ada seorang anak kecil dengan tudung gelap yang bersembunyi di balik pohon. Lila tersenyum lalu memanggil anak tersebut. Anak dengan tudung gelap perlahan keluar dari persembunyiannya. Tepat disaat itu, Lila merasakan tubuhnya menjadi sangat lemah. Kesadarannya seakan akan segera menghilang. Dan benar saja, seiring dengan langkah sang anak yang kian dekat, kesadaran Lila pun menghilang hingga akhirnya ia pingsan.

“Kakak”
“Kakak”

Ada suara nyaring yang memanggil-manggil. Lila membuka matanya. Anak yang ia lihat dibalik pohon duduk tepat di hadapannya.

“Kamu siapa?”

Anak itu hanya tersenyum.

“Aku . .” Seketika Lila melotot dan menutup mulutnya. Ia bisa berbicara.

“Kakak tidak usah kaget. Aku Vrana. Selamat datang di Vragel.”

Vrana membentangkan tangannya. Hutan yang sama sekali berbeda terbentang di sana. Pohon-pohon yang seperti gulali dan permen cokelat menghiasi hutan aneh tersebut. Lila tertegun, ia menepuk pipinya sendiri berharap hal ini hanyalah mimpi dan ia akan segera bangun. Namun, ini bukanlah mimpi.

Di sisi lain, tepatnya di dunia Phospora, nenek terlihat pucat. Ia menatap cucu semata wayangnya dengan perasaan khawatir. Ia tahu hari seperti ini akan tiba tetapi ia tidak menyangka akan secepat ini.

“Cepat selesaikan tugasmu dan kembalilah cucuku.”

Lila dan Vrana


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Jumat, 10 April 2015

RAHASIA DI DALAM BOTOL


Minggu malam dengan rintik hujan yang malu-malu aku menepikan sepeda motor tua ini di sebuah rumah. Tetesan air dari genteng kelabu membasahi garasi dengan sempurna. Aku rasa tidak ada salahnya jika menghempaskan jas hujan di lantai garasi, toh sudah basah juga. Pintu berdecit membuat ngilu pendengaran, seseorang dengan tongkat jati keluar dari dalam rumah.

“Kan sudah Oma bilang kamu di rumah saja.” Suara renta yang khas, jujur aku merindukannya.

“Tidak apa-apa Oma. Kan Nila sudah janji sama Oma mau nginap di sini semalam.” Aku merapikan anak rambut yang mencuat.

Oma menepuk kepalaku. Kerutan diwajahnya ketika tersenyum tampak cerah sekali. Ia memberikan handuk kecil untuknya, menyuguhkan teh hangat, dan menata kue-kue yang baru ia buat. Cekatan sekali untuk seorang wanita yang berumur hampir satu abad.

“Coba cicipi resep baru buatan Oma.”

Kue-kue kecil itu terlihat menggiurkan. Ada beberapa warna yang berpadu di atas piring. Aku mencoba mencicipi kue berwarna hijau. Tercium wangi pandan yang lembut.

“Ah ini rasa pandan.” Batinku.

Oma mengangguk seakan bisa membaca pikiranku. Aku melanjutkan gigitan berikutnya dengan jenis kue yang berbeda. Tepat saat itu, mataku tertuju pada sebuah botol bening di sudut ruangan. Seakan ada yang memanggilku dari botol tersebut. Mulutku tidak berhenti mengunyah tetap mataku seakan tidak bisa berhenti untuk menatap botol.

“Nila?” Oma melambaikan tangannya di hadapan wajahku. Pandangannya mencoba mengikuti ke arah apa yang sedang ku lihat.

“Itu botol turun temurun dari keluarga Oma.”

Aku baru berbalik menatap Oma.

“Ketika Oma sudah meninggal nanti, botol itu akan diserahkan kepada mamamu.” Oma membicarakan kematian dengan santainya.

“Isi botol itu apa Oma? Sepertinya penting sekali hingga harus dijaga turun temurun.” Aku mengunyah kue yang lain.

“Botol itu . .” jeda sebentar, Oma menatap keluar jendela,”milik seseorang yang penting dikeluarga ini. Harusnya Oma menceritakan hal ini sejak lama.”

Aku sempurna berhenti mengunyah. Kami duduk berhimpitan. Tangan lembut Oma menepuk-nepuk pergelangan kecilku.

“Sebenarnya Oma juga tidak mengerti apa yang ada di dalam botol itu. Hanya saja, entah mengapa Oma merasa harus menjaganya. Yang Oma tahu hanya cerita kecil ini.” Oma menyodorkan album usang.

Lembar demi lembar dibuka, aku melihat beberapa wajah yang ku kenal. Ada siluet Mama, Om Wiryo, dan Opa di sana. Selebihnya adalah wajah-wajah asing yang belum pernah ku temui. Tangan Oma berhenti membuka album.

“Perjalanan menjaga botol diawali oleh para buyut. Bermula ketika dua sahabat lama berjanji untuk menyimpan rahasia terbesar mereka di dalam sebuah botol. Terdengar seperti dicerita dongeng bukan?”

Aku tertawa.

“Entah siapa yang memulai,  pada akhirnya persahabatan itu hancur karena memperebutkan cinta seseorang.  Dua sahabat itu berpisah sekian tahun, mengikuti ego masing-masing.  Setelah berpuluh tahun terlewati, dua sahabat itu baru menyadari kebodohan masa muda mereka. Mereka berjanji bertemu di tempat perkelahian terakhir. Namun sayang, salah satu dari mereka harus pergi meninggalkan dunia ini terlebih dahulu. Sahabat yang lain akhirnya memutuskan untuk menjaga botol itu hingga sekarang.”

“Botol tanpa isi? Bukannya tadi . . .”

Oma tersenyum.

“Mungkin rahasia sudah seharusnya tidak terlihat.”

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Nanti ada saatnya kamu mengerti.”


Aku hanya mengangkat bahu. Aku memang tidak mengerti apa yang dikatakan Oma, yang aku tahu adalah aku siap menjaga rahasia apapun yang ada dibotol itu.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..