Kamis, 26 April 2012

BSO - BLOGGER SHOUT OUT

Read More..

IKE IKE IKE SEIGAKU


(source : google)





- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 24 April 2012

DUCHESS

Love and obedience

Bangunan rumah itu masih kokoh meskipun tampak rapuh. Bebatuan yang menjadi tonggak rumah itu berdiri terlihat mulai dipenuhi lumut yang hijau dan berlendir. Barisan tumbuhan liar pun merambat dengan indah di sekitar rumah itu. Sebuah penggambaran akan rumah yang tak berpenghuni. Namun tahukah kau bahwa rumah itu kini dihuni seorang duchess yang sangat cantik ? Seorang duchess dengan wajah bak puteri negeri dongeng. Dia tinggal bersama tiga orang putrinya yang juga cantik serta seorang pelayan pria dan juru masak wanita.

Kisah ini pun dimulai . . . .

***

“Anthony, apa semua undangan yang kuminta sudah kau sebar?” tanya Duchess Rosemary dengan dagu terangkat.

“Sudah Nyonya” jawab Anthony dengan setengah membungkuk.

“Bagus. Persiapkan semua yang dibutuhkan untuk pesta malam ini. Pastikan semua berjalan lancar termasuk hal itu” Duchess Rosemary memberikan penekanan yang sangat dalam pada kata terakhir yang dia ucapkan.

“Baik Nyonya”

“GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!”

Teriakan seorang gadis menggema di seluruh penjuru rumah. Duchess Rosemary hanya menghela napasnya. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Tak heran jika penghuni rumah yang berjumlah enam orang ini tidak tampak terkejut.

“Tenangkan Lilian”

Mendengar perintah itu, Anthony lalu bergegas menuju kamar Lilian. Lilian adalah anak ke dua dari Duchess Rosemary. Rambutnya yang panjang dan lurus selalu dibiarkan tergerai menyelimuti tubuhnya yang ramping. Sejak kecil Lilian sudah tergila – gila dengan tengkorak. Kamarnya dipenuhi dengan koleksi tengkorak yang entah darimana dia memperolehnya.

“Ada apa Nona?”

“Kau lihat ini Anthony??? Jeremyku retak” Lilian mengangkat sebuah tengkorak dengan wajah yang mendung.

“Nona . . .”

“Jeremymu memang sudah retak daridulu ! Dia tewas dengan pukulan dikepalanya yang tak berotak itu” timpal Iris, anak tertua dari keluarga ini.

“Ah iya” Lilian lalu mengangguk dan kembali tersenyum.

Anthony menggelengkan kepala melihat tingkah anak ke dua dari keluarga ini. Hampir sepuluh tahun dia mengabdi pada keluarga ini. Ketika berumur 17 tahun, dia kabur dari panti asuhan tempatnya dibesarkan. Ditengah kegundahan untuk terus berjalan atau kembali ke panti, dia bertemu dengan Duchess Rosemary. Sang Duchess lalu mengajaknya pulang ke rumahnya dan meminta Anthony untuk menjadi pelayannya. Kecantikan serta sikap baik sang Duchess membuat Anthony luluh. Sepuluh tahun berlalu dan kini Anthony terus memberikan pengabdiannya pada sang Duchess serta ketiga putrinya yang cantik jelita. Segala tingkah laku putri sang Duchess pun telah dihafalnya.

“Anthony, boleh aku meminta bantuanmu?” tanya Iris dengan wajah bersemu.

My pleasure, Nona”

Anthony lalu mengikuti Iris menuju kamarnya. Iris memang terlahir sebagai gadis bangsawan yang sempurna. Perangai dan hobinya jauh berbeda dari Lilian serta Jasmine. Jika Lilian suka segala sesuatu yang berbau gothic maka, Iris menyukai hal yang lembut dan indah. Jika Jasmine suka berteriak dan berlari selayaknya seorang anak lelaki, maka Iris adalah kebalikannya.

“Aku ingin melukismu”

Iris menata dengan baik peralatan lukis serta kanvas dengan disebuah meja bundar. Anthony tersenyum dan mengikuti Iris menuju balkon kamar.

Jasmine menatap Iris dengan tajam dari taman rumah. Dia melihat raut wajah Iris yang berubah aneh. Sesuatu yang janggal terlihat disana. Jasmine sama sekali tidak cemburu melihat kedekatan Anthony dan Iris namun ada sesuatu yang lain di dalam pikirannya.

Jasmine merupakan anak bungsu dari keluarga ini. Dia adalah tipikal gadis yang lebih pantas disebut sebagai kembaran tak nyata sang Duchess. Perangainya memang jauh berbeda dengan sang Duchess namun pemikirannya sama seperti sang Duchess.

“Ibu harus tahu ini” gumam Jasmine.

*

Alunan musik waltz mengalun tenang diantara gemerlap lampu pesta. Anthony sibuk menemani Iris menemui teman – temannya yang datang ke pesta itu. Entah sejak kapan Iris terlihat ingin menguasai Anthony.
Malam itu Iris mengenakan gaun merah mengembang yang sangat indah. Gaun tersebut memiliki potongan yang tidak simetris dibagian bawah dengan hiasan renda berwarna senada.

“Kamu mirip sekali dengan Ibumu” puji orang – orang yang hadir ke pesta itu.

Iris tersenyum bangga. Ibunya cantik dan sangat dipuja di kota ini. Jika dia dikatakan mirip seperti Ibunya, sudah dipastikan kecantikan mereka pun sama.

“Kau dengar itu Anthony? Mereka bilang aku mirip Ibu” Iris tersenyum pada Anthony.

Anthony hanya mengangguk. Matanya terarah pada sang Duchess yang tersenyum di tengah keramaian. Duchess Rosemary menggunakan gaun berwarna hitam, tak seperti biasanya. Mungkin karena anak tertuanya telah menggunakan baju merah yang menjadi warna kesukaannya atau mungkin karena Duchess Rosemary ingin mencoba sesuatu yang baru. Satu hal yang pasti, gaun berwarna hitam yang dikenakannya membuat kecantikannya semakin terlihat.

“Anda cantik sekali nyonya” Anthony menghampiri sang Duchess.

Duchess Rosemary tersenyum dan melihat ke sekelilingnya “dimana Iris?”

“Entahlah” jawab Anthony asal.

“Ah, biarkanlah dia. Aku sudah memilih beberapa orang yang tidak terlalu mencolok. Bunga hitam yang mereka bawa, itu tandanya. Sekarang laksanakan tugasmu”

“Bunga hitam?”

“Ya, aku sudah mulai membenci warna merah”

*

Ruangan pesta kembali tertata rapi. Jejak pesta beberapa jam yang lalu sudah tidak nampak lagi disana. Rumah bebatuan yang tadinya rame menjadi sunyi kembali. Sudut – sudut ruangan tampak lelah dan telah bersemanyam dengan waktu istirahat yang pekat berselimut malam gelap.

Sementara itu di ruang bawah tanah yang lembab dan berbau busuk, tampak ke enam penghuni rumah yang sibuk dengan kegiatan mereka masing – masing.

“Dua orang wanita muda, masih perawan. Dua orang pria, masih perjaka. Tiga anak kecil berumur lima tahun” sang Duchess melihat tujuh orang yang terkulai dihadapannya.

Mereka adalah tamu pesta yang diundang oleh sang Duchess. Pesta yang memiliki makna terselubung. Semua telah diatur sedemikian rupa hingga tak ada seorang pun yang tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

Duchess Rosemary mengambil sebilah pisau dan menancapkannya ke tembok. Dia berjongkok perlahan mendekati ke tujuh orang tersebut, memeriksa denyut nadi mereka.

“Organ mereka harus tetap bagus. Kuliti satu per satu” perintah Duchess Rosemary.

Anthony dan juru masak wanita yang berada disitu pun mengangguk. Duchess Rosemary bersama ke tiga putrinya duduk di pojok ruangan sambil memperhatikan ke dua budak mereka bekerja.

Pertama, mereka mulai menguliti tubuh ke tujuh orang yang tampak tertidur pulas namun tak bernyawa itu. Kulit mereka yang mulus disobek perlahan dengan pisau kecil yang tajam. Daging tampak mencuat dari sayatan yang ditorehkan.

Beberapa jam pun terlewati, organ – organ pilihan telah tertata rapi di meja. Duchess Rosemary dan Jasmine tampak bahagia melihat organ dalam yang disusun di meja. Sementara Lilian membersihkan tulang – tulang yang berserakan dilantai dan Iris tetap diam di sudut ruangan.

“Ibu, bisakah dipercepat? Jika ingin memakan semua itu, jangan disini. Aku sudah tidak tahan lagi di ruangan ini” gerutu Iris.

Jasmine menatap Iris dengan tajam lalu berkata “ sejak kapan kamu boleh memerintah Ibu? Merasa sudah hebatkah?”

“Diam kau anak bungsu !”

“Sudahlah Jasmine, Iris. Hentikan semua itu”

Duchess Rosemary mengangkat tangannya yang putih lalu memberi isyarat pada Anthony dan juru masak wanita untuk membereskan itu semua.

“Kita ke atas”

Duchess Rosemary, Jasmine, dan Iris naik ke ruang tengah sementara Lilian dibiarkan menikmati kebahagiaannya. Tulang – tulang itu akan menjadi koleksi terbarunya.

Ya, keluarga ini memang aneh. Aneh dalam arti yang memang sebenarnya. Setahun sekali mereka akan mengadakan pesta yang cukup meriah. Tujuan pesta itu untuk membagi kebahagiaan keluarga tersebut pada penghuni kota sekaligus berkenalan dengan lebih dekat. Maklum penduduk kota memang terlihat individualis. Banyak penduduk yang datang ke pesta tersebut karena diliputi rasa penasaran akan pesta yang dirancang oleh seorang wanita bangsawan cantik kota tersebut. Terlebih lagi semua penduduk diundang, tanpa mengenal status mereka.

Namun mereka tidak tahu bahwa dibalik itu semua tersimpan sebuah rahasia yang aneh. Keluarga Duchess ini setiap tahun akan mengorban tujuh nyawa untuk memuaskan napsu aneh mereka. Sang Duchess mengajarkan anak mereka untuk menikmati organ dalam para pengunjung pesta. Menurut sang Duchess organ dalam tersebut dapat membuat mereka menjadi semakin cantik dan muda.

“Selalu nikmat” kata Jasmine sambil menyuapkan hidangan tersebut ke mulutnya.

Iris hanya mengangguk menyetujui dan memotong hidangan dihadapannya dengan tenang. Dari sudut meja Duchess memperhatikannya dengan mata dipicingkan. Dia tampak tidak suka melihat tingkah anaknya tersebut.

*

“Anthony, biarkan aku yang bicara pada Ibu” Iris memecah keheningan diantara dia dan Anthony.

“Tapi Nona . . .”

“Kenapa? Aku kan suka sama kamu dan itu yang penting”

Anthony hanya terdiam mendengar perkataan Iris. Iris memang cantik dan anggun namun Anthony tidak menyukainya sama sekali. Tapi jika dia menolak permintaan Iris semua yang selama ini dia jalani akan kacau. Pada akhirnya Anthony pun hanya pasrah pada permintaan Iris.

“Ada apa ini?” Jasmine dan Duchess Rosemary muncul mendadak.

“Aku menyukai Anthony, boleh aku menikah dengannya?” kata Iris tanpa tedeng aling – aling.

“HAH!!!” reaksi keras muncul dari Jasmine “kau ini bodoh atau apa?!”

“Sudahlah Jasmine, biarkan kakakmu melakukan apa yang diinginkannya” sela Duchess Rosemary.

Iris tersenyum semangat mendengar ucapan Ibunya barusan. Secara tidak langsung Duchess Rosemary telah menyetujui hal yang diinginkannya. Iris lalu memeluk Anthony yang tampak pucat dan tidak setuju.

*

Malam berkabut menyelimuti rumah Duchess Rosemary. Angin menelisik diantara kisi – kisi jendela dan menembus kulit Iris yang tertidur pulas. Dia sedang bermimpi mengadakan pesta pernikahan dengan Anthony di taman rumah mereka.

Ketika Iris sedang menikmati mimpi indahnya, seseorang mengendap – endap ke dalam kamarnya. Orang tersebut menggenggam dua bilah pisau dikedua tangannya. Tangannya yang kanan memegang sebilah pisau bermata tumpul, sedangkan ditangan kirinya tampak sebilah pisau yang terasah tajam dan mengkilat.

Sreettt . . .

“AAAAAAAAWW!!”

Suara goresan pisau tumpul beradu dengan teriakan Iris. Iris membelalakkan matanya seketika, terpaksa bangun karena rasa sakit.

Teriakan itu menganggetkan seluruh penghuni rumah. Mereka berbondong – bondong berlari ke arah kamar Iris.

Braaaakkkkkk . .

“Iris !!”

Duchess Rosemary teriak sambil melihat anaknya yang tersudut dan menangis. Seseorang yang mereka kenal berdiri dihadapan Iris dengan wajah yang bengis. Orang itu adalah Anthony. Anthony menancapkannya pisaunya yang bermata tajam ke arah dada Iris yang terus melafalkan kata maaf.

“Aku tidak menyukaimu” itulah kata yang akhirnya terucap dari mulut Anthony ketika Iris menghembuskan napas terakhirnya.

Duchess Rosemary dan Jasmine hanya tersenyum melihat Anthony. Mereka berdua berjalan mendekati Anthony sambil mengacungkan jempol.

“Sepantasnya dia pergi dan ini cepat sekali. Kau tahu Anthony harusnya kau menyiksanya lebih dalam lagi” gumam Jasmine.

“Ya, Jasmine benar. Hal ini tidak sebanding, anak tak tahu diri yang terus saja mengikutiku dan itu sangat memuakkan” kata Duchess Rosemary geram, lalu melanjutkan “Tapi setidaknya dia sudah tidak ada lagi di istana ini”

Lilian yang datang bersama juru masak terkegut. Lilian berteriak histeris dan menangis menatap kakaknya. Duchess Rosemary yang kesal dengan teriakan itu lalu merebut pisau yang dipegang Anthony dan melemparkannya ke arah Lilian. Lilian pun meregang nyawa.

“Anak ini terlalu berisik, Anthony tolong urus dua anak ini”

Anthony kembali menguasai dirinya dan tersenyum lalu berkata “baik nyonya”

***
Bangunan rumah itu masih terlihat kokoh dan seram seperti biasanya. Setiap orang tahu bahwa rumah itu kini dihuni oleh seorang Duchess dan dua orang pelayannya. Enam bulan yang lalu ke dua anaknya dikabarkan meninggal karena diserang oleh perampok sementara anak bungsunya telah pindah ke sebuah kastil di kota lain. Meski telah berpisah, anak bungsu sang Duchess tersebut tetap meneruskan pesta tahunan yang selalu diadakan oleh sang Duchess di kastilnya sendiri.

Kisah lain pun masih terus berlanjut . . .


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Senin, 23 April 2012

BLOODY FANG #6


Confuse Fang

Previously (chapter sebelumnya) :


Algeron terpaku mendengar suara Charlotte yang bergema di ruangan tersebut. Algeron berdiri tegap lalu menatap Charlotte.

“Auranya beda” batin Algeron.

Dalam sekejap Charlotte telah berdiri dihadapan Algeron. Salah satu tangan Charlotte telah berhasil membentuk sebuah garis lurus tepat di leher Algeron “aku . . aku percaya padamu tapi lihat apa yang kau lakukan pada Ibuku”

“C-Charlotte dengarkan . .”

“Diam !!” Charlotte merapatkan tangannya pada leher Algeron. Algeron bisa melihat kemarahan yang sangat dalam pada diri Charlotte dan entah hanya perasaannya saja atau mungkin memang benar, mata Charlotte perlahan menjadi putih. Disisi lain Andromeda tersenyum lalu membatin “Bagus sekali”

“Charlotte” rintih Edwin.

Otomatis mata Charlotte menatap Edwin yang terkapar. Ada rasa iba dan sedih yang aneh di dada Charlotte. Seketika itu pula sebuah gumpalan asap putih menyeruak di seluruh ruang.

Buuuukkk Buuuuuukkkkkkk . . .

“Ayo kita pergi “ bisik seorang pria.

***

Bau rumput basah masih bisa tercium di sela – sela pagi yang dingin. Seorang wanita berambut hitam tampak sedang sibuk memasak sarapan.

“Nanny . . .” sapa seorang pria.

Wanita berambut hitam itu tersenyum lalu berkata, “dia dikamar, sebaiknya kalian kesana sebelum dia . . .”

“Baik, aku tahu”

Pria itu berjalan ringan ke arah kamar atas. Sebuah teriakan amarah membuat langkahnya dipercepat.

“Dia sudah bangun” batin pria itu.

“KALIAN PEMBUNUH !! MANA IBUKU !!!” Charlotte berteriak dan menerbangkan berbagai macam benda.

“Luthor . .”sapa Algeron saat seorang pria bermata biru teduh masuk ke kamar.

“Aku tahu Reamus” Luthor memegang pundak Algeron “biar ku atasi. Bisakah kau panggil Edwin kesini?”

Algeron mengangguk dan menatap Charlotte sekilas lalu pergi. Luthor dengan senyum mengembang mencoba mendekati Charlotte. Mata Charlotte yang semula berwarna biru muda perlahan menjadi putih.

“Ini tidak baik” batin Luthor.

“SIAPA KAU !! MANA IBUKU!!” teriak Charlotte. Tubuhnya digerak – gerakkan dengan sekuat tenaga sementara ikatan kedua tangannya terus bergoyang – goyang.

“Kita belum sempat berkenalan Charlotte. Aku, Ayahnya Edwin”

Seketika itu pula Charlotte terdiam, matanya perlahan menjadi biru kembali. Dia menatap Luthor dengan seksama. Pria dihadapannya memang mirip dengan Edwin, bertubuh kekar dengan warna kulit coklat. Hanya saja pria yang berada dihadapannya kini memiliki rambut yang lebih panjang dan mata yang teduh.

“Sudah ku duga” batin Luthor.

“Dimana Ibuku?” tanya Charlotte dengan nada yang lebih sopan.

“Dia, ada disini”

“....”

“Dia diruangan bawah. Jangan berprasangka buruk dulu padaku” Luthor segera menambahkan dengan cepat karena melihat ekspresi Charlotte yang berubah, kemudian melanjutkan “Semua hal berjalan dengan tidak semestinya untukmu. Bisakah kau sedikit tenang?”

Charlotte tampak ragu mendengar ucapan Luthor. Dia sudah letih dengan segala macam hal baru yang diterimanya tapi ketika menatap mata Luthor yang biru teduh, secara otomatis kepalanya mengangguk. Dia telah merasa ditipu kesekian kalinya dan masih bisa bertahan hingga kini. Dan jika pria dihadapannya kini menipunya lagi seperti Algeron, sepertinya itu tidak akan menjadi masalah. Charlotte tahu dia telah terbiasa dengan hal ini.

“Aku akan kembali sebentar lagi. Edwin akan menemanimu”

Dada Charlotte berdegup kencang saat mendengar nama Edwin. Tidak dapat disangkalnya, sampai detik ini pun dia masih menyayangi Edwin. Meskipun Edwin telah membunuh ketiga wanita yang dianggapnya saudari dan bahkan akan membunuh dirinya.

“Aku hampir lupa, buku ini . . sebaiknya kau membacanya hingga selesai”

Luthor menerbangkan buku itu dengan santainya. Charlotte tertegun sesaat melihat hal itu.

“Dia bisa melakukan sihir?”

*

“Ayahmu ingin kau menemuinya”

“Kenapa?”

“Kau berpura – pura tidak peduli” celetuk Lanny dari seberang meja.

“Cih . .” Edwin kembali menyuap cream soupnya.

Nanny menghidangkan semangkuk cream soup untuk Algeron lalu berkata,”Tidak ada yang salah dengan cinta kalian. Ingat kata Ayahmu dan sebaiknya lupakan pertemuan awalmu dengan komplotan serigala yang tidak berguna itu”

Edwin terdiam dan mencerna perkataan Nanny. Dia mengerti maksud dari perkataan itu.  Seketika otaknya berputar dan kembali mengingat semua kejadian yang sudah terjadi. Entah mengapa semua itu berjalan sesuai dengan skenario. Orang tua Charlotte meninggal, hubungan Charlotte dan Edwin terancam, dan pada akhirnya semua berjalan seperti saat ini, Charlotte mendapatkan kekuatan yang tidak seharusnya didapatkannya.

Kejadian semalam cukup sebagai bukti bahwa semua ini memang telah dirancang. Dirancang oleh siapa? Tentu saja oleh orang yang tidak punya hati, Atheos dan Andromeda. Mereka mengatur semua hal berjalan seperti saat ini. Mereka ingin, Charlotte yang masih lugu dan tidak tahu apa – apa mendapatkan kekuatan magis campuran darah dua keluarga.

Charlotte sengaja dibiarkan hidup ditempat terpencil agar tidak mengetahui apapun yang terjadi pada keluarga Louis dan Sparks. Sejak diketahui bahwa Andromeda mengandung anak dari Fian yang tidak lain adalah keturunan keluarga Sparks, rencana untuk mendapatkan kekuatan magis itu sudah ditetapkan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan adanya rasa cinta yang tumbuh diantara Edwin dan Charlotte, sebuah rencana baru kembali disusun.

Charlotte dibiarkan mengetahui semua kenyataan pahit tentang dirinya dan Edwin agar kekuatannya bisa dengan cepat muncul. Rencana tersebut disusun sedemikian rupa oleh Atheos dan Andromeda dengan melibatkan beberapa anggota keluarga Sparks. Tentu saja keterlibatan anggota keluarga Sparks bukanlah keinginan dari dasar hati melainkan sebuah hipnotis yang dilakukan Andromeda.

“Baru ada seorang Ibu seperti dia” kata Nanny ketus.

“Dia bukan seorang Ibu. Lagipula, seperti kata Paman semalam dan penjelasan dari si kembar sialan itu. Yang dia inginkan dari Charlotte adalah kekuatannya. Menurut analisisku, dia mendekati Paman Fian juga demi mendapatkan kekuatan itu”

“Bisa jadi” celetuk Luthor yang tiba – tiba muncul “kalian sudah tahu seperti apa mereka. Sebenarnya sejak dulu dua keluarga ini telah berdamai tapi entah bagaimana ketika Atheos muncul, semuanya berubah. Dia seperti titisan Paula”

“Dan Ayah selama ini diam serta bersembunyi dariku ?!” kata Edwin ketus. Dia masih kesal dengan apa yang dilakukan Ayahnya.

“Ayah melakukan ini agar Atheos tidak curiga. Lagipula masih ada Algeron dan Lanny yang bersamamu kan?”

Edwin membulatkan matanya pada Lanny dan Algeron.

“Aku tidak tahu apa – apa” kata Lanny.

“hahahahha, Lanny benar. Dia memang tidak tahu apa – apa tapi insting dan kehati – hatiannya selalu bisa membantumu. Persis dengan apa yang terjadi semalam. Dia bisa menggunakan bola asap putih disaat keadaan terjepit seperti itu”

Lanny hanya tersenyum.

“Bagaimana dengan Charlotte, Luthor?” tanya Algeron.

“Dia mulai tenang ketika mendengar nama Edwin” Luthor tersenyum menatap Edwin “ dia masih menyukaimu. 
Temuilah dia dan ceritakan perlahan – lahan apa yang sebenarnya terjadi”

Edwin tampak ragu dan menatap cream soupnya dengan bimbang.

“Bawakan ini untuknya kalau kau tidak tahu bagaimana memulai” Nanny menyodorkan sebuah nampan yang lengkap dengan cream soup, roti, serta susu.

Edwin masih ragu.

“Biar aku saja kalau dia tidak bisa” cetus Lanny.

“Aku saja” Edwin dengan cepat menyambar nampan tersebut.

Lanny tersenyum mengejek. Dia tahu bahwa Edwin masih sangat menyayangi Charlotte. Dia sengaja memancing Edwin agar mau membawakan Charlotte sarapan.

“Algeron, jangan temui Charlotte dulu. Dia pasti akan berubah menjadi ganas dan aku tidak suka itu. Kau bisa lihat matanya? Mata putihnya sudah muncul. Ini pertanda buruk”

*

Edwin sedikit canggung mendekati Charlotte. Dia membuka pintu kamar dengan sangat perlahan. Charlotte yang sedang asyik membaca buku tampak tidak menyadari kehadiran Edwin.

“Ehem”

Charlotte terkesiap, dia menurunkan buku yang baru saja dibacanya. Matanya terpaku pada mata Edwin. Ada setitik rasa gugup yang menghampirinya. Rasa gugup yang membahagiakan, berbeda dengan rasa gugup yang sebelumnya muncul.

“Aku mau mengantarkan sarapan . .” Edwin menyodorkan nampan yang dipegangnya. Dia tampak iba melihat Charlotte yang terikat. Dia melepaskan ikatan itu dengan sangat hati – hati. Charlotte hanya bisa terpaku menatap Edwin yang dengan lihai melepaskan ikatan tersebut.

“Maaf semua seperti ini . . aku . .”

“Aku juga minta maaf” potong Charlotte lalu menyuapkan sesendok cream soup ke mulutnya.

Cinta memang seperti ini, sebesar apapun kesalahan yang pernah dibuat selalu ada kata maaf dan memaafkan yang terselip disana.

“Makanlah dulu, aku . . . aku . . . sebaiknya aku pergi”

Charlotte menarik tangan Edwin dengan cepat lalu berkata, “jangan . . aku mohon tetap disini dan jelaskan tentang ini” Charlotte membuka buku yang dipegangnya dan menyodorkannya pada Edwin.

Edwin menghela napas panjang, dia tahu cepat atau lambat Charlotte pasti akan menanyakan hal ini. Edwin kemudian menceritakan tentang semuanya. Tentang semua hal yang membuat dua keluarga ini bersitegang, tentang Paula dan Eugene.

“Aku tahu, Ibu telah menceritakan semuanya. Tapi yang membuat aku bingung, dibuku diary ini tertulis bahwa Ibuku adalah orang yang jahat”

Edwin terdiam sesaat, dia tidak tahu harus berkata apa. Buku itu adalah diary dari seorang pelayan keluarga Louis. Dibuku itu tertulis jelas bagaimana bengisnya Atheos membunuh anaknya sendiri – Aura – karena telah menjalin hubungan dengan Algeron, demi mendapatkan Algeron sebagai aliansinya.

“Itu . . . mungkin sebaiknya kita bertanya pada Ayah dan Algeron” jawab Edwin sambil memalingkan wajahnya.

Air wajah Charlotte berubah merah padam mendengar nama Algeron disebutkan. Dia masih menyisakan sekeping amarah. Tapi, jauh dilubuk hatinya dia sangat ingin mengetahui kebenaran yang ada.

*

“Tidak ! Jadi, aku juga memiliki darah keluarga ini?” Charlotte menatap Algeron dan Luthor secara bergantian.

Luthor mengangguk lalu menjentikkan jarinya. Sebuah kertas polos dan pulpen berbulu angsa melayang ke jemarinya yang panjang. Luthor menggerakkan pulpen berbulu angsa tersebut dengan santainya.

“Ini silsilah keluarga Louis dan Sparks”

Charlotte memperhatikannya dengan seksama. Ada sebuah garis merah yang membentang dari sebuah kotak yang bertuliskan nama Andromeda Louis dan Fian Sparks. Charlotte tahu arti garis merah tersebut, hubungan suami-isteri. Seketika dia mengingat nama Fian. Nama yang dia temukan difoto usang.

“Aku tahu dia ibumu dan adik iparku tapi aku tidak memungkiri kenyataan bahwa dia sama jahatnya dengan Paula serta kakekmu. Dan maafkan aku yang terpaksa mengatakan bahwa mereka hanya memanfaatkanmu.” Luthor menatap tajam ke dalam mata Charlotte saat mengatakan hal tersebut.

Pikiran Charlotte kalut seperti belum siap menerima semua yang dia dengar dan alami. Dia merasa sangat muak dan lelah menghadapi segala konflik di dalam kedua keluarga ini.

“Kami hanya ingin kau tahu kenyataan ini. Kau sudah dewasa dan bisa menilai mana yang benar dan tidak. Kami juga ingin meminta bantuanmu” kata Algeron berhati – hati.

Charlotte terdiam seraya menatap Algeron, entah mengapa dia merasa sangat benci dengan kata – kata ‘meminta bantuan’.

“Kau pikir aku apa? Alat tempur kalian??!” bentak Charlotte.

“Charlotte” Edwin menarik tangan Charlotte yang terkepal kedalam genggaman tangannya.

Charlotte terlihat tenang dan tertunduk lesu. Luthor memanggil Nanny dan memintanya untuk menghidangkan honey lemon agar suasana diruangan tersebut bisa lebih tenang sementara Luthor mengatakan rencananya untuk menghentikan Atheos dan Andromeda.

***

Andromeda mengerang kesal dibalik jeruji berlumut dan lembab. Amarahnya memuncak sejak pertama kali dibawa ke ruang tahanan keluarga Sparks.

“Kalian pikir kalian siapa? Kalian pikir KALIAN SIAPA !!!!!!”

Andromeda terus menggerakkan rantai yang mengekang gerakannya. Rambutnya yang panjang terlihat semakin kusut, kontras dengan wajahnya yang putih pucat dan bengis.

“Ibu, tenanglah” sebuah suara menghentikan teriakan Andromeda.

“Charlotte kaukah itu?”

Seorang gadis berambut kuning emas tersenyum dan muncul dari balik temaran cahaya lampu diruang tahanan itu. Andromeda menengadahkan kedua tangannya yang kurus putih diantara jeruji, mencoba meraih Charlotte yang berada diseberangnya. Tanpa diduga, Charlotte memejamkan ke dua matanya lalu menghempaskan jeruji tersebut dengan kuat.

Beberapa detik berikutnya Charlotte dan Andromeda telah berlari menjauh dari kediaman keluarga Sparks. Andromeda memegang erat jemari Charlotte. Ada perasaan senang dan bergemuruh dihatinya yang sulit untuk diungkapkan. Hanya satu hal yang pasti, dia tahu inilah saat yang tepat untuk menghancurkan keluarga Sparks dan membawa Charlotte kehadapan Atheos, sekali lagi.

Sementara itu disebuah ruangan yang sepi, dua orang pria tepekur didepan jendela menyaksikan langkah panjang Charlotte dan Andromeda.

“Mereka telah kabur, Luthor”

“Aku tahu itu Algeron, siapkan semuanya dan mari kita akhiri. Ini adalah waktu yang tepat setelah berpuluh – puluh tahun kita menunggu”

continue . . .


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 18 April 2012

TEA AND LATTE


untuk setiap perbedaan yang terlihat indah dari sudut pandangku

Ada sebuah bias tawa dari ucapan yang dilontarkan oleh mulutmu. Aku menatapnya ragu dalam diam. Kadang aku berpikir bahwa kita terlalu berbeda bahkan sangat berbeda. Kau menginginkan hidup di tengah kesunyian dunia sementara aku menginginkan hentakan dunia dan berada diantara keramaian dunia itu sendiri.

Sekali lagi kau tertawa menanggapiku yang cemberut disudut ruang.

"Bisakah kau berhenti tertawa seperti itu?"

Aku merajuk sambil meneteskan bulir - bulir airmata. Kenapa manusia selalu tertawa diantara keseriusan? Aku benci melihat ini berulang kali.

Jemarimu merangkulku yang terisak. Ada rasa hangat yang mengalir diantara sendi tubuhku.

"Aku tertawa karena semua itu lucu. Sadarkah kau perbedaan ini membuat kita menjadi dekat? Darimu aku belajar banyak hal, aku tidak menyukai caramu mencium aroma latte tapi aku suka melihatmu tersenyum ketika secangkir latte mendarat ditanganmu. Aku pun tahu kau tidak  suka melihatku menyeduh teh tapi kau tetap disana mendengar ceritaku tentang teh bukan? Pada akhirnya banyak hal yang kita pelajari. Kita bisa saling menghargai dan mengerti apa itu ketulusan menerima. Terlepas dari semua pertengkaran karena perbedaan itu. Lihatlah dari sudut pandang yang berbeda."

Aku terpaku mendengar kata - kata yang kau ucapkan. Memang benar, tidak seharusnya aku melihat ini semua dengan menyakitkan. Tidak seharusnya pula aku menangis mendengar ucapan mereka disana. Orang - orang itu tidak tahu apa yang mereka anggap tahu. Mereka melihat dari sudut pandang yang berbeda, sudut pandang yang telah meracuniku. Sekarang aku harus melihat ini semua dari sudut pandangku. Sebuah kebahagiaan itu mutlak berasal dari dasar hati. Dan perbedaan ini hanya sebuah kebahagiaan luar yang tidak akan bisa mengusik kebahagiaan mutlakku.

Aku kini tersenyum kemudian berjalan ke arah dapur. Tea and Latte di pagi hari.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 17 April 2012

BLOODY FANG #5



Sadly fang

Previously (chapter sebelumnya) :


Derap langkah kaki panjang bergema di segala penjuru. Sebuah bola mata hitam mengkilat tajam dibalik remang – remang. Satu sapuan ringan dari jari – jari putih panjang membuat jejeran obor di ruangan gelap tersebut menyala lebar. Pria itu menyeringai lebar melihat siluet seorang wanita yang berdiri didepan sebuah kerangkeng.

“Grandpa” kata Andromeda sambil memeluk pria putih dihadapannya.

“Lihat kulit pucatku yang mulai berkerut ini dan lihat wajahmu” pria itu memegang wajah Andromeda dengan lembut.

Andromeda meraih cermin kecil dengan sekali sapuan tangannya. Sebuah kerutan mulai tampak di dahi dan pinggir bibirnya.

“Ah kulit remajaku” desis Andromeda.

Pria yang berdiri disamping Andromeda tersenyum dan berkata “ sebaiknya tangkapanmu bagus buat malam purnama ini “

“Well, bagaimana kalau darah keluarga Sparks. Ada Edwin dan Lanny serta si kembar bodoh” kata Andromeda dengan mata berkilat kejam.

“Tidak, mereka pemeran utama malam ini lagipula aku masih membutuhkan mereka untuk beberapa hal”
Andromeda tertawa keras lalu berjalan ke arah kerangkeng dihadapannya. Dua pasang mata merah tampak ketakutan. Tubuh kecil berbulu yang ringkih tampak gemetar dibalik pelukan seorang pria kekar.

“Sepupu keluarga Sparks, mereka keluarga jauh. Mereka tinggal diperbatasan”

“Oke cukup buatku, anak mereka bisa kau jadikan santapan pembuka untuk Charlotte. Ingat, ini malam purnama muda dan Charlotte harus mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan”

***

Angin berdesir ringan menerpa gorden putih sutra. Charlotte berdiri disamping jendela itu dengan gemetar karena melihat tulisan dibalik foto yang dia pegang. Foto ibunya bersama seorang pria dan nama pria itu Fiandra Sparks.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ibu bisa mengenal pria ini?” batin Charlotte.

“Charlotte sayang?” suara Andromeda mendahului ketukan pintu.

Charlotte terkesiap lalu dengan cepat menyembunyikan foto yang ditemukannya. Saat Andromeda memasuki kamar, Charlotte dengan sekuat tenaga bersikap seolah tidak terjadi apa – apa.

“Makan malam sudah siap”

“O-oke”

“Ada apa?” kata Andromeda seraya meraba kening Charlote, “apa kau sakit?” lanjut Andromeda.

“Tidak kok Bu, aku cuma takut sama emm sama bulan purnama. Ibu tahukan bulan purnama membuatku ingat akan Edwin”

Andromeda tersenyum dan mengusap rambut Charlotte lalu berkata “suatu saat kau akan sangat menyukai bulan purnama”.

Charlotte menatap Andromeda dengan heran. Dia mencoba menerjemahkan perkataan Andromeda barusan namun yang didapatnya hanyalah sebuah tatapan kosong dari Andromeda. Andromeda mengusap rambut pirang Charlotte sekali lagi dan mengajaknya ke ruang makan. Aroma masakan berbumbu tercium nikmat disegala penjuru ruangan. Perut kecil Charlotte berbunyi renyah.

“Kau sudah lapar”

Charlotte tersenyum dan meraih sepiring nasi yang diberikan Andromeda.

“Apa ini?” tanya Charlotte sambil menunjuk masakan daging berbumbu merah.

“Ah itu masakan khas keluarga Louis. Tadi Ibu coba memasaknya, yah siapa tahu kau suka”

Charlotte mengangguk dan menyuapkan sesendok kecil daging berbumbu merah itu.

“Bagaimana?” tanya Andromeda.

“Rasanya aneh tapi enak”

Andromeda tersenyum aneh menatap Charlotte.

“Makan yang banyak sayang, kamu akan sangat membutuhkannya”

*

Edwin menggeliat di dalam tahanan. Tangannya digerakkan sedemikian rupa berharap agar rantai besi yang melilitnya bisa terlepas.

“Sudahlah Edwin, hentikan usahamu itu. Istirahat sejenak.” Kata Lanny dari sudut ruangan.

“Ini kesempatan kita, lihat bulan purnama itu”

“Dan lihat juga siapa lawanmu” sambung Lanny.

Edwin mendesah dan merapatkan tubuhnya ke tembok bata. Matanya yang biru tua menatap Phoebee dan Phoeboo yang siap siaga di luar tahanan. Dia tidak habis pikir, Phoebee dan Phoeboo bisa terpedaya oleh Andromeda. Keputusan Luthor –Ayahnya- untuk memilih Phoebee dan Phoeboo sebagai orang yang bertanggungjawab untuk menangkap Andromeda ternyata salah. Edwin kemudian mengingat perkataan Algeron padanya, “jangan percaya orang yang berurusan dengan Andromeda kecuali hatimu benar – benar yakin. Dia itu perempuan licik”

Edwin kini percaya perkataan Algeron tersebut. Dia bisa melihat ke dua anggota keluarganya dengan gampang terpengaruh bujukan Andromeda dan balik menyerangnya.

“Biarkan saja mereka” kata Lanny sambil menatap Phoebee dan Phoeboo.

“Ck aku tahu, sekarang apa yang harus kita lakukan? Rencanamu selalu cemerlang dan berhasil”

“Ralat tidak selalu berhasil” potong Lanny.

“Oke, jadi apa rencanamu?”

“Diam dulu disini. Jangan menatapku seperti itu, aku tahu apa yang aku katakan. Aku yakin mereka tidak akan membunuh kita, well mungkin untuk saat ini”

“Hah, semoga saja” desah Edwin.

*

Charlotte berbaring dikamarnya dengan perasaan kacau. Dadanya panas dan bergemuruh aneh. Dia tidak merasa sakit, tetapi hanya merasakan sebuah sensasi aneh di dadanya. Tubuhnya semakin memanas.
“Ada apa ini?” batin Charlotte sambil mengipas – ngipas badannya dengan kencang.

Gluduk Gluduk Gluduk . . . .

Deretan buku di salah satu rak beterbangan dengan cepat. Charlotte menghentikan kegiatannya dan membulatkan matanya dengan heran. Mendadak semua buku yang tadi beterbangan kembali pada posisi semula. Charlotte menggelengkan kepalanya dan berpikir mungkin dia hanya bermimpi. Dia kembali mengipasi tubuhnya yang masih kepanasan. Kali ini kursi dihadapannya melayang maju dan mundur.

Charlotte sekali lagi membulatkan matanya. Seketika itu juga kursi tersebut kembali pada posisi semula. Charlotte refleks memperhatikan tangannya. Agak sedikit ragu, Charlotte menggoyangkan tangannya maju mundur sejajar dengan kursi. Ajaib, kursi tersebut melayang maju mundur. Charlotte masih tidak percaya dengan apa yang dilihat dan dilakukannya saat itu. Bisa saja yang terjadi tadi hanyalah kebetulan belaka. Charlotte menggerakkan tangannya sekali lagi pada vas bunga di atas meja. Gerakan halus tangan Charlotte terlihat sebagai sebuah lambaian kecil ketika memanggil seseorang. Dalam sekali kedipan mata, vas bunga tersebut berada digenggaman Charlotte.

Charlotte membuka mulutnya lebar – lebar. Dia tidak percaya akan apa yang telah dilakukannya.

“Mimpi?” Charlotte mencoba mencubit tangannya sendiri “AU . . !! sakit”

Tok Tok Tok . . .

“Masuk”

“Ada apa? Sepertinya tadi kau berteriak” kata Andromeda, ada nada aneh dibalik kata – katanya itu.

Wajah Charlotte masih pucat pasi. Dia menarik genggaman tangan Andromeda yang dingin. Entah mengapa dia mulai merasa tidak nyaman dengan tingkah Andromeda. Charlotte berpikir dan menimbang sejenak, apakah aman memberitahukan hal aneh yang baru saja dialaminya atau tetap menjaganya sebagai sebuah rahasia?

“Ibu, lihat . .” Charlotte memutuskan untuk menceritakannya pada Andromeda.

Sebuah lingkaran kecil teruntai dari tangan mungil Charlotte. Air didalam vas bunga pun keluar dan membentuk lingkaran seperti jelly biru. Charlotte memperhatikan ekspresi Andromeda dengan seksama. Tidak ada bias ketakutan disana, yang ada hanyalah sebuah kekaguman aneh yang menakutkan. Semua itu terpancar dari kedua manik mata Andromeda yang sendu.

“Kamu memang penerus keluarga Louis yang sejati”

Charlotte mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti maksud ucapan Andromeda tadi. Andromeda mengelus rambut pirang Charlotte lalu memeluknya dan berkata, “Bulan purnama muda adalah waktu yang sempurna untuk seorang keluarga Louis”

“Apa maksud Ibu?” Charlotte mendorong tubuh Ibunya dengan kuat.

“Charlotte . .”Andromeda mengelus kepala Charlotte, “ini adalah garis keturunan keluarga kita. Umurmu sudah genap dua puluh kan? Disaat bulan purnama memasuki waktu yang pas, anggota keluarga Louis yang sempurna akan mendapatkan warisan keluarga. Kekuatan ini . . “

Andromeda menggerakkan tangannya persis seperti gerakan tangan Charlotte tadi. Dan hal yang terjadi pun sama, air berbentuk lingkaran pun terpancar. Charlotte terlihat kagum dan terkejut.

“Maaf karena aku menyembunyikan ini darimu, aku takut kau tidak akan mempercayai perkataanku. Inilah kekuatan keluarga kita. Keluarga penyihir”

*

Algeron merangkak diantara rerumputan tepat saat Charlotte menerbangkan barang – barang dikamarnya. Algeron berhenti sejenak dan ingin masuk ke dalam kamar tersebut namun niat itu diurungkannya, mengingat tujuan utamanya kali ini adalah menyelamatkan Edwin serta Lanny. Algeron memutar badannya searah jarum jam. Sedetik kemudian dia telah berada di dalam rumah tua milik Atheos.

“Perlindungannya melemah, cih sepertinya mereka memang menginginkanku kesini” batin Algeron.
Algeron menajamkan pendengarannya. Suara – suara gumaman dan rintihan silih berganti melewati kedua telinganya.

“Ruang tahanan bawah tanah, cara kuno. Dasar orang tua !”

Suara derap langkah sepatu wanita membahana dilorong. Algeron menyandarkan tubuhnya dengan tegap didinding. Andromeda berjalan mantap melewati Algeron. Sekilas matanya melirik ke arah Algeron dengan senyuman licik. Algeron menghembuskan napasnya dengan lega. Dia melirik punggung Andromeda yang menghilang dibelokan lorong. 

Algeron tahu bahwa Andromeda bisa merasakan kehadirannya malam itu karena pada saat itu sedang bulan purnama muda. Kekuatan keluarga Louis akan meningkat sepuluh kali lipat selama masa bulan purnama muda tetapi dibulan purnama setelah ini kekuatan mereka akan melemah. Ditambah lagi mata merah Algeron belum digunakan. Mata itu dapat membantu Algeron untuk melakukan kamuflase kekuatan. Namun karena terburu – buru dia lupa menggunakannya. Jelas kekuatan Andromeda yang sudah diakui bisa merasakannya. Tapi entah mengapa, Andromeda membiarkan Algeron terpaku didinding. Algeron bisa membaca dan menganggap hal itu sebagai tantangan.

“Aku akan menghancurkan keluarga aneh ini !!!! Meskipun nyawaku taruhannya !”

*

Andromeda mengajak Charlotte ke sebuah paviliun kecil di samping rumah itu. Charlotte patuh mengikuti langkah Andromeda yang mantap dan terkesan terlalu bersemangat. Kini mereka berada dihadapan sebuah meja bundar dengan beberapa peralatan aneh yang terukir lambang bunga.

“Charlotte, hari ini kau akan dilatih oleh seorang guru. Nah itu dia” kata Andromeda sambil menunjuk seorang pria dengan wajah putih pucat dan rambut panjang lurus yang tergerai dan diikat dengan pita hitam.

“Berlatih? Tunggu, belum apa – apa aku sudah disuruh untuk berlatih?”

“Tenang”

Pria klimis itu tersenyum, Charlotte pun membalasnya dengan senyuman kecil.

“Pria tua ini, hawanya tidak menyenangkan” batin Charlotte.

Tanpa basa basi, pria itu lalu mengajarkan Charlotte beberapa hal. Dia mengajarkan Charlotte mengendalikan kekuatannya yang terlalu besar dan meledak – ledak menjadi lebih stabil. Pria tua itu juga mengajarkan Charlotte beberapa trik lihai untuk bertarung melawan sesuatu yang buas. Charlotte merasa sangat canggung dan aneh dengan ini semua. Tapi, mendengar perkataan Ibunya bahwa semua ini akan baik – baik saja dan demi dirinya juga Charlotte berusaha tegar.

Charlotte memang mendapatkan darah keluarga yang luar biasa. Dalam waktu singkat dia mulai bisa mengendalikan kekuatan ditubuhnya. Semakin lama firasat Charlotte mengatakan bahwa semua ini berjalan dengan tidak semestinya namun entah mengapa dia tetap patuh pada perintah pria tua itu.

“Cukup untuk hari ini” kata pria itu pada akhirnya.

Tubuh Charlotte kini telah berpeluh. Dia tidak menyangka latihan menjadi seorang penyihir keluarga Louis seberat ini. Charlotte merasa Andromeda dan pria tua itu terburu – buru hingga mereka memforsir Charlotte hingga tengah malam seperti ini.

“Charlotte, selamat ya. Ternyata kau memang berbakat”

“Dia memang penerus keluarga Louis yang sempurna” kata pria tua dengan mata berkilat.

Charlotte tersipu mendengar perkataan pria tua itu. Dia menatap pria itu dengan malu – malu. Charlotte kemudian tersadar bahwa rambut pria itu berwarna perak dan mengkilat. Kilatannya dipantulkan oleh cahaya purnama. Charlotte menanggapi ucapan Andromeda dan pria itu dengan seulas senyuman. Kini dia lebih memilih duduk di salah bangku bulat sementara Andromeda dan pria tua itu berbincang – bincang.

“Ibu, terlihat lebih muda” batin Charlotte saat melihat Andromeda dari jauh.

***

Algeron berhasil masuk ke ruang bawah tanah. Lorong sepanjang tahanan tersebut gelap dan berbau lembab. Algeron meraba – raba sekitar dinding, lumut – lumut yang tadinya menempel didinding kini berpindah pada telapak tangannya. Algeron terus menelusuri jalan itu hingga menemui sebuah jeruji besar dengan rantai berpaku.

“Cih, si tua itu masih saja menggunakan style kuno seperti ini”

Algeron menggerakkan tangan dengan acuh. Terdengar suara desingan seperti kikisan sebuah benda tajam dan besi. Kilatan bunga api keluar dari rantai paku di jeruji. Tak ada perubahan yang terjadi. Jeruji dan rantai paku yang melingkarinya masih kokoh seperti posisinya semula.

“Oh ada yang lain rupanya. Si tua itu mulai berinovasi”

Algeron meremas tangannya dengan kuat. Tubuhnya yang merah tampak semakin merah dan mulai  memanas. Tak berapa lama, kedua bola matanya berubah menjadi merah. Algeron lalu melangkah maju dengan mantap menembus jeruji berantai paku itu.

“Cih, dia ingin mengetesku rupanya”

Algeron terus maju menembus berbagai rintangan yang ada disepanjang lorong ruang bawah tanah hingga akhirnya dia berada di sebuah ruangan berbentuk hexagon dengan masing – masing ruang tahanan disetiap sudutnya.

“Ini pasti ruang tahanan istimewa, melihat bentuknya yang berbeda” gumam Algeron.

“Algeron, kau kah itu?”Edwin muncul dari salah satu ruang tahanan.

Tubuh Edwin terlihat sangat lusuh. Rambutnya yang hitam kelam terlihat acak – acakan. Algeron menghampirinya dengan tatapan iba. Sejak mengenal Edwin, Algeron telah menganggap Edwin seperti anaknya sendiri.

Mata merah Algeron mulai menyala, menandakan amarah yang kian tersulut. Algeron meremukkan jeruji ruang tahanan Edwin dengan paksa. Tak butuh waktu beberpa lama, jeruji ruang tahanan itu pun rusak. Edwin dan Lanny keluar dari ruang tahanan sempit itu.

“Kenapa orang tua ini ada disini? Apa lagi yang dia rencanakan?” tanya Lanny ketus.

“Dia berpihak pada kita” jawab Edwin sambil memeluk Algeron.

“Cih !”

“Sudahlah Lanny. Aku percaya pada Algeron karena dia juga pihak yang tersakiti”

Algeron tersenyum menanggapi ucapan Edwin.

Well well well, sungguh mengharukan sekali keadaan disini” kata Atheos yang muncul mendadak diikuti dengan Andromeda serta Phoeboo dan Phoebee.

“Algeron Reamus ah ataukah kusebut Algeron Louis? Kasihan sekali” tawa Andromeda membuncah.

Algeron memperhatikan wajah ke dua orang bejat yang menyeringai lebar dihadapannya. Algeron mulai menelisik tiap inchi wajah ke dua orang itu. Perubahan jelas terlihat. Terakhir kali bertemu dengan mereka, Algeron tahu pasti wajah ke dua orang itu tidak semuda sekarang.

“Sepertinya kalian telah menyantap hidangan turun temurun keluarga Louis ha?” cibir Algeron.

“Bagaimana ya? Seorang anak kecil dan Ayahnya. Mereka memiliki bulu – bulu keemasan yang halus. Yah seperti serigala” mata Andromeda berkilat jahat.

“APA !!!!” bentak Lanny.

Lanny maju selangkah dan ingin melemparkan sebuah pukulan pada Andromeda namun tubuhnya terlebih dahulu terlempar beberapa ratus meter.

“Bulan purnama muda. SADARKAH KALIAN ?!!” teriak Andromeda sementara Atheos duduk pada sebuah kursi hitam yang muncul dengan tiba – tiba.

Algeron yang melihat hal itupun berlari kencang dengan tangan terkepal dan mata memerah. Dia melemparkan sebuah tinju tepat ke arah perut Andromeda.

“Bertarunglah anak – anakku. Bertarunglah sampai mati !!” desis Atheos.

“Cih ! Harusnya semua tenaganya telah terkuras saat ingin menembus tempat ini” Andromeda terlihat mulai kewalahan.Tangannya melambai ke arah Atheos. Phoeboo dan Phoebee muncul mendadak dalam wujud serigala bermata putih.

“Apa yang terjadi pada mereka? Mata mereka . . . “ batin Algeron.

Dengan lihai Phoeboo dan Phoebee menerkam Algeron. Edwin yang tidak tega melihat hal itu pun mencoba membantu. Namun, semuanya sia – sia karena pada akhirnya Algeron, Edwin, dan Lanny terpekur dibawah ubin bata yang basah.

Atheos tersenyum licik menatap mereka semua sedangkan Andromeda dengan berani melangkah maju kehadapan mereka. Mata Andromeda terlihat bercahaya dengan kemenangan yang sangat ditunggu.

“Kalian keluarga Sparks ! Cih !” Andromeda meludah ke ubin bata lalu melanjutkan, “berani membohongiku dengan kisah cinta palsu. JANGAN TATAP AKU SEPERTI ITU !!! Salah satu turunan keluarga Sparks telah menodai dan membohongiku. MEMBOHONGIKU DENGAN CINTA !! Dan sekarang kau” tangan Andromeda mengangkat dagu Edwin “kau dengan wajahmu yang menyedihkan ini, berani – beraninya menyentuh anakku. TIDAK TAHU MALU !!”

Andromeda mengangkat tangannya dengan lurus dan mengatupkan kelima jarinya dengan rapat. Dia menggerakkan tangannya itu dengan cepat hingga tak kasat mata. Tubuh Edwin mendadak penuh dengan sayatan yang memuncratkan darah kental. Edwin meronta kesakitan. Sayatan itu cukup dalam menembus kulit serta daging ditubuhnya.

Gigi Algeron bergemeretak hebat. Dia semakin marah melihat tingkah Andromeda yang sudah melewati batas. Dia sekuat tenaga mengangkat tubuhnya dari pijakan Phoeboo.

Sreeeekkkkkkk . . .

Dada Algeron tersayat oleh kuku Phoeboo. Algeron tidak memperdulikan dadanya yang tersayat, lalu dengan cepat memukul tengkuk Andromeda yang kaget dan tidak siap menghadapi Algeron.  Andromeda tersungkur ke ubin.  Algeron menatap Andromeda dengan marah dan jijik. Dia tidak ingin menyentuh wanita itu namun hati kecilnya mengatakan bahwa dia harus memberikan wanita ini pelajaran.

Algeron mengangkat tangan kirinya tinggi – tinggi. Dia ingin membuat Andromeda merasakan apa yang telah dirasakan Edwin tadi. Namun, saat Algeron ingin menggerakkan tangannya terdengar sebuah teriakan.

“HENTIKAN !!! APA YANG KAU LAKUKAN PADA IBUKU !!!


continue . . .
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

BLOODY FANG #4


Fooling the fang

Previously (chapter sebelumnya) :


Seorang pria putih tinggi berdiri disudut jendela. Jemarinya yang kurus dan panjang menyingkap sebagian gorden biru donker. Ke dua matanya berkilat liar saat melihat seorang wanita berambut kuning emas memasuki halaman rumah. Seringai lebarnya terkuak begitu saja. Gorden biru donker ditutupnya kembali.

Tok Tok Tok . . .

“Saya tahu Antoniette, biarkan dia masuk” kata pria itu dengan suara bergetar yang berat.

Seorang wanita berambut kuning emas masuk ke dalam ruangan kerja milik pria putih. Wanita itu tersenyum lebar sambil menyerahkan sebuah agenda hitam.

“Jadi, kita bisa mendapatkan semuanya dalam sekali tepuk” kata pria itu.

Sang wanita hanya mengangguk sekali.

“Kau boleh pergi”

Wanita berambut kuning emas itu kemudian pergi tanpa berkata apapun. Pria putih menatap agenda hitam lusuh yang ada ditangannya. Matanya mulai menelusuri tiap kata yang terukir di badan agenda.

“Algeron anakku”

***

Angin bertiup kencang dan menerbangkan daun maple yang kekuningan. Charlotte meringkuk tajam ke dalam selimut tebal yang diberikan Andromeda. Selimut tebal itu tidak mampu membuat badannya terasa hangat.

“Ini jaket hangat untukmu”

Andromeda memberikan sebuah bungkusan coklat pada Charlotte. Charlotte segera mengenakan jaket berbahan wol yang sangat tebal dan berat. Kehangatan mulai bisa dirasakannya. Andromeda tersenyum lalu menawarkan segelas susu hangat pada Charlotte.

“Kita mau kemana?” tanya Charlotte

“Ke suatu tempat yang aman bagimu dan aku”

“Kenapa semalam Ibu membawaku pergi? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Charlotte. Dia sudah mulai terbiasa memanggil Andromeda dengan sebutan Ibu.

“Edwin telah menemukan kita dan harus ku katakan . . walaupun hahh mungkin ini berat”

“Katakan apa?” Charlotte menggenggam erat gelas plastiknya dan melihat ke dalam mata Andromeda.

“Algeron yang memberitahunya tentang keberadaan kita”

Gelas plastik yang dipegang Charlotte teremas semakin kuat. Charlotte terus menatap Andromeda seakan tidak mempercayai hal itu. Banyak pertanyaan yang ada dibenaknya dan tidak tahu harus memulai darimana.

“Aku mengenal Algeron karena dia keturunan terakhir dari pelayan dirumah kami. Aku tahu dia yang membebaskanmu dari jeratan Edwin dan memberikanmu agenda hitam itu kan?”

Charlotte mengangguk. Dia teringat agenda hitam yang kini hilang entah kemana.

Andromeda melanjutkan, “Semalam dia mendatangi kastil. Saat berdiri dijendela kamarmu, aku bisa merasakan kehadirannya. Aku menemuinya dan memintanya pergi. Aku tahu dia masih membenci keluarga kita”

“T-tapi. .”

“Ya, aku tahu dia membantumu pergi tapi apa pernah kau berpikir bahwa ada kemungkinan semua itu telah direncanakan oleh keluarga Sparks?” Andromeda terdiam dan mencoba menunggu Charlotte berbicara.

“Tidak”

“Nah, apa kau tidak merasa aneh, kenapa Algeron begitu berani melawan sekelompok keluarga serigala demi dirimu? Oke, mungkin aku tidak sepantasnya berbicara seperti ini tapi apa kau yakin dia ingin menolongmu dengan tulus sedangkan dia tahu bahwa kau adalah keturunan dari orang yang dibencinya?”

Charlotte terdiam, dia baru menyadarinya hari ini. Algeron sama sekali tidak pernah mengatakan alasannya untuk menolong Charlotte. Algeron selalu berkata “Nanti akan ku jelaskan”

Dia menatap mata Andromeda sekali lagi. Kini pikirannya semakin kacau, dia tidak tahu harus mempercayai siapa dan bagaimana kelanjutan pelariannya ini. Posisinya sekarang sangat membingungkan, dia tidak tahu siapa yang harus dipercayanya lagi.

“Bagaimana kalau aku menyamar menjadi orang lain saja? Bukankah hal itu lebih memudahkan pelarian kita?”
Andromeda tertawa dan berkata, “Kau sadar betul siapa dirimu kan?”

Charlotte mengangguk.

“Apa kau yakin Atheos, orang yang selama ini kau dengar adalah tipe pria yang bisa dengan mudah melepaskan anggota keluarganya untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya? Kau memiliki darah keluarga Louis, bau khas keluarga Louis. Semua itu sangat mudah dikenali oleh anggota keluarga Sparks, apalagi keluargamu sendiri”

Charlotte tampak semakin pucat, tubuhnya mulai membeku aneh.

“Dan apa kau yakin, Edwin dengan senang hati akan membiarkanmu lepas sejak dia tahu kenyataan apa yang tersembunyi selama ini dan apa yang telah dilakukan saudarimu?”

Charlotte menggeleng.

“Kau sudah tahu jawabannya, jangan bertanya lagi. Keretanya sudah datang, ayo”

Charlotte mengikuti langkah panjang Andromeda. Mereka dengan cepat duduk disalah satu peron yang kosong. Suasana kereta begitu sepi, hanya beberapa orang berpakaian tebal yang tampak hilir mudik.

“Mau kemana kita?” tanya Charlotte pada Andromeda.

“Rumah keluarga Louis diatas bukit sana” Andromeda menunjuk sebuah undakan hijau yang tinggi dan membentang panjang.

Charlotte mengernyitkan dahinya. Jika dia ingin kabur dan menghilang dari keluarga itu, kenapa mereka harus memilih rumah keluarga Louis?

“Itu tempat teraman untuk saat ini. Keluarga Sparks pasti tahu bahwa kau akan pergi jauh dari keluarga Louis karena jika kau ada ditangan keluarga Louis maka kau akan menerima hukuman yang sangat berat. Mereka tidak akan pernah tahu kau akan tinggal ditempat peristirahatn Atheos”

Charlotte menatap tajam Andromeda, raut wajahnya tampak terkejut dan tidak percaya. Dia telah terbiasa dengan gerak – gerik Andromeda yang seakan mengerti apa yang dipikirkannya namun dia tidak habis pikir Andromeda memiliki ide aneh seperti ini.

“Tenang saja, kakek buyutmu itu sudah lama tidak tinggal disana. Kalau cuaca buruk dan tidak memungkinkan, aku biasa tinggal disana. Atheos hanya menempati rumah itu sebulan dalam setahun”

Charlotte hanya mengangguk sekilas, menandakan bahwa dirinya mengerti apa yang dimaksud Andromeda. Desiran angin halus menyusup diantara kisi – kisi jendela. Charlotte mulai menguap dan merasa tubuhnya sangat ingin beristirahat. Kepalanya dimiringkan sejenak ke arah jendela. Kilasan dedaunan yang terbentur kaca tampak seperti lukisan abstrak dan membawa Charlotte dalam mimpi.

*

Algeron menatap agenda yang digenggam pria putih. Ke dua bola matanya mulai berubah warna. Emosinya tampak memuncak.

“Kau tahu Algeron, kau anakku yang paling tidak tahu diri !” kata pria putih sambil memamerkan barisan gigi putihnya.

“KEMBALIKAN AGENDAKU !!! DIMANA CHARLOTTE !!”

Algeron menggerakkan tangannya dengan kasar ke udara. Meja bundar mahoni kini tampak melayang ke arah pria putih.

“Emosimu sama denganku” kata pria itu.

Dalam satu kedipan mata pria itu kini telah berdiri dihadapan Algeron. Tangannya mengunci tangan Algeron dengan kuat.

“Kau anakku , masih butuh waktu beratus - ratus tahun untuk mengalahkanku”

“KAU BUKAN AYAHKU !! KAU ATHEOS LOUIS !! PEMBUNUH !!!”

Atheos hanya tertawa panjang. Mata Algeron menatap tajam Atheos, dia kembali mengingat semua kejadian yang dialaminya setelah Aura – salah satu gadis manis keluarga Louis – meninggal.

Waktu seakan berjalan mundur, Algeron kembali mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Belasan tahun lamanya dia hidup sebagai anak pelayan keluarga Louis dan akhirnya jatuh cinta pada Aura, salah satu anak gadis keluarga Louis yang sempurna. Cintanya itu yang membuat sebuah tabir terbuka.

Atheos dengan mata penuh emosi memarahi Algeron dan memukul Tom Reamus dengan kejam karena mengetahui bahwa Algeron dan Aura terlibat hubungan percintaan. Algeron yang tidak tega melihat ayahnya dipukuli, mulai melawan Atheos. Pada saat itulah kekuatan ditubuhnya muncul. Atheos yang semula sangat marah berubah lunak dan menatap takjub Algeron serta mengatakan bahwa Algeron adalah anaknya yang luar biasa. Algeron termangu mendengar semua perkataan Atheos. 

Selama ini dia menganggap Atheos adalah laki – laki baik dan berbudi luhur. Meskipun memiliki garis wajah yang tengah dan langkah kaki yang angkuh, tak bisa dipungkiri jika sosok Atheos memang pantas untuk dipuja.

Namun kini rasa kagum itu telah berubah. Kenyataan pahit akhirnya terlontar dari mulut Atheos sendiri. Dia mengaku menggunakan kesetiaan keluarga Reamus untuk memenuhi keinginannya. Dia berhasil menodai Lilian Reamus, anak Tom Reamus sehingga lahirlah Algeron. Dulu, Atheos menganggap Algeron bukanlah anak yang berguna karena dia dilahirkan dari rahim seorang pelayan biasa. Atheos menjelaskan itu semua tanpa merasa sedih bahkan bersalah. Dia terus tersenyum lebar dan merasa bangga bisa memiliki keturunan pria kuat seperti Algeron, mengingat semua anak Atheos dari isteri sahnya adalah wanita.

“Belasan tahun kau menipuku. Menjadikan ibu serta mertuamu sendiri sebagai pelayan. KAU BUKAN AYAHKU !!!”

Sejak saat itu Algeron tidak pernah datang lagi ke rumah utama keluarga Louis. Dia berkelana ke berbagai pelosok negeri dengan membawa sejumput dendam dihati. Sebuah dendam untuk kepalsuan dan kekejaman yang dibuat Atheos serta pengkhiatan yang dilakukan Andromeda.

Dalam pelariannya Algeron bertemu dengan Luthor Sparks, yang tidak lain adalah Ayah Edwin. Semakin lama, Algeron dan Luthor semakin dekat dan terlihat seperti keluarga. Algeron dipercaya dan diangkat menjadi kerabat keluarga Sparks. Tidak ada yang mengetahui kebenaran mengenai Algeron. Yang mereka tahu Algeron hanyalah seorang pelayan dan penerus terakhir keluarga Reamus yang sempat kerja pada keluarga Louis dan diusir karena jatuh cinta pada anak gadis Atheos.

“Sudah saatnya kau kembali” perkataan Atheos membuyarkan lamunan Algeron.

“....”

“Charlotte aman bersama Andromeda, selama aku belum menemukan cara yang bagus untuk mengajarkannya sesuatu”. Atheos tersenyum licik saat mengatakan hal itu. 

Algeron menatap ke arah bukit yang menjulang jauh dihadapannya. Hatinya bergetar sementara pikirannya dipenuhi dengan wajah Charlotte yang tertidur pulas.

“cih”

Tanpa berkata apapun lagi, Algeron lalu pergi meninggalkan Atheos yang tersenyum aneh. 

*

Edwin mendengus kesal memandang Lanny yang sedang sibuk memandang tajam ke arah bangunan modern diseberang jalan. Ke dua kakinya digerakkan dengan cepat ke atas dan ke bawah.

“Bisa tenang sedikit?” kata Lanny sambil meluruskan posisi kacamatanya.

“Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kau ingat perkataan Phoeboo dan Phoebee tadi? Charlotte sudah pergi bersama wanita pirang sialan itu ! You just wasting my time!”

Lanny menatap tajam Edwin. Matanya yang biru tua menelisik ke dalam mata Edwin. Edwin dengan segera mengalihkan pandangannya. Dia tahu Lanny bisa membaca situasi dengan hanya melihatnya. Matanya memiliki keajaiban, berbeda dengan keluarga Sparks lainnya yang lebih mengandalkan penciuman.

“Kau ingin mengejar Charlotte untuk membalas dendam atau ada yang lain?”

“Bukan urusanmu”

“Ini urusanku, aku harus mengetahuinya. Kau ingin aku membantumu atau balik menyerangmu?” cecar Lanny.

“Cih !!”

Edwin keluar dari dalam mobil dengan segera. Langkahnya yang panjang terarah pada rumah modern yang sejak tadi diintainya. Lanny membulatkan matanya dan segera mengejar Edwin.

“Kau ini bodoh atau apa hah? Kau tahukan siapa yang ada di dalam rumah itu? KAU TAHU KAN!!”

Suara Lanny menggema disudut jalan. Suasana jalan dikompleks perumahan modern itu memang sedang sepi sehingga Lanny tidak merasa ragu untuk berteriak kencang. Tangan Lanny yang kurus dan putih panjang menggenggam erat lengan Edwin.

“Kau baru saja mempertanyakan integritasku”

“Oke maaf, balik ke mobil sekarang”

Edwin menghela napas dan mengikuti Lanny ke arah mobil dengan sisa kesesalan di dalam dadanya. Dia terus menatap Lanny dari ujung kepala hingga kaki. Lanny adalah orang kepercayaan Odhin Sparks, kakek mereka. Odhin dikenal sebagai pria yang baik hati dan jujur. Dia adalah tetua keluarga Sparks yang sangat mencintai perdamaian.

“Tapi dia membiarkanku membalaskan dendam keluarga Sparks, aneh” batin Edwin.

“Bisa kita fokus ke hal ini lagi? Kau tahu Algeron tidak bisa dipercaya. Dia ada di rumah itu” telunjuk Lanny terarah pada rumah modern yang sejak tadi mereka intai.

“Aku tahu, aku . . .”

“Apa yang kau bicarakan pada Algeron waktu itu? Kau membiarkannya bebas dan pergi begitu saja”

“.....”

Lanny menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Dia tahu Edwin tidak akan membuka mulutnya untuk berbicara mengenai hal ini sedikitpun.

“Algeron sudah pergi”

Edwin mengarahkan pandangan matanya pada sosok Algeron yang mengenakan topi softball serta jaket tebal berkerah tinggi. Lanny mengangguk dan mengarahkan roda mobil mengikuti langkah Algeron.

“Kita ikuti pria tua ini”

*

Edwin tertidur di dalam mobil selama hampir setengah jam. Angin pegunungan yang berdesir disela – sela rambut hitamnya membawa segala pikirannya melayang ke dunia mimpi. Tidurnya yang lelap kini dibumbui dengan bunga tidur yang manis. Seorang gadis berambut kuning emas tersenyum menatapnya. Dada Edwin berdesir halus, sudah lama dia tidak merasakan hal itu. Namun, sebuah tangan putih panjang menarik gadis itu. Edwin berlari mengejar bayangan sang gadis dengan sekuat tenaga, namun dia hanya bisa melihat sisa helaian rambut gadis itu yang tertinggal di jemarinya.

“Charlotte !!!” teriak Edwin sambil terbangun dari tidurnya.

Peluh membasahi tubuh Edwin yang berbalut kaos putih dan jaket semikulit hitam. Semua tampak gelap, Edwin mencoba mencari sosok Lanny yang bersamanya tadi. Bau basah yang menyusup dilembah sangat terasa saat Edwin memijakkan kaki keluar dari mobil. Embun diantara rumput dan dedaunan tampak berkilau terkena terpaan sinar bulan yang malu – malu.

“Sudah bangun?” sapa Lanny yang tiba – tiba menepuk bahu Edwin.

“Ah i-iya”

“Sebaiknya kita pergi dari sini, kita terbawa perangkap busuk Atheos”

“Apa maksudmu?”

Saat Lanny ingin membuka mulutnya, suara lolongan serigala terdengar semakin mendekat dan kemudian menerkam Lanny dan Edwin secara mendadak. Lanny dan Edwin yang tidak siap dengan serangan tersebut pun kini tertunduk pasrah dibawah kaki dua werewolf yang mereka kenal.

“Phoeboo, Phoebee” desis Lanny.

“Welcome home Sparks Klan” sapa Andromeda yang mendadak muncul dari balik semak – semak.

***

Charlotte menatap rembulan yang malu – malu dari sela jendela kamarnya. Suara hatinya mengatakan ada yang tidak beres. Entah mengapa sejak memijakkan kaki di bukit ini, pikirannya selalu tertuju pada Edwin. Charlotte mencoba menepis pikiran anehnya dengan cepat. 

Hembusan angin yang lembut menyusup ke dalam kamar. Pintu lemari tua berdecit pelan terkena hembusan tersebut. Charlotte menatap pintu lemari yang engselnya hampir lepas dengan seksama. Album foto tua jatuh berdengung di lantai marmer. Sebuah foto mencuat dari balik album foto. Seorang gadis berambut pirang bergelombang tampak tersenyum bahagia bersama seorang pria tegap difoto tersebut. Charlotte membalik bagian foto tersebut dan menemukan tulisan yang membuatnya tercengang.

Andromeda Narcissa Louis dan Fiandra Sparks
Endless Love


continue . . .

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..