Rabu, 18 Juli 2012

JANGAN CURI BUDAYA KAMI

Dilahirkan dan dibesarkan di Serui (Papua) yang memiliki beragam penduduk dari berbagai suku di Indonesia membuat saya jadi mengerti betapa kayanya Indonesia. Berbagai suku di Indonesia memiliki ciri mereka yang unik dan keren :D Mungkin itu adalah salah satu faktor yang menjadi daya tarik penduduk asing untuk berkunjung ke Indonesia. Rasanya menyenangkan kalau penduduk asing datang ke Indonesia dan melihat sendiri betapa kayanya budaya Indonesia serta mempelajarinya :-)

Untuk itu, sebagai warga negara yang baik dan calon penerus bangsa yang budiman *ehem* sudah seharusnya kita menjaga budaya yang ada di Indonesia dengan baik. Melestarikannya dan bangga terhadap budaya itu sendiri agar tidak dicuri oleh bangsa lain. Kita boleh berteriak " JANGAN CURI BUDAYA KAMI" tapi kita juga harus sadar, apakah selama ini kita menjaga budaya tersebut? Atau apakah kita baru sadar akan hal itu hanya ketika budaya kita mau dicuri? Tanyakan pada diri sendiri deh kalau masalah itu :-)



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Senin, 09 Juli 2012

SO SICK FOR YOU AND ME


Jammy – Man

Gotta change my answering machine. Now that I'm alone ‘cuz right now it says that we can't come to the phone. And I know it makes no sense 'cuz you walked out the door. But it's the only way I hear your voice anymore. (Ne-Yo – So sick/man version)

“Tahan Jammy, jangan sampai kau kalah”  aku menyemangati diriku sendiri.

Aku memandangi handphone ku yang membisu, tidak seperti biasanya. Harusnya malam ini, aku bisa mendengar suaranya yang renyah dan manja. Harusnya malam ini, aku bisa tertawa mendengarnya merengek padaku seperti biasanya. Ah, itu tidak mungkin terjadi karena semuanya telah berakhir. Aku melangkah pelan dan melihat handphoneku sekali lagi. Ingin rasanya mengganti sim card baru atau paling tidak membuang handphone ini tapi, itu tidak mungkin ku lakukan. Aku bimbang sejenak memandang handphone hitam ditanganku.

It's ridiculous. It's been months and for some reason I just can't get over us. And I'm stronger than this, yeah. Enough is enough, no more walkin' round with my head down. I'm so over being blue, cryin' over you. (Ne-Yo – So sick/man version).

Kemudian aku tertawa melihat kebodohanku sendiri. Sebulan sudah dia pergi dari hidupku dan membawa semua yang berharga untukku. Saat mengingat hal itu aku merasa kuat, aku kuat dari sebelumnya. Kebimbangan dan kesedihan di hati coba ku lawan.
Aku ingin mematikan handphone hitam yang masih terdiam di tanganku tapi, tanganku seakan tak mampu bergerak. Aku mengalihkan pandanganku dan berharap agar aku tidak tergoda lagi. Namun, kesalahan terbesar pun ku lakukan. Pandanganku mengarah ke sebuah kalender putih di atas meja.

Gotta fix that calendar I have that's marked July 15th. Because since there's no more you, there's no more anniversary. I'm so fed up with my thoughts of you and your memory. And how every song reminds me  of what used to be. (Ne-Yo – So sick/man version).

“15 Juli” batinku.

Semua kenangan tentangnya kembali menghantuiku. Kini ku tahu, mengapa aku sangat merindukan suara dan kehadirannya saat ini.

“15 Juli” batinku sekali lagi.

Kalau saja semua kesalahpahaman itu tidak terjadi, seharusnya saat ini aku bisa melihatnya duduk dihadapanku merayakan hari pernikahan kita. Aku bisa mencicipi masakannya, tertawa melihatnya melakukan kebodohan saat memotong kue, dan menerima hadiah pernikahan darinya.
Sebuah lagu mengalun indah di kepalaku saat mengingat hal itu.

“Aku tahu apa yang harus ku lakukan”

I'm so sick of love songs, so tired of tears. So done with wishing you were still here said I'm so sick of love songs, so sad and slow. So why can't I turn off the radio? . (Ne-Yo – So sick/man version).

Aku mematikan handphone dan melemparkannya ke atas kasur. Samar – samar aku mendengar suara penyanyi favoritku bernyanyi dengan indah. Lagu tersebut mengalun pelan dan mengingatkanku akan dirinya.
Rasanya sakit. Sakit mendengar lagu tersebut kini menemaniku di dalam kesedihan. Harusnya aku segera mematikan radio yang masih terus mengalunkan lagu kenangan itu tapi, aku tidak bisa dan tidak mau. Aku rasa dia juga akan merasakan hal yang sama jika mendengar lagu ini.

 Sedetik kemudian aku  berharap dia akan muncul dihadapanku tapi, aku tahu itu tidak mungkin.
Aku terdiam dan lagu tersebut terus mengalun dengan tenang.

Leave me alone. Leave me alone. Stupid love songs, don't make me think about her smile or having my first child. I'm letting go, turning off the radio. (Ne-Yo – So sick/man version).

Aku semakin merindukannya.

Aku berdiri sejenak dan membuka laci meja. Aku melihatnya tersenyum menggendong anak pertama kita. Ku usap foto itu perlahan dan kemudian aku tersadar saat melihat sobekan kecil di samping foto tersebut.
Kau saat itu bukan milikku.

15 Juli seharusnya menjadi hari pernikahan kita. Aku kemudian mengingat kejadian itu.
Sebulan yang lalu aku melihatmu di sebuah rumah, sedang tersenyum dan memeluk seorang pria. Aku terkejut dan ingin segera menarikmu tapi, aku tetap terdiam di tempatku berdiri sambil menunggu pria tersebut pergi.

Dan kemudian yang ku ingat adalah kau meninggalkanku sambil membawa semua cintaku dan anak pertama kita.

Aku semakin sedih. Ku robek foto itu menjadi sebuah kepingan dan segera mematikan radio.
“Aku akan melupakanmu Lily” batinku.

***

Lily - Woman

I gotta change the station that I had cause all I hear is you. It just keeps reminding me of all the things we used to do. And I know that I should turn off the radio but it's the only place I hear your voice anymore. (Ne-Yo – So sick/woman version)

Malam ini aku terduduk dalam diam memandang radio tua di sudut kamarku. Aku bimbang karena malam ini tidak seperti malam – malam sebelumnya. Suara penyiar radio yang tenang tidak dapat membuat jantungku berhenti meronta. Ingin rasanya melangkah ke radio tua itu dan mematikannya tapi, inilah satu – satunya cara untuk mendengar suaranya.

“Hahhhhhhhhhh....” aku menghela napas dan tertunduk.

It's ridiculous. It's been months since I spoken to you. You ain't keep in touch, don't know why it came to this. But enough is enough no more walkin' round with my head down. I don't wanna be a fool crying over you. (Ne-Yo – So sick/woman version)

Sebulan sudah aku tidak berbicara dengannya. Aku merasa inilah yang harus ku lakukan agar dia merasa tenang. Aku memang salah tapi aku tahu ini yang terbaik untukku.

Aku ingin menjalani hidupku dengan sedikit cinta untuknya tapi aku rasa semua itu sudah cukup. Terakhir kali aku ingin menyapanya, yang ku dapat adalah penolakan. Cukup sudah, aku tidak ingin menjadi orang bodoh yang berharap dia akan segera memaafkanku.

Gotta fix that calendar I have that's marked July 15th. Cause it seems like you forgot that it was our anniversary. When I heard your song it made it hard to  erase your memory. Now when I hear your song, I know it's meant  for me. (Ne-Yo – So sick/woman version)

Aku yakin saat ini dia masih menganggapku sampah. Aku memandangi kalender di dinding.
“15 Juli” batinku

Aku rasa dia tidak akan pernah mau mengingat hari ini, tanggal ini. Tanggal dimana semua kebahagiaan akan menghampiri kehidupan kita. Tanggal dimana aku mendengarnya mengucapkan sebuah sumpah yang selalu dinantikan oleh semua wanita.

Kemudian aku mendengar sebuah lantunan yang tidak asing bagiku dari radio tua di sudut kamar. Lagu kenangan ku, lagu yang sering dinyanyikannya untukku. Ketika aku merasa sedih, dia selalu ada untukku menyanyikan lagu ini. 


I can't believe that you're so sick of love songs, so tired of tears. You say you love me. Why ain't you here?I'm so sick of your love songs so sad and slow but I just can't turn off the radio. (Ne-Yo – So sick/woman version)

“ itulah lagu yang baru saja di request oleh sahabat kita Jammy....”

Suara penyiar radio membuyarkan lamunanku. Aku tahu dia pasti merasa sedih mendengar lagu ini. Aku tahu dia pasti merasa jenuh dengan semua ini.

Karena aku juga merasakan hal yang sama. Aku tahu dia menyayangiku tapi dia tidak akan mungkin hidup bersamaku setelah semua keputusan pahit yang telah ku ambil.

Seandainya saja dia tahu, ini demi masa depanku. Dan aku tahu aku sangat egois.

Now that I'm gone .Now that I'm gone. I wanna be left alone. And every time I see your smile, It's looking at our child. You should know. Why can't you move on? (Ne-Yo – So sick/woman version)

Sekarang aku telah pergi dari kehidupannya, hidup sendiri dengan segenap cinta.

Sebulan yang lalu, semua kebohongan yang ku lakukan telah terbongkar. Jammy melihatku bersama Doni, suamiku.

Aku tahu dia marah besar padaku meskipun dia tidak mengatakannya. Aku memandang wajahnya yang memerah dan mencoba menjelaskan semuanya.

“ Maafkan aku, kau meninggalkan aku saat bayi kita mulai hidup di dalam perutku. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika aku tidak segera menikah. Kau menghilang selama setahun. Kau menghubungiku tiba – tiba dan aku senang. Maafkan aku karena tidak memberi tahumu semua ini. Maafkan aku yang membohongimu. Maafkan aku tapi aku telah memilih jalan hidupku sendiri”

Itulah kata – kata yang ku ucapkan untuknya. Aku memang kejam dan egois. Hal itu menyakitiku dan aku tahu, dia pun tersakiti.

“Mama...”

Aku melihat balita manis yang memanggilku. Senyumnya sangat mirip dengan Jammy. Aku berharap dia tahu dan bisa hidup lebih baik serta mau memaafkanku.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

JANJI - JANJI AYAH V


V

Ayah sedang asyik membaca koran hari ini sambil menikmati secangkir kopi hitam di taman depan rumah. Dari dapur aku bisa melihat wajah Ayah yang semakin menua. Tak jauh dari Ayahku duduk, pria lain yang kusayangi pun sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca koran. Mereka berdua tampak menikmati dunia sendiri.

“Aku mau masuk dulu” suara kaku pria yang kusayangi terdengar jelas.

Pria itu berjalan ke arahku sambil tersenyum masam. Aku tahu dia tidak nyaman dengan kehadiran Ayah di rumah kami tapi aku tidak bisa berbuat banyak. Sejak Ibu dirawat di rumah sakit, Ayah tidak bisa ditinggal sendiri. Di usianya yang semakin senja Ayah juga memerlukan perhatian khusus dan sebagai anak semata wayangnya, aku harus melakukan hal tersebut meskipun rasa engganku telah menggerogoti hatiku.

“Katamu hanya dua hari” pria yang kusayangi menarikku ke dalam kamar dan mulai marah.

“Mau bagaimana lagi, aku kira Ayah bakal pergi dengan sendirinya tapi ternyata Ayah masih betah disini. Lagipula kita gak bisa biarin Ayah tinggal sendirian, bagaimanapun juga dia masih Ayahku dan mertuamu”

“Alasan ! Kamu kan bisa bilang sama Ayah kalau kamu gak betah Ayah disini. Kita pengantin baru, sudah seharusnya Ayahmu itu mengerti !!” suaranya mulai meninggi.

“Pelankan sedikit suaramu”

“Biarkan saja !! Supaya Ayahmu bisa dengar semuanya. Sudah sejak awal dia tidak setuju hubungan kita !! Aku yakin sekarang Ayahmu disini karena ingin memisahkan kita !” dia mulai berteriak.

“Tolong jangan bicara seperti itu tentang Ayah” airmataku mulai menetes.

“Kenapa? Bukannya kamu juga bosan dengan tingkah Ayahmu itu? Bosan dengan semua janji – janjinya?”

Aku terdiam. Memang benar aku bosan dengan semua janji Ayah dan merasa kecewa dengan janji – janji itu tetapi Ayah tetaplah Ayah.

“Sudah berhenti menangis” dia menarik tanganku dengan kasar.

Tok tok tok . . .

“Flora?” suara Ayah terdengar lembut menyapa dari depan pintu.

Aku berlari dengan cepat ke arah pintu sambil menghapus jejak airmata yang tadi sempat mengalir.

“Ada apa Yah?” aku mencoba berbicara dengan intonasi yang tenang.

“Ayah mau pulang ke rumah. Kata dokter Ibumu sudah bisa dirawat di rumah. Maaf Ayah telah merepotkan kamu”

Sebuah tas besar telah tersampir dibahu Ayah. Sepertinya Ayah mendengar pertengkaran kami tadi.

“A-Ayah”

“Sudah tenang saja, Ayah bisa pulang sendiri kok”

Sepi. Siluet Ayahpun menghilang dengan cepat. Rasa hampa menyergap ke dalam ragaku. Kenangan dan rasa seperti ini pernah ku alami dulu.

*

Membiarkan semuanya berjalan dengan semestinya malah membuat hidupku terasa semakin suram. Bayangan Siska di dalam hidupku semakin terasa. Di rumah, Ibu selalu mengutamakan Siska sedangkan didalam lingkaran persahabatan kami James lebih memilih Siska dibanding aku. Dan hanya menunggu waktu yang tepat hingga akhirnya James benar – benar memilih Siska sebagai pendamping hidupnya.

“Ini akibatnya berdamai dengan keadaan !!” aku mulai membenci perkataan Ayah.

“Semua pasti ada hikmahnya Ra” Alvin selalu mencoba menenangkanku.

“Iya memang ada ! Aku tidak boleh berhenti membenci Siska. Dia sudah merebut semuanya dariku” aku berteriak marah dan meninggalkan Alvin terpaku sendirian di taman.

Hari berganti hari, masa kuliahku terlewati dengan berkonsentrasi mengalahkan Siska serta merebut semua hakku yang diambilnya. Aku mulai berhenti berbicara kepada Ayah dan Alvin mengenai semua rencanaku. Menurutku itu percuma karena mereka akan selalu memintaku untuk berdamai dengan keadaan, bersikap bijak, atau apapun itu. Omong kosong.

Sekarang yang aku yakini adalah aku harus merebut kebahagiaanku sendiri. Cara apapun akan ku tempuh. Pertama, aku harus merebut kasih sayang Ibu dari Siska. Untuk mewujudkan hal tersebut aku selalu mencoba bersikap semanis mungkin terhadap Siska agar Ibu bisa sedikit bersimpati padaku. Prestasiku di kampus juga harus aku tingkatkan agar Ibu semakin senang dan bangga padaku melebihi Siska.

Bersikap baik pada Siska membuahkan hasil yang sangat bagus. Siska sangat mempercayai aku sehingga aku dengan mudah bisa menghancurkan semua rencananya. Menghancurkannya dari dalam jauh lebih gampang dan menyakitkan. Lagipula, dia tidak akan pernah menyangka aku yang kemudian akan menghancurkan hidupnya.

Rencana pertamaku untuk meraih cinta Ibu telah berjalan sukses, dan rencanaku untuk merebut James pun telah berjalan dengan mulus bahkan sebelum aku menjalankan rencana tersebut. Belakangan ini Siska dan James sering sekali bertengkar entah apa alasannya. Yang jelas James selalu mencariku untuk berbagi keluh kesah. Tidak ada yang lebih indah dibandingkan hal ini.

“Sudah ada waktu untuk Ayah?” Ayah menerobos begitu saja ke dalam kamar.

Sudah hampir empat tahun aku tidak berbincang banyak dengan Ayah. Aku selalu berlari dan mencari alasan untuk tidak berbicara berdua saja dengan Ayah. Entah sejak kapan cara Ayah berbicara padaku pun berubah. Dulu Ayah selalu menyebut namaku seolah aku masih gadis kecilnya namun sekarang Ayah memperlakukanku selayaknya anak gadisnya yang telah dewasa.

“Eh ada apa Yah?”

“Pola hidupmu semakin berubah sejak kamu dewasa. Alvin sering menanyakan kabarmu. Sekarang dia sudah bekerja di perusahaan ternama di Amerika”

“Baguslah” kataku singkat.

“Kenapa kamu tidak pernah menghubunginya lagi?” Ayah mencoba bertanya sambil meneliti koleksi bukuku, seperti kebiasaan Ayah selama ini.

“Aku sibuk Yah”

“Sibuk apa menghindar?”Ayah menatapku sekilas lalu beralih ke jejeran buku,” Ayah tahu kamu menghindari Ayah dan Alvin karena kita selalu menasehatimu untuk tidak melakukan hal yang aneh – aneh terhadap Siska”

“. . . .”

“Apa yang selama ini Ayah katakan padamu hanya angin lalu?”

“Aku . . . aku tidak mengerti apa kata Ayah” jawabku gugup.

“Kamu mengerti, sangat mengerti. Ayah sudah berjanji untuk mengembalikan langkahmu yang berbelok ke jalan yang salah. Sejauh ini Ayah lihat, kamu telah berjalan ke arah yang salah. Siska tidak seburuk apa yang bergejolak dipikiranmu.”

Sekarang Ayah membela Siska? Aku tersentak dengan pernyataan Ayah itu.

“Ayah juga berjanji untuk membiarkan aku meraih kebahagiaanku” desisku menahan marah.

“Tapi ini bukan kebahagiaan yang sebenarnya. Flora, coba gunakan hatimu untuk melihat ini semua”

“Ayah sudah janji !! Ayah sudah janji untuk membiarkan aku meraih kebahagiaanku dan inilah caraku” amarahku mulai tersulut.

Ayah menghela napas dan memandangiku dengan tatapan sedih. Aku tidak tahan melihat tatapan mata itu. Aku memilih menundukkan pandanganku.

“Baiklah. Tapi kamu harus ingat, kebahagiaan yang terbentuk dengan merebut kebahagiaan orang lain bukanlah kebahagiaan sejati. Itu hanyalah napsu belaka. Dan Ayah minta, jauhi James. Kamu tidak tahu seberapa busuknya dia. Siska sudah menceritakan semuanya pada Ayah”

Aku mengepalkan tanganku. Tahu apa Ayah tentang kebahagiaanku? Bukankah selama ini justru Siska yang telah merebut semuanya dariku? Kenapa Ayah melarangku mendekati James? Entah apa yang telah Siska katakan hingga sekarang Ayah berpihak padanya.



continue . . .

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Minggu, 08 Juli 2012

KIMI GA DAISUKI

Aku melihat kimy yang duduk disebelahku. Ya dia Kimy, dia bukanlah Freya. Ku pejamkan ke dua mataku, menarik nafas sedalam - dalamnya. Aroma summer fragnance menari - nari di indera ku.

"Freya, hope you not here with me" batinku.

"Yang kamu lihat dari dirinya adalah diriku" kata Kimy tiba - tiba.

Aku hanya tersenyum lalu memeluk Kimy dan berkata, "Kau benar, dan aku yakin yang selama ini ada dihatiku hanya kamu meskipun . ." kata – kata itu menggantung begitu saja.

Sebuah kenangan kembali menyeruak. Aku kembali mengingat masa - masa itu.

*

"Ichi, Ichi kun bangun !!! KENICHI HIROGANO BANGUN!!!!!" teriak Kimy.

Aku membuka mataku perlahan. Wajah Kimy terlihat sangat menakutkan. Bibirnya melengkung ke bawah dan matanya yang bulat melotot ke arahku.

"Nande?" tanyaku.

"NANDE MO NAI !!!" teriak Kimy seraya meninggalkanku dengan cepat.

Itulah Kimy, gadis tomboy yang selama setahun ini resmi menjadi pacarku. Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya saat upacara penerimaan siswa baru di SMP Togano. Dia terlihat sangat bersemangat dan berbeda. Saat semua gadis seusianya sibuk dengan penampilan masing - masing, Kimy dengan cueknya berdandan apa adanya. Aku masih ingat dengan jelas ketika semua gadis di kelasku ketakutan saat di jahili Takeshi dengan cacing mainan, Kimy dengan santainya mengambil cacing itu dan menggantinya dengan ular kecil yang kemudian sukses membuat Takeshi lari terbirit - birit. Kimy memang berbeda dan hingga sekarang itulah yang membuatku kagum padanya.

"Kimy, ada apa?" tanyaku setengah berlari mengejarnya.

"Kamu !!! Tau ah"

"Kimy, kamu marah ya karena aku ketiduran di dalam kelas? semalam aku membantu Ayah menjaga toko dan .."

"Ya ya ya, bukan karena itu Ichi - kun " Kimy memotong perkataanku dengan cepat.

Aku duduk disebelahnya dan memasang wajah bertanya.

"Kamu janji akan menyelesaikan masalah ini sebelum kita berpisah. Bulan depan kita udah berpisah" Wajah Kimy terlihat sendu.

"Ya" kataku datar, aku mengerti betul apa yang sedang dia bicarakan.

Kimy dan aku kini telah menjadi siswa SM, bulan depan adalah perayaan kelulusan kami. Kimy mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah disebuah universitas negeri ternama di London. Sementara aku hanya akan melanjutkan bisnis keluargaku. Inilah awal dari semua masalah itu. Orang tua Kimy dan orang tuaku tidak cocok satu sama lain. Jelaslah hubungan kami juga mendapat pertentangan yang luar biasa. Aku berjanji pada Kimy akan menyelesaikan masalah ini sebelum lulus karena kami berdua tidak ingin dipisahkan. Sungguh naif pemikiran itu.

"Jadi bagaimana?" tanya Kimy membuyarkan lamunanku.

"Aku tidak tahu. Ayah dan ibuku masih tidak setuju"

"Haaah” Kimy menghela napas panjang, “sepertinya memang tidak bisa"

Kimy menangis dan ini untuk kesekian kalinya aku melihatnya menangis karena salahku. Aku mengangkat wajahnya dan mengusap air matanya. Rasanya sedih melihatnya begitu terluka karena keegoisanku. Saat itu sempat terpikir betapa bodohnya aku. Dulu saat Kimy mengetahui hubungan ini tidak disetujui mengapa aku tetap ingin mempertahankannya? Sementara Kimy telah ikhlas merelakan semuanya berakhir. Aku ingin memutar waktu. Aku tidak ingin melihat Kimy menangis lagi karena aku sayang padanya.

"Maafkan aku" kataku lirih.

*

Hari ini Kimy berangkat ke London. Aku tidak bisa mengantarnya ke bandara karena aku tidak ingin membuatnya sedih. Alasan lain adalah karena Ayahku memintaku untuk tinggal di rumah menunggu klien kami. Aku tahu, Ayahku sengaja melakukan itu karena dia tidak ingin aku bertemu Kimy. Aku juga telah diberi peringatan oleh Ayah Kimy agar jangan mengantar Kimy ke bandara.

"Kamu hanya akan membuatnya terluka !! Om kecewa telah menyetujui hubungan kalian sementara keluargamu masih saja menganggap Kimy sampah !!!"

Aku hanya duduk terdiam di dalam kamar dan melihat foto Kimy yang tersenyum ceria. Dengan segera ku raih handphone ku dan mengetik sebuah pesan singkat.

Maafkan aku tapi mungkin semuanya harus berakhir. Aku tidak ingin membuatmu sedih. Mungkin ini yang terbaik. Kamu akan selalu ada di hatiku, hontouni gomen nasai.

Ku matikan handphoneku dan tertidur dengan perasaan sedih. Tapi  aku tahu inilah yang terbaik untuknya.

*

Setahun telah berlalu . . .

Hal terakhir yang Kimy katakan padaku setelah aku bersikeras meminta semuanya berakhir adalah " KENICHI BAKA !!!! AKU BENCI KAMU"

Sakit rasanya saat membaca pesan singkat itu tapi aku sadar, semua ini memang salahku. Aku berharap hal tersebut merupakan hal terakhir yang membuatnya meneteskan airmata.

"Ken, kamu kenapa?" suara lembut menyapaku.

"Gak. Bagaimana ujiannya?" tanyaku sambil tersenyum.

"Lancar kok. Tadi Profesor Shitaro memberikan pujian padaku karena lukisan ini"

Gadis itu menunjukkan lukisan seorang pria dengan banyak warna.

"Itu kan aku. Freya kamu ..." kataku kagum seraya mengambil lukisan tersebut.

"Aku ingin memberikannya padamu saat perayaan hari jadi kita yang pertama tapi ya sudahlah" Freya tersenyum simpul, wajahnya memerah menahan malu.

"Arigatou"

Dia adalah Freya Takishima. Seorang mahasiswi jurusan seni rupa yang kini menjadi kekasihku. Dia adalah seorang gadis yang ceria dan suka sekali menggambar. Aku menyukainya tetapi belum menyayanginya.

Setelah berpisah dengan Kimy, aku telah menjalin hubungan dengan beberapa orang gadis dan semua itu hanya bertahan sebentar. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari. Tetapi untuk gadis yang satu ini, aku mulai merasa nyaman.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Lancarkan?" tanya Freya.

"Iya. Semuanya lancar kok"

"Ken...ada yang ingin aku tanyakan"

"Ya ?"

"Siapa Kimy?"

Aku terdiam. Kenapa Freya menanyakan hal itu padaku?

"Dia mantan kekasihku. Kenapa?" kataku datar dan mencoba memasang ekspresi sewajar mungkin.

"Oh begitu, kemarin aku bertemu dengannya di depan rumahmu. Dia marah padaku karena tahu aku adalah kekasihmu"

Freya menatapku dengan tegar. Aku tahu dia merasa terluka. Tapi, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Pikiranku dipenuhi banyak pertanyaan. Kimy ada disini disaat aku mulai membuka hati untuk seorang gadis.

*

Kimy telah duduk di hadapanku. Dia terlihat lebih kurus dari sebelumnya namun dengan pesona yang lebih segar. Wajahnya tampak sangat manis dengan sedikit blush on berwarna peach. Kimy telah berubah dan harus ku akui bahwa aku semakin menyukainya.

"Selamat ya. Well, mungkin aku sedikit shock mendengarnya dan aku minta maaf telah mengganggu hubunganmu. Tapi, sekarang aku bisa menerima semuanya kok. Ini bukan salahmu" kata Kimy seraya tersenyum.

Jantungku bergetar saat melihatnya tersenyum. Aku ingin memeluknya dan meminta maaf. Aku ingin memiliki kimy sekali lagi.

"Its okay Kimy"

Suara Freya membuatku tersadar bahwa hal itu tidak mungkin.

Aku menoleh ke samping dan melihat Freya tersenyum ke arah Kimy dan seorang pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu adalah James, kekasih baru Kimy.

Ya, semuanya tidak mungkin kembali seperti semula, hingga suatu hari . . .

"Aku masih menyayangimu" kata Kimy sambil menatap mataku.

Aku merasa semua ini hanya mimpi. Tetapi jika ini mimpi, aku berharap agar aku tidak akan terbangun lagi.

"Ta - tapi"

"Ssst"

Kimy menempelkan jarinya ke bibirku dan membuatku terdiam. Aku mengangguk dan memeluknya. Waktu dan dunia telah berubah tetapi perasaan ku padanya masih tetap sama.

*

Aku dan Kimy menjalani hubungan yang sungguh sangat terlarang. Aku masih memiliki Freya namun aku sama sekali tidak mencintainya. Aku mencintai Kimy meskipun dia telah bertunangan dengan James.

Aku selalu menemani Kimy disaat dia bersedih. Aku selalu ada untuknya seolah - olah dialah kekasihku. Aku tahu ini salah tetapi aku menikmatinya. Setidaknya aku masih bisa memeluk Kimy dan menenangkan hatinya.

Kimy memang benar, yang aku lihat pada diri Freya adalah Kimy. Mereka menyukai hal yang sama, penampilan pun hampir sama. Tetapi, orang yang ku cintai tetaplah Kimy. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus bertahan pada situasi ini.

“Kimi ga daisuki”

END


 KOSAKATA :

Nande : Mengapa/Kenapa?
Nande mo nai : Tidak ada/Tidak mengapa/ Tidak apa - apa
Hontouni gomen nasai : hontou (sungguh) gomen nasai (maaf) - maaf banget
Baka : bodoh
Arigatou : Terimakasih
Kimi ga daisuki : aku menyukaimu





- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

FLOWER FAIRIES

by pipit



How do you feel if you see a beautiful flowers blooming in the garden? You must feel happy, isn’t? Did you know that flowers live happily because of the happiness seed that given by the flower fairies? And of course because of a good treatment from the people. But, where is the fairies now?

Once upon a time, when the people still have a concerning to the environs, the flower fairies with a gracefully looks dancing in the garden. All of the flower fairies are living in the secret meadow with named Flowery. Every morning they’re going from that meadow with a bag of the happiness seed to the flowers. They’re not afraid and hiding when see the people. They will be smiling and say “hi” to all of the people whoever they see, so do that people.

Rosely is the one of the flower fairies. She’s having a job to give a happiness seed to the rose. Today, after clean up her little house, she’s flying beautifully to the rose garden at the town. At there she’s meet Loli, the girl who loves flower.

“Hi Loli” Rosely’s greeting friendly.

“Hi” Loli answered it with a friendly smile.

“These flowers looks so beautiful” said Loli

“Thats because they’re happy” said Rosely while sowing the happiness seed.

“I suppose that the flowers in my garden looks like it”said Loli wistfully.

Then Loli told to Rosely that the rose at her garden grow up happily but looks not good. Rosely feel sad to hear that. She’s promise to Loli that she will come to her garden every morning and help out Loli to taking care of her roses so that roses looks fresh again.

Thenceforth Rosely looks so busy to give the happiness seed to the bunch of roses at the town and the garden in front of Loli’s house. At first, Loli participating Rosely to taking care that roses, but slowly Loli looks so busy and forget her compulsory to taking care it. Neither Loli, all of the people at that town looks like lose their concerning to the flowers and plants around them. They are pull out the flowers and contaminate the garden enjoyable. They are didn’t care about the happiness of the flowers and plants. They are think that the flower fairies is still enough to restore the life and happiness of the flowers and plants.

Rosely and the others feel so sad. They’re cried and began to hiding themself from people.  They want the people to understand that the flowers feels happy not just because of  the happiness seed but also because of the corcening for human beings. That is the reason why we never see the flower fairies with a bag of their happiness seed now.

Even so they still alive in a secret meadow. They are also still have the concerned to the flowers and plants around us. They are sowing the happiness seed by hiding themself behind the wings of bees and butterflies. If we want to see them again, we must throw away our selfishness.



- cerpen disemester 2 untuk tugas bahasa Inggris, ditulis buru - buru jadi alurnya terlalu cepat -

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Kamis, 05 Juli 2012

JANJI - JANJI AYAH IV


IV



Kata orang, cinta pertama adalah cinta yang paling sulit dilupakan. Dia menelisik jauh ke dalam hati kita secara perlahan, tanpa kita sadari. Itulah yang terjadi padaku ketika bertemu dengan seorang lelaki di tempat kursusku. Nama lelaki itu adalah James Aji Wijaya. Seorang lelaki blasteran Belanda – Jawa yang terlihat begitu bersinar dimataku.

“Ganteng banget” desisku saat James melintas dan melambaikan tangannya padaku.

“Iya udah tahu. Kalau dihitung – hitung udah hampir seribu kali kamu ngomong kayak gitu Ra” Alvin menanggapi dengan sinis.

Ah aku hampir lupa, entah bagaimana caranya berminggu – minggu kemudian aku dan Alvin menjadi sangat dekat. Awalnya hal tersebut membuahkan gosip tak sedap di area sekolah. Banyak yang mengatakan jika hubunganku dengan Alvin melebihi hubungan pertemanan namun seiring berjalannya waktu, gosip tersebut hilang selayaknya debu yang terbawa oleh angin.

Lagipula sejak awal memang aku telah berjanji untuk tidak menyukai Alvin melebihi rasa sukaku terhadap seorang teman atau sahabat. Sikap Alvin yang mirip dengan Siska membuatku takut untuk menjalin hubungan lebih dengannya. Dan sekarang aku telah memilih tambatan hati sendiri, James.

“Bagaimana kabar pangeran Belandamu?”

“Makin matang Yah, ternyata dia pintar banget” jawabku bersemangat.

Mungkin ini terdengar aneh tetapi aku lebih suka membagi ceritaku dengan Ayah dibanding beberapa sahabatku. Masalah apapun pasti akan ku ceritakan kepada Ayah, termasuk masalah hati. Ayah selalu bisa memberikan tanggapan baik akan hal yang aku ceritakan. Terkadang Ayah bersikap selayaknya sahabat yang memeluk segala ceritaku dengan santai namun terkadang Ayah bersikap selayaknya seorang kepala keluarga yang ingin menjaga putri kecilnya.

“Baguslah, jadikan itu penyemangat buat belajar. Ingat, Flora sudah kelas tiga dan sebentar lagi mau UAN. Fokus sama masa depan dulu” sepertinya malam ini Ayah berperan sebagai seorang Ayah.

“Kan cinta juga ada hubungannya sama masa depan Yah” kataku sambil nyengir.

“Ya sudahlah, nanti kalau sibuk Flora juga bakal lupain masalah ini”

Sekali lagi Ayah benar. Semenjak mempersiapkan diri menghadapi UAN, aku mulai berhenti memikirkan James dan segala macam hal yang berkaitan dengannya. Aku fokus untuk meraih prestasi sekali lagi dan membuat bangga Ayah. Ayah, Ibu, Alvin, bahkan James banyak membantuku. Rasanya sangat menyenangkan memiliki orang – orang yang selalu memberikan energi positif padamu. Segala sesuatu yang terlihat menakutkan berubah menjadi mudah seketika itu juga.

Dan pada akhirnya hari – hari berat pun terlewati dan masa indah kembali menghampiriku sekali lagi. Aku diterima disebuah perguruan tinggi ternama di kotaku bersama dengan Alvin dan juga James. Aku, Alvin, dan James menjadi tiga sahabat yang tidak terpisahkan. Rasa cintaku pada James kini tumbuh semakin besar. Mungkin dulu karena kesibukan yang ada aku bisa sedikit melupakan masalah ini, namun seiring berkembangnya waktu aku menyadari satu hal bahwa rasa ini tumbuh semakin dalam dan mengakar kuat.
Awalnya aku merasa tidaklah mengapa jika rasa ini tidak tersampaikan pada James selama aku masih bisa melihatnya dari jarak dekat dan menjadi orang pertama yang mengetahui semua tentangnya. Namun, kehadiran Siska di rumahku sekali lagi membuat aku tidak bisa berdiam diri saja.

*

“Siska sering ngirim email ke Flora kok, tapi tidak pernah ada balasan. Siska pernah sesekali telpon ke rumah, cuma diangkat sekilas terus sambungannya terputus. Siska pikir Ibu sekeluarga lagi sibuk makanya Siska mutusin gak hubungi ke rumah lagi” Siska menjelaskan panjang lebar kepada Ibu yang tadi mengatakan kekecewaannya.

Aku menghela napas dari sudut ruangan, berharap kehadiran Siska hanyalah mimpi belaka. Tetapi ketika melihat tatapan tajam Ibu, aku sadar ini adalah kenyataan. Kenyataan yang teramat pahit.

“Flora, kenapa kamu tega berbohong sama Ayah dan Ibu?” Ayah mendekatiku sambil berbisik perlahan.

“Ayah tahu kan kalau Flora gak suka sama dia” aku melemparkan pandanganku pada Siska yang masih asyik bercerita.

Ayah terlihat kaget dengan penyataanku.

“Ayah kira Flora sudah berdamai dengan keadaan”

“Flora memang sudah berdamai dengan keadaan tapi Flora tidak bisa berdamai dengan rasa sakit hati”

Aku melengos begitu saja setelah mengatakan hal itu. Masa bodoh jika akhirnya Ayah atau Ibu akan memarahiku. Aku hanya ingin mereka sadar bahwa aku tidak suka Siska merebut semua yang telah aku miliki saat ini.

“Siska ada disini” aku berbisik perlahan di telepon.

Selain Ayah, aku masih memiliki Alvin yang telah tahu semua ceritaku tentang Siska dan rasa sakit yang tanpa sengaja dia ciptakan. Meskipun suka pada James, aku lebih memilih untuk bercerita kepada Alvin.

“Ya udah biarin aja. Jangan sampai rasa kesalmu bikin semuanya hancur. Kamu kan sudah berubah banyak dan jadi jauh lebih hebat dibanding Siska” suara Alvin terdengar berapi – api dari seberang.

Aku hanya bisa tersenyum simpul menanggapi komentar Alvin. Sejam kemudian terlewati dengan semua curhatan kekesalanku. Alvin yang sesekali ku ejek memiliki perangai yang mirip dengan Siska menanggapi semuanya dengan bijak dan bagiku ini sangat aneh.

“Obrolan dengan Alvin masih mau berlanjut?”

Teguran Ayahlah yang membuat sambungan itu terputus. Ayah masuk ke dalam kamarku sambil tersenyum ramah, selalu seperti itu.

“Kalau Ayah mau memarahi Flora, silahkan saja” kataku kesal.

“Ayah gak mau marah kok” tangan Ayah menarik sebuah buku tebal dari jejeran rak buku,”kamu sudah pernah baca buku ini kan?”

Ayah menunjukkan sampul buku tebal tersebut. Buku bersampul cokelat lusuh itu terlihat sedikit berdebu. Terakhir kali aku membaca buku itu adalah ketika SMP tapi aku masih mengingat dengan jelas apa isi buku tersebut. Buku itu bercerita tentang seorang pengembara yang suka sekali membohongi penduduk desa dan pada akhirnya meninggal karena kebohongannya sendiri.

“Masih ingat ceritanya?”Ayah kembali bertanya.

Sepertinya aku tahu kemana arah pembicaraan Ayah. Aku pun mengangguk pasrah, apapun yang akan Ayah katakan nanti sebaiknya aku terima.

“Untunglah Flora masih ingat. Ayah takut Flora berubah menjadi sang pengembara.”

“Maafkan Flora”

“Iya, sudah Ayah maafkan. Ayah tahu Flora masih sakit hati dengan kedekatan Ibu dan Siska, tapi coba Flora sedikit berbesar hati. Siska sudah kehilangan seluruh anggota keluarganya, dia hanya memiliki kita. Coba bayangkan kalau Flora berada diposisi Siska, apa yang Flora rasakan jika keluarga tempat bertumpu Flora bersikap seperti sikapnya Flora ke Siska?”

Bulir airmata perlahan menetes dipipiku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku jika kehidupanku dan Siska ditukar. Rasanya pasti sulit dan sedih sekali. Ayah mengusap punggung kepalaku, mencoba menenangkan kesedihanku.

“Flora bakal minta maaf ke Siska, Yah. Makasih sudah mengingatkan Flora”

“Iya, itu sudah kewajiban dan janji Ayah”

*

Aku mulai berdamai sekali lagi dengan Siska. Aku mencoba bersikap sebaik mungkin dan menjaga perasaan Siska serta Ibu. Sebagai langkah awal, aku mengijinkan Siska untuk masuk ke duniaku dengan mengenalkannya pada ke dua sahabatku, Alvin dan James. Namun, sesuatu tak diduga pun terjadi dan keteguhanku buat berdamai pun goyah.

“Siska?”

“James?”

Siska dan James saling bertatap kaget saat aku coba memperkenalkan mereka. Bukan hanya mereka yang kaget, bahkan aku dan Alvin pun sempat tertegun lama menatap Siska dan James yang akhirnya berbicara sangat akrab.

“James ini teman satu sekolahku di Singapura dulu tapi dia mendadak pindah” jelas Siska.

Aku dan Alvin pun mengangguk paham. Relung rasa sakit membuncah lagi. Ya Tuhan, kenapa setiap aku ingin berdamai dengan Siska selalu saja ada hal yang mengusik semuanya?

“Makasih ya Ra” kata Siska sambil tersenyum tulus saat kami berjalan menuju rumah.

“Terimakasih untuk apa?” tanyaku heran, bukankah selama ini aku selalu bersikap sinis padanya?

“Berkat kamu, aku bisa ketemu sama James lagi. Dia cinta pertamaku”

Seperti disiram air es seember penuh tubuhku pun membeku, kaku ditempat.

*

“Jadi?” Alvin kembali bertanya setelah aku berbicara panjang lebar mengenai perasaan Siska terhadap James.

“Ya ampun Vin, masa kamu gak ngerti sih. Aku sudah bosan jadi rivalnya si Siska dan selalu saja kalah. Entah dalam urusan sekolah maupun meraih cinta Ibu. Masa sekarang . . .” kata – kataku menggantung diudara begitu saja. Kemungkinan terburuk pun meluncur dengan cepat di kepalaku.

“Jalani aja dulu Ra. Belum tentu juga kan si James suka sama Siska”

“Benar kata temanmu” Ayah muncul mendadak dari pintu.

Aku memajukan bibirku dan merengut, bukan karena Ayah yang sepertinya menguping pembicaraan kami tetapi karena Ayah selalu mendukung perkataan Alvin.



continue . . .

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..