Minggu, 25 Maret 2012

24312


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 21 Maret 2012

20312


Apa yang terjadi jika semua ini masih sama tetapi terjadi di waktu yang berbeda, sebut saja terjadi pada masa dimana semua kecanggihan telekomunikasi seperti saat ini tidak ada?

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Sabtu, 17 Maret 2012

CRUEL FAIRYTALE

when you found that life isn't easy as a fairytale


“Dan mereka pun hidup bahagia selamanya”

Kata – kata itu terus terngiang ditelinga Alicia kecil. Alicia yang masih polos dan tidak mengerti kerasnya hidup pun tersenyum dan menggumam pada dirinya sendiri, bahwa suatu hari nanti dia pun akan mengalami hal yang sama.

Cinderella, cerita yang sangat disukai oleh Alicia. Seorang gadis yang hidup dengan Ibu dan kakak tiri yang jahat. Alicia merasa senasib dengan gadis itu. Ibunya meninggal sejak lama sementara Ayahnya menikah lagi dengan seorang janda beranak dua. Tahun berganti tahun, Alicia kecil tumbuh menjadi gadis remaja yang manis. Perangai buruk Ibu tiri dan ke dua kakaknya pun mulai terlihat. Semua terjadi persis seperti di dalam cerita Cinderella. Dan menjadi semakin buruk ketika Ayah Alicia menghembuskan napas terakhirnya.

Alicia yang polos menjalani hidupnya dengan keras dengan membawa segenggam mimpi kecilnya. Kisah Cinderella akan terjadi dikehidupannya. Seorang pangeran akan datang menyelamatkannya. Namun pada akhirnya Alicia tersadar bahwa hidupnya tidak semudah cerita dongeng.

*
5 tahun kemudian . . .

“Licy, selamat ya bukumu jadi bestseller. Luar biasa sekali” Kinta memeluk Alicia dengan hangat.

“Terimakasih” jawab Alicia datar.

“Bukumu ini keren tapi agak serem ya. Tiap baca bukumu aku merasa semuanya nyata. Seperti kebalikan dari kisah Cinderella, gadis ini berani sekali menukar nyawa Ibu dan kakak tirinya demi kebebasan hidupnya.”

Alicia tersenyum pahit mendengar kata – kata Kinta. Semua yang dia curahkan ke dalam buku itu memang nyata. Buku itu bercerita tentang seorang gadis polos yang berubah karena lelah dibodohi oleh cerita – cerita manis semasa kecil. Seorang gadis yang akhirnya bisa terlepas dari belenggu ibu tiri dan kakak tirinya.

“Licy??”

“Ah iya, maaf . . .”

Kinta mengapit lengan Alicia dan menariknya keluar dari toko buku. Kinta mengenal Alicia sejak 3 tahun yang lalu. Mereka tidak sengaja bertemu disebuah kantor penerbit. Alicia dengan rambut hitam panjangnya tampak sangat menyeramkan ketika itu. Lambat laun Kinta tahu bahwa Alicia tidak seseram penampilannya. Namun, dia merasa Alicia menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang tampaknya sangat buruk dan rentan untuk diceritakan pada siapapun.

“Berhubung honormu sepertinya akan semakin bertambah, wajar dong ya kalau aku minta ditraktir” Kinta tersenyum jahil pada Alicia.

Alicia hanya mengangguk dan mengikuti langkah Kinta. Mereka kemudian berhenti di depan sebuah restoran pizza. Wajah Kinta mendadak bersemu merah ketika mereka masuk ke dalam restoran tersebut.

“Kamu kenapa?” tanya Alicia datar.

“A-a-aku . . .”

“ini pesanan Anda, silahkan dinikmati” seorang pelayan pria muncul dan menghidangkan pesanan mereka.

Alicia membulatkan matanya ketika melihat pria itu. Pria itu pun tampak terkejut ketika melihat Alicia.

“Licy???” kata pria itu tidak yakin.

“Rifan”

“K-k-kalian saling kenal?” Kinta tampak kebingungan melihat tingkah dua orang tersebut.

“Dulu” jawab Alicia datar dan pria bernama Rifan itupun pergi meninggalkan meja mereka.

“Dia teman lamaku. Jangan kuatir, aku tidak suka padanya. Kamu bisa tenang sekarang”

Kinta tersedak mendengar pernyataan Alicia yang jelas – jelas menohok hatinya. Kinta memang menyukai pria itu sejak dulu. Dia selalu mengunjungi restoran ini hanya untuk mendekati pria itu. Tapi, bagaimana Alicia bisa tahu?

“Aku tahu karena semua tergambar jelas disenyummu dan ekspresimu. Ketika seorang gadis jatuh cinta, senyum mereka akan terlihat berbeda”

Sekali lagi Kinta tersedak oleh pernyataan yang diberikan Alicia. Alicia selalu bisa menebak isi hatinya.

“Aku memang suka sama Rifan. Dia seperti pangeran di dalam cerita – cerita negeri dongeng. Entah kapan aku bisa jadi seorang putri untuk dia” akhirnya Kinta berani jujur pada Alicia.

“Cerita indah seperti itu hanya ada di dalam dongeng” batin Alicia.
*

Dua minggu kemudian . . .

Alicia menatap Kinta dan Rifan yang bergandengan tangan di taman kota. Dia tidak suka melihat senyuman yang mereka tunjukan. Dan dia pun benci melihat semua yang diinginkan Kinta terwujud dengan mudah selayaknya cerita di negeri dongeng.

“Licy . . . . !!!” Kinta melambaikan tangannya pada Alicia.

Alicia mencoba tersenyum pada mereka. Dia bisa melihat tatapan wajah Rifan yang mulai berubah. Rifan, sosok pangeran berkuda yang dulu masuk ke dalam hidupnya. Rifan yang membuka mata Alicia dan menyadarkannya bahwa cerita di dalam negeri dongeng hanyalah tipuan semata. Rifan yang membuat Alicia lebih berani menghadapi Ibu dan kakak tirinya.

“Aku bahagia” Kinta menghempaskan tubuhnya di samping Alicia.

Kinta menatap siluet Rifan yang menghilang diantara pepohonan. Wajahnya terus memancarkan senyuman yang hangat dan indah.

“Makasih ya Licy. Kamu memang sahabat terbaikku. Happy ending story memang ada. Kalau saja kamu gak kenal sama Rifan, mungkin saat ini aku gak bisa tersenyum lega kayak gini”

“Oke”

“Tapi, apa kamu yakin kalau dulu kamu dan Rifan gak ada hubungan apa – apa?”

“Yakin” jawab Alicia tanpa ekspresi.

Kinta hanya terdiam melihat reaksi Alicia. Dia teringat kembali awal mula dia bisa dekat dengan Rifan hingga sekarang. Rifan selalu bertanya tentang Alicia dan bagaimana keluarga Alicia sekarang. Seperti ada sesuatu yang ingin Rifan pastikan. Awalnya Kinta merasa heran namun Rifan selalu berkelit bahwa dia hanya ingin tahu keadaan teman lamanya. Rifan mengaku tidak bisa menanyakan langsung pada Alicia karena takut Alicia akan merasa tersinggung. Kinta pun mengerti alasan Rifan itu. Alicia memang selalu tertutup jika Kinta mulai menanyakan hal – hal seperti itu padanya. Tiga tahun berteman, Alicia tidak pernah membahas tentang keluarganya bahkan masa lalunya.

“Malam ini, Rifan ngajakin aku candle light dinner  di apartemennya. Romantis kan?” kata Kinta memecah keheningan.

“Ya”

*

Malam terlihat sendu tanpa bintang. Angin malam mengalun manja disela – sela jejeran lilin yang tertata rapi di atas sebuah meja bundar. Kinta tersenyum haru melihat keindahan itu. Dia tidak menyangka Rifan bisa seromantis ini.

Sit down please, my princess” kata Rifan sambil menarik kursi.

Kinta pun duduk di kursi tersebut. Malam itu Rifan melayaninya selayaknya seorang putri. Kinta merasakan bahagia yang luar biasa.

“Kamu suka sama semua ini?” tanya Rifan setelah mereka menghabiskan makan malam yang terhidang.

“Sangat suka” jawab Kinta sambil tersenyum.

“Jawabanmu datar sekali, seperti Alicia saja”

“Alicia lagi” batin Kinta.

are you jealous?” tanya Rifan sambil tersenyum melihat perubahan air muka Kinta.

Kinta memang cemburu dan dia tidak bisa menahan rasa itu lebih jauh lagi. Selama ini dia selalu berusaha keras berpikir positif mengenai Rifan dan Alicia. Namun, entah mengapa malam ini terasa berbeda termasuk mata Rifan ketika menyebut nama Alicia.

Splash . . .

Bau amis darah mengalir di udara. Kinta merasakan kehangatan berbau amis itu mengalir diwajahnya. Matanya terbelalak ketika melihat Rifan menusuk tangannya sendiri dengan pisau yang ada di meja.

“RIFAN !!!”

“Aku bisa merelakan tangan kananku untukmu. Tolong jangan cemburu pada Alicia.”

“I-i-iya, diam disitu !!!”

Kinta semakin panik melihat darah yang terus mengucur dari tangan Rifan. Kinta mencari kotak P3K dan berharap bisa menghentikan darah yang terus mengalir dari tangan Rifan.

“Kinta”

“GYAAAAAA!!”

Kinta terkejut ketika Rifan mendadak memeluknya dari belakang. Seketika itu juga gaun Kinta yang berwarna putih berubah menjadi merah.

“R-r-rifan, sebaiknya kamu duduk dulu di sofa”

“Aku bisa mengorbankan tangan kananku. Bagaimana denganmu?” Rifan mengangkat pisau yang dipegangnya.

“R-r-rifan jangan macam – macam”

“Aku tidak macam – macam. Kau terlihat cemburu pada Alicia dan aku buktikan padamu kalau aku rela mengorbankan tanganku untukmu. Tangan ini pernah menyentuh Alicia.” Rifan mengangkat tangannya yang berlumuran darah, lalu melanjutkan “Bagaimana denganmu? Bagian mana dari tubuhmu yang pernah disentuh pria lain?”

Rifan mengencangkan pelukannya pada Kinta. Kinta menangis karena takut. Dia tidak menyangka Rifan seperti ini. Rifan ternyata bukan seorang pangeran melainkan pria aneh yang sangat menyeramkan.

“Licy . . tolong aku” batin Kinta.

BRAKKKKKKKKK . . . !!

Alicia muncul dari balik pintu. Sepertinya sejak tadi Alicia memang mengikuti Kinta atau bahkan menguntit kegiatan yang dilakukan oleh Kinta dan Rifan.

“Licyyyyyyyyyyyy !!!”

Mata Alicia dengan cepat mencari benda yang dapat digunakan untuk melawan Rifan. Rifan tetap memeluk  Kinta dengan kencang. Seulas senyum aneh merekah diwajahnya.

“Akhirnya datang juga kau”

“Ya”

Alicia tersenyum sambil memegang dua buah pisau daging.

“Licy . . jangan nekat”

Rifan mengarahkan pisau yang dipegangnya ke mulut Kinta seraya berkata “ssssttt, sebaiknya kamu diam saja disini”

Alicia hanya berdiri diam menatap Rifan. Kinta tidak tahu apa yang sekarang ada dipikiran temannya itu. Alicia sama sekali tidak berkata akan menolongnya atau berteriak pada Rifan untuk melepaskannya.

“Licy, apa yang akan kamu lakukan?” batin Kinta.

“Baiklah” Rifan mendadak melepaskan pelukannya pada Kinta.

“Ini saatnya” batin Kinta ketika pelukan itu semakin longgar.

“Eitssssss”

Rifan dengan cekatan menarik tangan Kinta dan membuat Kinta berdiri disebelahnya.

“Bukan berarti kamu bisa pergi begitu saja”

“Tuhan, kenapa bisa begini?” Kinta berteriak di dalam hatinya, dia semakin takut.

Splash . . .

Sekali lagi darah segar mengalir dari tangan Rifan. Sebuah luka gores mencuat dari lengan kirinya.

Alicia menatap pisau yang tadi dilemparnya dengan kesal lalu berkata “meleset”

“Apa – apaan ini?” Kinta kaget menatap Alicia yang mendadak melemparkan pisau daging dengan santainya kearah dia dan Rifan. Kinta tahu Alicia ingin membantunya tapi dia tidak ingin melihat Alicia menjadi pembunuh. Namun ketika dia menatap tawa Rifan yang berubah menjadi semakin bengis, Kinta berharap pria disebelahnya ini segera meregang nyawa.

“Kau ingin dia mati?” Alicia mendadak bertanya seperti itu pada Kinta.

“A-a-aku . . .”

“Iya, tatapannya berkata seperti itu” Rifan memotong perkataan Kinta.

Kinta melihat wajah Rifan yang semakin bengis. Dia tidak menyangka bisa melihat wajah seperti itu dari orang yang sangat dia sukai.

“Orang ini seharusnya lenyap !!!!” teriak Kinta.

“HAHAHAHAHAHAH”

Splasssssh . . .

“Ups, salah sasaran” kata Rifan sambil menatap kepala Kinta yang telah terpisah dengan badannya. Semua terjadi begitu cepat.

“Dia adalah sasarannya. Gadis pemimpi yang bodoh. Aku tidak suka dipanggil Licy dan Rifan adalah pangeranku. Dan aku cukup lelah melihatmu selalu bermesraannya dengannya.”

Alicia tersenyum lalu memeluk Rifan. Rifan membuang pisau ditangannya dan menerima pelukan Alicia dengan hangat.

“Lima tahun sejak kau menghilang, rasanya hampa” kata Alicia sekali lagi.

“Ingat, aku membantumu mencari mangsa yang tepat. Takdir mempertemukan kita disini” balas Rifan.

“Dan gadis pemimpi ini memang mangsa yang tepat. Pancinganmu hebat sekali”

Another cruel fairytale” bisik Rifan ditelinga Alicia.

“Setelah Ibu dan ke dua kakak tiriku, dia adalah bahan ceritaku berikutnya. Thanks, my prince

Malam semakin larut selayaknya cinta pasangan yang sedang dimabuk asmara. Bau amis darah dan terhempasnya sebuah nyawa bukanlah halangan bagi mereka untuk memadu kasih.

*

“Dia tampan sekali Al, seperti seorang pangeran”

“Kau ingin menjadi putrinya?”

“Iya, kau kenal pria bernama Rifan itu kan?”

“Bisa dikatakan dia adalah teman lamaku”

Great, bantuin aku deketin dia dong. Sikapnya manis sekali, sama seperti senyumnya. Tipikal bos dan calon suami yang baik. Dia seperti pangeran. Kalau aku bisa jadi putri dihatinya, semuanya pasti indah ya”

“Percayalah, cerita seperti itu hanya ada di dalam dongeng”


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 14 Maret 2012

DO YOU LOVE ME? JUST SAY IT

   

Murid SMA Keitoku sedang sibuk mempersiapkan acara pementasan untuk musim panas nanti. Seorang gadis  tampak tersenyum sambil menggerak – gerakkan gaun yang dipakainya. Tak jauh dari gadis tersebut, terlihat dua pasang mata yang mengamatinya dengan senyuman.

*

Sentarou Agata

Aku tidak pernah menyangka akan menyukai gadis seperti dia. Gadis ceria yang selalu menebar senyum, aneh, dan sedikit centil. Dulu aku selalu berkata bahkan berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyukai gadis seperti itu. Aku pun menetapkan sebuah tipe cewek yang boleh aku sukai. Tipeku adalah gadis dewasa yang berpenampilan rapi dan berkelakuan selayaknya wanita. Tapi lihatlah yang terjadi padaku sekarang ini, jatuh cinta pada seorang gadis yang 180 derajat berbeda dengan tipeku. Aku tidak mengakuinya tetapi aku bisa merasakannya di dalam hatiku, biarlah seperti ini.

“Hey sentarou-kun”

“Ohaiyou gozaimasu sentarou-kun”

“Sentarou – kun, kau aneh”

Akhir – akhir ini suaranya selalu terngiang ditelingaku. Apapun yang aku lakukan, suaranya selalu melesat indah diantara ke dua daun telingaku.

“Hey Agata, bagaimana? Apa kau setuju?” suara Toru membuyarkan lamunanku.

“Eh apa tadi? Setuju apa?”

“Ckckck, Sentarou-kun, kamu tidak dengar apa yang kita bicarakan?” kata Himawari, lalu melangkah maju dan menatap wajahku dengan ke dua matanya yang berwarna coklat tua.

“Ba-ka” kata Himawari sekali lagi seraya menepuk kepalaku dengan tangannya yang kecil.

Jantungku berdegup sangat kencang saat dia melakukan hal itu. Aku berharap waktu berhenti saat itu juga agar aku bisa merasakan kehangatan ini lebih lama lagi.

“Wajahmu memerah” kata Minami yang duduk disebelahku.

“Marah atau malu? Kalau malu berarti gosip yang selama ini benar. Sentarou – kun suka padaku, hahahahaha”goda Himawari.

Semua yang ada di kelas pun tertawa mendengar perkataan Himawari dan mulai ikut menggangguku. Himawari terus menatapku sambil tersenyum. Bisa kurasakan, wajahku semakin memanas. Aku malu karena aku menyukainya dan jantungku berdegup semakin kencang. Aku tidak dapat menahannya. Aku pun berdiri dan segera berlari keluar kelas.

“Himawari aku menyukaimu” kataku lirih sambil terus berlari.

Aku mendengar suara Himawari yang mencoba memanggilku dan mengucapkan sesuatu yang terdengar seperti sebuah permintaan maaf. Hatiku meronta dan memintaku untuk berhenti dan berkata yang sebenarnya. Mengucapkan semua yang selama ini ku simpan, tetapi egoku yang kuat menguasai semuanya. Langkahku semakin cepat, maju dan terus maju meninggalkan Himawari yang masih saja meneriakkan sesuatu. Ego memang telah menguasaiku. Aku tidak ingin dicap sebagai pria yang tidak bisa memegang kata – kata sendiri. Apa kata sahabat ku nanti jika mereka tahu bahwa aku menyukai Himawari ? Gadis yang selama ini aku jelek – jelekkan. Percakapan aneh pun terngiang kembali di telingaku.

“Himawari itu gadis yang unik ya?” kata Toru.

“Iya dia memang unik. Banyak yang suka juga sama dia” timpal Fujiko

“Tapi aku tidak menyukai gadis seperti itu. Terlalu centil, ketawa dan tersenyum setiap hari seperti gadis yang tidak bermartabat.” kataku  sambil melihat Himawari.

“Kamu belum mengenalnya, Agata - kun. Jangan sampai kamu yang akan jatuh cinta padanya” kata Toru dan ikut menatap Himawari.

Aku membasuh wajahku dengan air di wastafel toilet dan berharap jantungku akan berhenti bergejolak.

“Aku tidak menyukaimu Himawari !!!”teriakku.

Aku mencoba menepis apa yang aku rasa, melawannya dengan akal sehatku karena sejak awal aku memang tidak menyukainya.

Ya, aku tidak menyukainya sejak pertama kali pindah ke sekolah ini. Aku tidak menyukai cara dia tertawa dan berbicara. Aku tidak menyukai apapun yang dia lakukan. Dan bagiku apapun yang dia lakukan akan selalu salah. Tetapi, entah mengapa dia tidak pernah memarahi atau membenciku, setidaknya itulah yang dia perlihatkan selama ini. Dia tetap tersenyum ramah padaku, menggangguku, bahkan membantuku.

Dan pada akhirnya, hatiku mulai berkata bahwa aku menyukainya. Bukan karena sikapnya yang tetap baik padaku meskipun aku selalu menjelek - jelekkannya. Tetapi, karena tangisannya di kandang kelinci sekolah.

Itulah saat pertama aku melihatnya menangis. Ke dua tangannya yang mungil memeluk anak kelinci yang terlihat kaku. Tanpa ku sadari, aku pun ikut menangis dan berlari meninggalkan Himawari. Ya, semenjak kejadian itu, aku mulai memikirkannya. Aku mulai memikirkan kebencianku yang bodoh padanya. Hanya karena sikapnya yang ceria dan lepas, aku jadi membencinya. Semakin lama aku memikirkan hal itu, aku semakin tersadar bahwa mungkin sejak awal aku telah menyukainya.

“Tidak bisa, tidak bisa, aku tidak bisa melawan hatiku. Sebenarnya aku menyukaimu, Himawari” lirihku sambil terduduk di lantai toilet.

*

Toru Arase

Himawari terlihat manis, as usual. Aku tidak bisa berhenti menatapnya yang sibuk membaca naskah untuk pementasan musim panas nanti. Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya di sebuah perpustakaan kecil. Yeah, its love at the first the sight. Dan sepertinya takdir memang berpihak pada cinta pandangan pertamaku itu. Aku bertemu dengan Himawari sekali lagi dan diberi kesempatan untuk duduk disebelahnya, hingga saat ini.

“Toru – kun, sepertinya aku tidak pantas untuk peran ini, Juliet” kata Himawari tiba – tiba.

Aku yang terus memandang Himawari sejak tadi merasa kaget dan gugup. Himawari menatapku heran karena tingkahku itu.

“E-eh tadi kamu bilang apa?” tanyaku dengan sewajar mungkin.

“Aku tidak pantas untuk peran ini” desah Himawari sambil menatap lesu naskah yang dipegangnya.

“Kamu masih saja memikirkan perkataan Agata. Biarkan saja dia Hima – chan. Yang pantas untuk memerankan Juliet hanya kamu”

“Tapi...........”

Daijoubu Hima chan” kata Minami seraya memeluk Himawari.

Ne~ daijoubu desu” kata Shibata yang ingin ikut memeluk Himawari.

Himawari menghindar dan memukul Shibata dengan naskah yang dipegangnya, mereka pun tertawa.

Aku menarik nafas lega. “Dia tersenyum lagi” batinku.

Untuk pementasan musim panas nanti, kelas kami mendapatkan kesempatan untuk mementaskan sebuah drama musikal yaitu Romeo dan Juliet. Berdasarkan voting aneh yang dilakuan oleh Shibata, cowok berkacamata tebal yang tidak lain adalah ketua kelas kami, Himawari terpilih sebagai Juliet dan Sentarou sebagai Romeo.

Aku sedikit kecewa dengan hasil voting tersebut karena aku sangat berharap yang akan memerankan karakter Romeo adalah aku. Tetapi setelah voting itu dilakukan, Sentarou lah yang terpilih sebagai Romeo. Aku tahu sejak pertama masuk ke sekolah ini sebagai murid pindahan dari Paris, Sentarou terlihat sangat membenci Himawari. Tapi entah mengapa, aku merasa sikap Sentarou pada Himawari kini mulai berubah.

“Agata – kun, kamu ... kamu sudah tidak benci Himawari lagi kan ? Jangan bilang kamu mulai menyukainya?” tanyaku pada Sentarou suatu hari, usai bermain sepak bola.

Sentarou hanya menatapku sejenak dan pergi tanpa berbicara atau pun memberikan sebuah isyarat. Sejak saat itu, aku mulai merasa yakin bahwa Sentarou menyukai Himawari. Aku merasa cemburu dan tidak ingin melihat Sentarou dan Himawari menjadi dekat. Aku pun mulai menyebarkan berita di kelas bahwa Sentarou menyukai Himawari dan menelan kembali perkataan yang secara sesumbar pernah dia katakan. Aku percaya dengan adanya berita seperti ini, Sentarou tidak akan berani mendekati bahkan mengungkapkan perasaannya pada Himawari.

Ya, kelakuanku sangat kotor tetapi aku menyayangi Himawari dan tidak ingin dia pergi dariku. Aku egois, padahal belum tentu lelaki yang disukai Himawari adalah Sentarou atau bahkan aku. Dan belum tentu juga firasatku mengenai perasaan Sentarou terhadap Himawari adalah benar. Meskipun begitu, aku merasa inilah yang terbaik. Hingga .............

“Himawari...........”teriakku saat melihat Himawari berlari di depan kelas.

Aku pun mengejarnya dan melihatnya menangis di dekat kandang kelinci. Himawari menatapku dengan sangat sedih.

*

Minami Takagi

Aku cemburu. Aku cemburu padanya yang selalu dibenci Sentarou karena secara tidak langsung Sentarou selalu memikirkannya. Ya, memikirkan cara untuk membuat gadis itu susah, Himawari sahabat ku.

Aku cemburu melihat Sentarou selalu menatap Himawari, meskipun dengan tatapan benci. Tapi, aku tahu dengan pasti bahwa benci dan cinta memiliki perbedaan yang sangat tipis dan aku takut rasa itu akan berputar. Dari benci menjadi suka.

“Selamat ya Hima – chan, kamu jadi Juliet” kataku seraya memeluk Himawari yang tertegun melihat hasil voting.

“A-aku tidak mau jadi Juliet” kata Himawari pelan seraya menatap Sentarou.

Aku menatapnya dengan tatapan heran, sementara hatiku pun bersorak. Aku berharap Himawari akan segera menolak memerankan Juliet supaya aku bisa menggantikannya.

“Kamu memang tidak pantas menjadi Juliet” kata Sentarou tanpa diduga.

“Agata – kun !!” teriak Toru.

Aku hanya menatap Sentarou sementara mereka sibuk berdebat. Aku tahu apa yang dilontarkan Sentarou barusan adalah sebuah kebohongan belaka. Tatapan matanya berbeda. Ya aku tahu, anggap saja ini firasat seorang wanita.

Tok Tok ....

Shibata mengetuk meja dengan keras, membuat semua murid di kelas terdiam.

“Bagaimana pun juga bersikaplah profesional. Jangan kayak anak kecil” kata Shibata kemudian.

“T-tapi kalau mereka tidak cocok ...”

“Cocok !! Pasti cocok. Buang semua ego untuk saat ini saja” Mimi memotong kata – kataku dengan cepat.

Dan pada akhirnya, pemeran karakter Romeo dan Juliet tidak diganti. Aku hanya bisa pasrah mengikuti latihan dengan menahan rasa cemburu di dada.

Hari ini, untuk pertama kalinya aku melihat wajah Sentarou yang memerah karena digoda Himawari. Marahkah? Yang jelas hal itu membuat Sentarou tak bisa berkata – kata hingga berlari keluar kelas. Himawari  pun mencoba mengejarnya dan meneriakkan kata maaf. Meskipun begitu, Sentarou tidak menjawab apa – apa dan terus berlari. Aku yang melihat hal tersebut tahu bahwa Sentarou pasti sedang marah besar. Himawari terus mengejar Sentarou, dan kali ini tanpa teriakan.

Aku penasaran dengan apa yang terjadi nanti. Hingga tanpa sadar aku mengikuti mereka secara diam - diam. Tak lama berlari, akhirnya Himawari pun berhenti di depan toilet cowok. Aku bersembunyi di balik dinding dan melihat apa yang akan Himawari lakukan, tapi dia hanya terus berdiri di depan toilet.

“Ada apa dengan Himawari? Apa mungkin dia sadar bahwa tindakannya itu berlebihan? Tapi...”

Saat aku sibuk dengan bermacam asumsi, suara Sentarou menggema.

“Aku tidak menyukaimu Himawari !!!”

Aku tertegun mendengar kata – kata tersebut begitupun dengan Himawari. Ekspresi wajahnya berubah menjadi sedih. Sedetik itu pun Himawari berlari sambil menangis. Aku tidak ingin mengejar Himawari dulu karena aku ingin melihat Sentarou. Aku pun memilih berjalan perlahan ke depan pintu toilet, dan saat itu juga aku mendengar sebuah kalimat dari mulut Sentarou. Kalimat yang membuatku ikut menangis.

“Tidak bisa, tidak bisa, aku tidak bisa melawan hatiku. Sebenarnya aku menyukaimu, 
Himawari”

*

Himawari Kiguchi

“First love” batinku saat melihat foto seorang anak laki – laki sedang tersenyum memandang bunga sakura.

Hampir setahun aku mencarinya. Dia adalah orang yang menyelamatkan Ibu saat tragedi besar itu terjadi. Aku belum pernah menemuinya secara langsung dan mengucapkan terimakasih. Aku hanya sempat melihatnya dengan susah payah menggendong ibu yang pingsan karena terjebak di dalam ruangan yang terbakar.

Dan ketika setahun berlalu, aku berdiri disini, dihadapannya. Aku mendengarnya menceramahiku dengan tatapan benci. Aku menyukainya, Sentarou.

Aku merasa sangat senang saat mendengar kabar bahwa Sentarou mulai menyukaiku. Tapi semenjak kabar itu beredar, Sentarou tidak pernah lagi menggangguku bahkan cenderung menjauhiku. Aku merasa sangat sedih dan kesepian. Aku ingin mendengarnya memarahiku dan memandangku dengan tatapan khasnya. Aku ingin mendapatkan perhatiannya lagi. Dan aku pun memilih untuk mengganggunya dan membuatnya marah.

Pementasan sekolah tiba dan sebuah kenyataan membuatku menjadi semakin bahagia. Aku dan Sentarou memerankan karakter Romeo dan Juliet. Aku ingin meloncat girang saat hasil voting diumumkan, namun hal tersebut coba ku tahan karena aku bisa melihat tatapan Minami yang sendu. Sahabat terbaikku, aku tahu selama ini Minami menyukai Sentarou. Aku tidak ingin membuatnya sedih jadi aku memutuskan untuk menolak peran tersebut. Tanpa ku duga, Sentarou pun merasa keberatan jika aku yang memerankan Juliet. Sedih sekali mendengar kata yang dilontarkan Sentarou saat itu. Sebenci itukah Sentarou padaku?

Akhirnya debat pun terjadi mengenai karakter utama pada pementasan kali ini. Keputusan terakhir tetap sama, aku dan Sentarou akan tetap memerankan karakter utama. Latihan pun tetap dilanjutkan sesuai dengan jadwal yang telah disediakan. Aku merasa bahagia saat menatap Sentarou yang bertingkah selayaknya Romeo. Ingin rasanya berada di dunia peran ini saja. Tetapi saat menatap Minami, aku tersadar dan kembali ke dunia nyata.

Untuk alasan itulah aku berusaha bersikap biasa dihadapan Sentarou. Aku tidak ingin membuat Minami sedih. Lagipula menurut kabar yang aku dengar, tipe wanita yang disukai Sentarou tidak lain adalah Minami. Sementara aku hanya seorang gadis yang sangat dibenci Sentarou. Biarlah.

Aku harus menikmati waktu yang bisa kulewati bersama Sentarou. Waktu yang kuanggap bahagia dan penting jika ada Sentarou. Hingga pada akhirnya hari berkabung pun tiba. Hari dimana aku membuat Sentarou marah besar, hari ini. Aku tidak menyangka Sentarou akan mengatakan hal itu. Hatiku sangat sakit saat mendengarnya. Sentarou memang benci padaku. Dia benci padaku.

Air mataku mengalir dengan deras. Aku berlari ke arah kandang kelinci dan menangis sepuasnya disana.

“Hima – chan, nande?” kata Toru tiba – tiba. Dia selalu muncul secara mendadak disaat aku sedih.

Tangisanku semakin kencang, aku sudah tidak kuat menahannya lagi. Toru berlari ke arahku dan memberikanku sapu tangan hitam miliknya.

“Menangislah sepuasnya Hima - chan, biarkan hatimu lega. Setelah itu, hapus dengan sapu tangan ini”

Aku terus menangis dan Toru dengan sabar duduk disebelahku dalam diam. Setelah itu, aku menceritakan semua yang terjadi pada Toru. Toru hanya terdiam, tidak seperti biasanya. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Aku menyukai Sentarou”

*

Diantara sinar matahari senja yang tampak sendu. Empat orang murid SMA Keitoku terdiam dan menangis karena cinta.



Kosa kata :

Ohaiyou gozaimasu : selamat pagi
baka : bodoh
daijoubu : (saya) baik - baik saja
nande : kenapa (sama seperti doushite)



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 07 Maret 2012

KENANGAN

Mengingat masa yang telah berlalu seperti memutar ulang kepingan kenangan. Beberapa bagian mungkin telah terlupakan karena memang kecilnya kapasitas ingatan seorang manusia atau bahkan karena rasa sakit yang membelenggu kenangan itu.


(SMA kelas 3, Wind, Pipit, Ari, Chicha)


(SMA kelas 3, Pipit, Alan, Chicha, Deasy)

Beribu alasan untuk kembali tidak sepadan dengan banyaknya waktu yang telah terlewati. Hidup bukan sebuah video yang dapat diputar ulang ketika kau mengiinginkannya.


(Gambar semasa SMA yang selamat tersimpan. Karin, I miss you )

***

Melangkahkan kaki dari jalur yang selalu membawa senyuman sesulit berkata "selamat tinggal". Meskipun begitu, kau yakin bahwa ada sebuah senyuman lain yang akan menyambutmu disana. Sebuah kedewasaan.


(Batch 28 (cewek) NSO (ospek), Erna, Eka, Citra, Teh Veny, Pipit, Yuni, Dedew)

*


(PCE 0908, Ayu, Restu, Roni, Eko, Inna, Ana, Pipit, Wawan, Angga, Kiki, Edi, Tyo, Hamdan, Dimas, Andia, Icksan, Rizky)

*



(KEMBAR Himatek 2010, puntang)

*


(Ultah Himatek (Himpunan Mahasiswa Teknik Komputer) 2011 )

*



(C-Radio, FRKB (Forum Radio Kampus Bandung) gathering)

*



(Kopdar KK bareng Ririz dan Kinan)

*


(Gambar yang terakhir dibuat bulan Februari 2012)

Membuat rekaman kenangan baru dengan sesekali mencoba mengingat kenangan yang lalu sebagai bahan pelajaran dan passion untuk menjadi lebih baik. Bersyukurlah jika kamu masih menyimpan semua kenangan itu di dalam sebuah folder, tak peduli seberapa baik dan buruknya kenangan itu. Hati.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..