Rabu, 30 Oktober 2013

SEE



Terlahir dilangit dengan kemilau yang membuat beberapa orang terpaku, tidak lantas membuat kami terlihat hebat.
Tampak begitu kecil berhamburan diantara luasnya langit malam yang gelap, tidak lantas membuat kami pantas dikasihani.
Setiap hal memiliki sisinya masing-masing yang mungkin tidak akan pernah dipahami oleh orang lain.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 15 Oktober 2013

PENJAGA WAKTU


Suara jarum jam yang berdetak itu sungguh indah. Dentingnya bergema membentuk rima yang tenang dan pasti. Membuat dunia ini berada dalam zona yang tersusun rapi.  Waktu adalah segalanya. Dia akan berlari tanpa menunggumu. Hal tersebut membuatku kagum. Kecintaanku pada waktu dan jam membuatku dihidupkan kembali sebagai penjaga waktu.

Tugasku adalah menjaga waktu agar tidak melenceng. Terlambat atau cepat satu detik saja bisa mengganggu tatanan dunia. Entah sudah berapa lama aku mengurus perangkat waktu di dalam kastil. Mengawasi manusia yang sibuk di dunia mereka lewat setiap jam yang mereka gunakan.

Aku bisa melihat manusia mana yang menghargai jerih payahku. Mereka akan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Tidak ada satu detik pun yang terbuang percuma. Rasanya bahagia sekali melihat hal itu. Namun ada juga manusia yang seenaknya saja mempermainkan waktu. Menunda. Sengaja melakukan sesuatu tidak tepat waktu. Menumpuk pekerjaan dan mengganggu tatanan hidup. Merusak setiap detik.

Arisa. Dia adalah seorang manusia baik hati yang secara khusus kuperhatikan. Caranya memanfaatkan waktu dan merawat setiap jam di rumahnya membuatku kagum. Hidupnya tidak berjalan mulus. Setidaknya itulah yang dikatakan orang-orang. Aku tidak sepenuhnya percaya karena Arisa selalu terlihat bahagia. Tidak peduli seberapa berat jalan yang dia hadapi. Dia menghargai waktu. Dia kuat.

Aku suka setiap kali Arisa terbangun pada pukul 05.00 tepat, mandi dan merapikan diri. Dia akan pergi ke perpustakaan pukul 04.00 sore, setiap harinya. Dia memanfaatkan waktu dengan tepat. Banyak yang mencibirnya sebagai wanita yang kaku. Arisa hanya tersenyum.

Kini diusianya yang menginjak 50 tahun, Arisa tetap sama seperti Arisa yang aku kenal. Meskipun sering sakit-sakitan, dia tidak pernah membuang waktu dengan percuma. Tanpa sadar aku lebih memperhatikannya daripada menjaga waktu. Suatu malam yang tenang, Arisa mendadak melirik jam besar di kamarnya. Aku yang selalu menatapnya melalui jam besar itu tertegun. Arisa seperti mengetahui bahwa aku terus mengawasinya.

“Penjaga Waktu, terimakasih. Aku tahu kau selalu membantuku. Membangunku dengan alarm yang kencang setiap pagi. Mengingatkanku akan janji-janji yang mungkin terlupa melalui dering nyaringmu. Sepertinya hari ini adalah hari terakhir untukku. Aku akan merindukan semuanya. Waktuku telah habis.”
Mendengar hal itu tanpa sadar membuat tubuhku melangkah keluar dari jam besar. Memegang tangan Arisa yang telah dingin.

“Sama-sama Arisa. Terimakasih juga karena sangat menghargai waktu.”




- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Senin, 14 Oktober 2013

SURAT UNTUKMU



Seperti bunga dandelion yang terbang mengikuti arah angin, aku pun begitu. Mengikuti alur cerita hidup yang diberikan Tuhan padaku. Teman-temanku memiliki skema kehidupan sendiri. Berapa tahun lagi menjadi apa atau harus berbuat apa keesokan harinya. Mereka sebut itu dengan mimpi dan harapan. Tapi tidak denganku. Sejak kejadian beberapa tahun silam, yang aku percaya kini adalah hiduplah dengan penuh kebahagiaan untuk hari ini karena kita tidak tahu kapan deru napas yang dipinjamkan akan kembali diambil.

Aku mungkin terlihat selalu optimis dimatamu. Mencoba apa pun yang aku percaya. Mengikatmu untuk melihat semua ekspresi sesungguhnya diriku. Bahkan aku melepaskan cangkangku agar kau tahu aslinya jiwaku. Aku takut tidak memiliki cukup waktu untuk menjelaskan padamu seperti apa diriku karena hidup adalah misteri.

Kau sering bilang firasatmu mengatakan kita akan hidup bahagia. Tinggal di rumah mungil di tepi pantai. Memancing dan memandang karunia Tuhan untuk kita yang berlarian diantara pasir putih. Bersama hingga akhirnya kau pergi dengan bangga. Itukah mimpimu? Semoga tercapai karena aku tidak tahu bagaimana jadinya nanti ragaku.

Aku tidak punya mimpi meskipun aku tahu mimpi bisa membuat seseorang bangkit. Yang aku punya hanyalah untaian kata dan rasa hati yang sesungguhnya. Aku hidup bahagia untuk hari ini, ketika bersamamu.

Surat untukmu jika nanti aku tidak bisa lagi memijakkan kaki di muka Bumi.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Sabtu, 12 Oktober 2013

DOLL




Aku melihatmu lagi. Langkahmu yang tegap melintas dijalanan yang ramai. Gesit sekali menghindar dari deretan manusia yang berpacu dengan waktu. Wajahmu tampak cemas memikirkan sesuatu. Beberapa kertas mencuat dari balik jas hitam yang kau kenakan. Sepertinya kau terburu-buru. Urusan perkerjaankah? Hmm, mungkin saja. Aku tersenyum menunggu.

Hujan deras membasahi siang di kota. Satu per satu payung dikembangkan. Aku bisa menatap kilauan rintik hujan diantara warna-warninya indah bagaikan kristal yang dilemparkan pada trampolin, memantulkan pesona. Diantara semua kemilau itu, aku berharap dapat melihat sebuah payung biru pudar. Payung usang yang selalu kau gunakan. Aku masih menunggumu.

Waktu berlalu dan malam pun mulai menjelang. Tirai-tirai telah menutupi pandanganku meninggalkan berkas hitam pekat warna malam. Ternyata kau tidak berkunjung. Aku menunggumu, menantikan cerita kisahmu tentang dunia ini. Mengenai kebisingan wanita-wanita ditempat kerjamu, amarah bosmu, atau pun kesedihan tentang dia yang jauh darimu. Aku menikmati setiap detik itu. Caramu berbicara membuatku bisa merasakan setiap alunan kalimat itu. Indah sekali dunia ini. Aku berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk keluar dari tempat ini dan menikmati semuanya. Aku boneka kesepian.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 08 Oktober 2013

ILUSTRASI : KEPOLOSAN RASA


"Ketika kamu bersedia menjadi 'bodoh' untuk seseorang, mungkin itu cinta."


Belakangan ini suka bikin ilustrasi untuk cerpen. Kali ini bikin ilustrasi untuk tulisannya Zie yaitu Kepolosan Rasa.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Kamis, 03 Oktober 2013

TOPENG : FIA



Malam ini langit terlihat cerah. Bintang membentuk bintik putih di atas sana. Tumpukan lilin tertata rapi diantara kakiku. Api jingga bergoyang mengikuti gerakan angin, sendu tanpa padam sekali pun.

“Kau menikmatinya?” Pria di hadapanku bertanya.

Aku tersenyum.

Tentu saja aku menikmatinya. Mencicipi makanan dari koki terhebat di daratan Eropa. Melihat kerlip lampu dari ruang eksklusif sebuah café. Sajian yang seharusnya diterima oleh seorang wanita.

“Dan untuk hal yang . . .”

“Kita akan membicarakannya nanti Carlos. Aku sedang makan.”

Tanpa mempedulikan tatapan matanya, aku menikmati tiap gigitan steak yang sudah ku potong. Inilah konsekuensi yang harus dia terima jika nekat memaksaku menjadi apa yang dia inginkan. Aku pun bisa berlaku sama. Memaksanya mengikuti kehendakku yang kini sedang berapi-api.

Ini adalah kali ke lima aku memaksanya berkeliling Eropa. Menguras semua hal yang dia miliki, sama seperti apa yang telah dia lakukan.

“Orang tuaku akan datang malam ini.” Dia sibuk memeriksa smartphone miliknya.

“Aku tidak ingin bertemu mereka.”

“Tapi Fia, kau sudah berjanji.”

“Kapan?” Aku menatap lurus ke arah matanya.

Wajahnya yang pucat membuatku sangat bahagia. Sembarang saja dia meraih serbet dan membasuh wajahnya. Dia tampak gugup. Carlos bisa merasakan ketegangan yang merusak batinnya. Hal yang sama seperti yang dirasakan adikku ketika Carlos dengan sepihak membatalkan pernikahan.

“Bukankah kita telah merencanakan ini semua sejak . .”

“Kita?”

Aku berdiri merapikan black mini dress yang ku kenakan, berjalan menjauh darinya.

“Fia!”

“Kau pikir hubungan apa yang kita jalani?”

Wajahnya terlihat sangat ketakutan. Cincin berlian yang sejak tadi digenggamnya kini tergeletak pasrah di lantai. Ke dua orang tuanya yang baru tiba tampak kebingungan. Aku tersenyum santai meninggalkan aura kesedihan di ruangan tersebut. Malam yang sangat indah.

Ayah tidak pernah mengajarkanku untuk membalas dendam, tetapi hidup yang mengajarkanku semuanya. Dan ketika bersamanya aku memutuskan untuk mengubur beberapa topengku. Melangkah dengan satu kepribadian lain. Aku, Fia.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..