Rabu, 31 Oktober 2012

REMORSE


Aku berada disudut tergelap ruang tamu menatap Andrea yang menangis. Tubuh mungilnya bergetar hebat seakan terkena guncangan bumi yang maha dahsyat. Hampir separuh hari dihabiskannya di ruang tamu yang sepi dan berantakan ini.

“Andrea” panggilku lirih.

“Kenapa kamu pergi ?” Andrea bergumam dengan nada yang amat menyayat hati.

Aku bisa melihat dengan bingkai foto yang hancur berantakan di lantai. Serpihan kaca nan bening berhamburan menghujam tegel, siap menancap pada kaki-kaki yang melangkah mendekati. Sebuah foto dengan aksen sephia berukuran 8R tercabik-cabik kasar. Beberapa kumpulan foto yang membentuk mozaik ikut menghiasi lantai yang kini dilengkapi air mata.

Sudut ruang tamu yang sangat sendu. Satu-satunya yang tampak tersenyum di ruangan ini hanyalah kolase foto yang hancur.

“Harusnya aku tidak pergi seperti ini” gumamku dalam tangis.

Andrea mendadak berdiri dan melangkah mendekatiku. Kakinya yang mulus menginjak serpihan kaca begitu saja.

“Andrea kakimu”

Sekuat tenaga aku mencoba menghentikan Andrea. Namun semua ini sia-sia. Sentuhanku seakan tidak bisa melekat indah seperti dulu. Tanganku tidak lagi dapat menyentuh tangan Andrea. Semua seakan transparan dan melewati tubuh Andrea dengan sempurna. Aku hanya setitik roh.

“Anji”

Aku berbalik. Tatapan kosong yang ditunjukkan Andrea sangat menyakitkan.

“Andrea, maafkan aku”

“Aku tidak percaya padamu lagi”tangan Andrea menyentuh dinding,”kenapa kau pergi demi gadis bodoh itu?”

BUK !

“Andrea, jangan sakiti dirimu !”

Percuma. Teriakanku bahkan tidak bisa didengarnya.

“Aku tidak percaya akan percaya padamu lagi. Kamu bodoh ! Memilih gadis itu hingga nyawamu menjadi taruhannya” Andrea memeluk ke dua kakinya.

Hatiku bergejolak. Rasanya ingin sekali diberi kesempatan untuk menceritakan yang sebenarnya. Aku tidak bisa melihat Andrea seperti ini.

Waktumu sebentar lagi.

Sebuah suara bergema. Hanya aku yang bisa mendengar suara itu dan merasakan gejolak yang amat menakutkan.

“Andrea, aku tidak tahu apakah kau bisa mendengarkan suaraku atau tidak. Aku hanya ingin menyampaikan ini semua sebelum aku bisa pergi dengan tenang. Anji selalu menyayangimu. Dia tidak mencampakkanmu seperti yang kau kira dan dia tidak memilihku. Kita bertiga sahabat sejak dulu, aku sangat mengerti kau dan Anji saling suka. Anji menemuiku malam itu hanya karena kasihan padaku yang kembali ke dunia kelam narkoba. Dia membantuku untuk sembuh, bukan pergi darimu. Apa yang kau lihat di apartemenku malam itu, tidak seperti apa yang kau pikirkan” keberadaan tubuhku semakin tipis, aku mencoba berbicara secepat mungkin,” Tengoklah Anji di rumah sakit, dia tidak bersalah. Maafkan aku”



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

THE DAY OF GRADUATION

“Kapan gue bisa lulus ?”

Sudah hampir enam bulan kata-kata tersebut dilontarkan oleh Prita. Pagi ini tidak seperti biasanya. Prita tidak lagi melewatkan waktunya untuk membersihkan diri di kamar mandi atau melupakan sarapan menggairahkan yang terhidang di meja makan.

“Prita, mbak udah datang nih” teriak mama dari dapur.

Prita melempar begitu saja kebaya yang sejak pagi tadi diperhatikannya.

“Ke kamar aku aja mbak Rin”

Prita mengajak wanita muda yang dipanggil mbak  Rin ke dalam kamar. Mbak Rin mengeluarkan peralatan make-up nya dan mulai mendandani Prita. Prita memejamkan matanya dan menyerahkan semua urusan membenahi wajah pada mbak Rin. Prita memang jago dalam beberapa hal tetapi untuk urusan berdandan, dia menyerah. Beberapa kali percobaan dibantu mama dan mbak Rin, dandanan yang dihasilkan oleh tangan Prita malah tampak seperti riasan untuk badut.

“Akhirnya kamu lulus juga ya” kata mbak Rin memecah kesunyian.

“Hmmm” gumam Prita.

Pikirannya memutar kembali segala rekaman perjuangannya untuk meraih gelarnya hari ini. Dimulai ketika dia memijakkan kaki di kampus, mengerjakan tugas hingga larut malam, menghabiskan uang jajannya pada awal bulan demi membeli buku, makan seadanya diakhir bulan, hingga menangis memperjuangkan tugas akhir. Sudah sejauh ini, perjalanan yang sangat panjang dan penuh kenangan.

“Sudah selesai, sana ganti baju dulu”

Mbak Rin mendorong Prita ke kamar mandi untuk mengganti baju. Hari ini Prita akan mengenakan kebaya berwarna seperti kulit jeruk segar, orange. Sebuah hiasan rambut mengkilap tersemat disebelah kiri kepalanya, menahan untaian rambutnya yang dikepang kesamping.

“Prita, kamu cantik banget” gumam mama yang ternyata telah siap dengan kebayanya sendiri.

Setelah sarapan, Prita beserta keluarganya menuju gedung tempat wisuda dilangsungkan. Aura kebahagiaan sudah terpancar dari depan gedung. Beberapa Ibu tampak sibuk membantu anaknya merapikan pakaian serta toga yang dikenakan. Suara tawa serta klik kamera terdengar indah.
Prita menarik napas panjang. Sepertinya baru kemarin dia memasuki gerbang kuliah. Ada sebuah rasa yang menggelitik hatinya. Sejak dulu dia menantikan hari ini tetapi kenapa sekarang terasa sangat menyedihkan?

“Kita bakal berpisah ya?” gumam salah satu sahabat Prita.

“Semua sudah punya jalan masing-masing” kata Prita sedih.

“Ini baru awal. Kita kan masih bisa saling berhubungan. Teknologi sekarang sudah canggih” timpal sahabat 
Prita yang lainnya.

Prita mengangguk. Tangannya kini sibuk menulis sebuah catatan kecil pada kain putih yang terhampar di depan gedung. Kain kenangan dari para wisudawan serta wisudawati.

Ini adalah awal dari segalanya. Terimakasih untuk beberapa tahun yang mengesankan. - Prita




- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 23 Oktober 2012

HOLDING ON

gambar jaman semester 1, based on the great detective kiyoshiro yumemizu manga


When I want to give up at this point
I remembered one thing "why i've to stay?'
sky still so far from my little hand fist

If I want to reach out, I must holding on
Step away to surpassing the border
And to stare at the spread out cross in front of


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

:-)

Terkadang merelakan itu jauh lebih sulit. Tapi, bukankah disetiap kehidupan telah ada janji indah yang diberi oleh Sang Pencipta? Sekarang saatnya melihat apakah keputusan yang diambil beberapa bulan yang lalu benar-benar keputusan yang tepat atau bahkan hanya berakhir menjadi sebuah pengalaman lain?

Yang diharapkan oleh seorang gadis adalah dijemput dengan cara yang baik dan benar. Dan inilah yang terjadi ketika semua orang ikut campur seakan tahu apa yang sebenarnya terjadi.



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

PILIHAN MENTARI II

II

Mentari menatap lurus ke arah jendela. Kabut shubuh masih menyisakan dingin yang tak tertahan. Selimut biru tebal yang membebat tubuhnya semakin dieratkan.

"Ayah kenapa selalu menelpon sepagi ini" gumam Mentari dengan bibir yang bergetar.

Dengan posisi menyamping di depan pintu kamar dan selimut yang hampir membungkus separuh tubuhnya, Mentari merasa enggan untuk beranjak. Bahkan hanya untuk sekedar kembali ke peraduan kasurnya yang empuk.

"Apa gak terlalu berat?"

Mentari kembali mengingat obrolannya dengan sang Ayah tadi.

"Itu hanya keinginan Mentari. Lagipula yang terpenting bagi Mentari adalah dia mengerti bagaimana harus bersikap sesuai dengan ajaran agama. Mentari tahu Ayah lebih mementingkan sikap dibanding . . ." kata-kata itu menggantung begitu saja diudara.

Mentari tidak bermaksud menyakiti hati Ayahnya. Untuk urusan agama dan ketaatan, Mentari dan Ayahnya memang memiliki pandangan yang berbeda.

"Bagi Ayah asal kamu bahagia, apapun itu tidak masalah"

Kabut perlahan menghilang dari pandangan Mentari. Hawa dingin menusuk mulai menguap bersama cahaya fajar yang menyingsing. Mentari membelai lembut pintu kamarnya yang terbuat dari kayu jati.

BUK !

Tangannya melayangkan sebuah pukulan yang keras. Airmatanya membuncah.

"Ayah, suatu saat nanti apa mungkin pilihanku akan engkau terima?"

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Senin, 22 Oktober 2012

PILIHAN MENTARI I

I

"Jadi, seperti apa pilihanmu?" Ayah bertanya sekali lagi.

Mentari menundukkan kepalanya. Meskipun terpaut beberapa kilometer dari sang Ayah, Mentari tidak dapat menyembunyikan ekspresinya. Bingung.

"Mentari masih terlalu muda"

Handphone putih bersih diremasnya dengan kencang. Bukan itu yang ingin dia katakan tetapi dia tahu bahwa jawaban itulah yang diingankan Ayahnya.

"Mentari juga ingin ada yang menggantikan Ayah untuk menjaga Mentari" batinnya.

"Ayah cuma ingin bertanya kriteriamu" suara berat di seberang pulau terdengar ceria.

"Oh jangan sampai aku dijodohkan"

Mentari mematutkan kepalanya ke tembok perlahan. Bunyi dentuman membuatnya sedikit tenang. Kebiasaan yang aneh namun hanya itulah satu-satu cara untuk membuatnya tetap tenang dan tidak berteriak karena emosi.

"Suara apa itu?"

"Bukan apa-apa kok Yah. Bagaimana keadaan di sana?" Mentari mencoba mengalihkan pembicaraan.

Suasana sejam berikutnya lebih bersahabat bagi hati Mentari. Canda dan tawa yang jauh dari pembahasan mengenai 'penjaga'nya lebih bisa diterima.

Hening.

Mendadak semua canda tawa lenyap.

"Jadi, kembali ke pertanyaan awal. Apa kriteriamu?"

"Hmmmmm" sepertinya Mentari tidak bisa lagi menghindar. Ayahnya selalu seperti itu. Terlalu cepat beberapa juta tahun untuk mengelabui seorang Ayah.

"Ayah cuma bertanya, tidak bermaksud menjodohkan. Bukankah umurmu telah cukup dikatakan matang?"

Suara itu terdengar lembut. Mentari tersenyum. Ah, apapun yang terjadi nanti, pilihan yang ada di depan sana pasti yang terbaik.

"Hafidz Al-Qur'an Yah" jawab Mentari dengan senyum mengembang.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Minggu, 21 Oktober 2012

BEST FRIEND [?]

Alunan piano terdengar jelas ditelinga. Hamparan mawar putih menghiasi ballroom. Tawa, ucap kata, decap mulut yang mengunyah makanan, serta kilapnya lampu blitz kamera mengisi hampir seluruh ruangan tersebut.

“Selamat ya Dinda, semoga bahagia. Cepat dapat momongan” senyum lebar membuncah.

Dinda mengitari ballroom, dia mencari sosok seorang pria yang selalu menemaninya.

“Raihan ! kamu makan terus ya” Dinda menjewer telinga Raihan. Semua mata memandang mereka berdua, bisik dan tawa kembali terdengar renyah.

“Pengantin wanitanya galak ya?”

“Waduh pasti sakit tuh”

Satu per satu komentar bermunculan, suasana kembali meriah. Raihan menggerakkan bibirnya kelu,”sakit ih”

“Makanya jangan kabur-kaburan. Ada yang mau aku kenalin nih” desak Dinda.

“Aku laper” Raihan memasang wajah memelas.

“Ya sudah”

Dinda berdiri melihat Raihan yang menggosok ke dua tangannya, sigap untuk meraih hidangan yang tersedia. Sudut mata Dinda seakan ingin meneteskan air mata. Ia teringat kembali segala kenangannya bersama Raihan. Raihan yang sejak kecil menjadi pasangan setianya, sahabat sejak dalam kandungan. Tiada hari yang dilewati Dinda tanpa adanya Raihan bahkan hingga mereka dewasa.

Disisi lain, Raihan pun teringat akan semua kenangan mereka. Bagaimana paras Dinda kecil yang berpura-pura menjadi pengantin wanitanya. Paras Raihan yang cemberut karena dijadikan korban oleh kakaknya.

“Udah, disini kan aku sutradaranya. Raihan nurut ! Kamu jadi pengantin pria, Dinda pengantin wanitanya”

“Aku gak mau kak, malu-maluin ih”

“Kalau udah gede nanti emang kamu gak mau nikah sama Dinda? Dia kan cantik”

“ENGGAK ! Cengeng gitu”

Namun seiring waktu yang telah berputar, perasaan itu pun muncul. Meresap perlahan mengikis sebuah kata persahabatan. Raihan terlalu takut untuk mengakuinya. Gejolak cinta yang muncul diantara sahabat. Raihan tidak ingin ketika dia menyatakan apa yang dirasakannya, Dinda akan menganggap semuanya hanyalah ilusi karena mereka sahabat. Raihan memilih untuk berdiam diri hingga pada akhirnya sebuah kesempatan terbuka.

“Salah satu diantara kalian gak ada nih yang mau jadi calonnya anak tante?” tanya Nurhalisa, Ibu Dinda,”Menurut tante usia Dinda sudah pantas untuk dinikahkan dan kalian adalah calon yang tepat”

“Ah tante bisa aja” jawab kakak lelaki Raihan,”Raihan, kamu suka gak sama Dinda?”

“Udah selesai makannya? Udah kenyang belum?” Dinda membuyarkan lamunan Raihan.

 “Alhamdulillah, udah kenyang”

“Yuk”

Dinda segera menarik Raihan berdiri.

Mereka berjalan menyurusi lautan para undangan yang hadir. Gaun pengantin serta jilbab putih bersih Dinda bergerak lembut mengikuti setiap sentuhan tubuh Dinda. Raihan menatap dari belakang dengan jantung yang berdegup cepat. Hari ini nyata telah tiba.

“Mas, ini Raihan”

“Raihan, sini ada yang mau mas kenalin. Ini teman kuliah Mas, namanya Jingga”

Raihan tersenyum lalu memperkenalkan dirinya sebagai balasan perkenalan Jingga.

“Raihan, kamu temani temen Mas makan ya” katanya seraya mengedipkan mata

Raihan terdiam beberapa saat. Jingga menarik baju Raihan, memintanya untuk mencari tempat agar bisa makan dan mengobrol. Raihan menemani Jingga menuju meja tempatnya makan. Dari sana dia menatap Dinda dan kakak kandungnya yang sedang bercengkerama. Ya, hari ini nyata telah tiba dan semuanya memang sudah sangat terlambat. Dia tidak mungkin memutar kembali yang telah terjadi. Hari ini Raihan memang bahagia melihat Dinda, gadis yang selama ini disukainya mengenakan gaun pengantin, namun sisi lain hatinya sakit karena bukan dia yang menjadi pengantin pria untuk Dinda.

“Kami cuma sahabat Mas”

“Jadi? Kamu tidak ada rasa apapun sama Dinda?”

“Kami sahabatan dari kecil. Cuma itu aja Mas”

“Kalau kamu memang hanya menganggap seperti itu, Mas bisa tenang. Mas suka sama Dinda,” kakak lelaki Raihan menatap wajah Nurhalisa dengan sungguh-sungguh,”Tante, saya siap menjadi pasangan Dinda asal Dinda juga mau”

Mereka hanya sekedar sahabat, entah kenapa kini Raihan merasa prinsip itulah yang menghancurkan segalanya.

Di sudut ruangan Dinda menangis dalam hati. Semua keputusan yang sekarang terjadi, dialah yang menentukannya.

“Kalau saja Raihan tahu yang aku harapkan datang meminangku adalah dia” batin Dinda.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

KALI BERIKUTNYA

Ada jiwa dan hati yang setia menunggu. Direlungnya yang mungkin tak nampak, sebuah asa dijaga agar tetap mekar selayaknya bunga dimusim semi. Kata dan janji telah terangkai melewati beberapa masa, ketegaran itu telah teruji.

Kini ketika semua rindu berubah menjadi semakin nyata dan yang menanti semakin kesepian, kepingan penyatu yang ditunggu seakan sibuk menapaki hidupnya sendiri. Apa mungkin ketegaran itu akan mencapai masanya lagi? Terpuruk ke dalam sebuah ketidakpercayaan dan rasa sakit hati.

Sepi itu tidak indah sayang. Kau tahu itu. Ini sangat menyakitkan.

Gambar jaman semester 1, based on shugo chara amu
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Sabtu, 20 Oktober 2012

SEBUAH AWAL

Ketika awal dari perjalanan menuju ke pembaringan berakhir, ia membuka sebuah jalan untuk awal yang baru. Sesuatu yang berbeda telah menunggu disana. Menunggu untuk dikecup dengan sentuhan kegigihan dan jiwa yang kuat.

Dari sebuah akhir, terbuka awal hidup yang berbeda untuk setiap jiwa-jiwa yang merengkuhnya.

Happy graduation for all of my friends, Telkom Polytechnic 2009


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Kamis, 18 Oktober 2012

DEEP WITHIN



Satu

Dua

Tiga

Empat

Lima

Enam

Tujuh

. . . .

Fia menghitung dalam hati sambil memejamkan matanya. Ada sesuatu yang menggelayut aneh didadanya. Sebuah gemuruh yang menyesakkan tetapi juga membuah teduh hati.

“Aku kenapa?”

Fia bangun dari pembaringannya, mengambil segelas air putih dari cangkir bening yang membisu di meja. Jarum jam berdentang beberapa kali, sepertiga malam telah menampakkan dirinya. Tetesan air dari keran di kamar mandi seakan memanggil Fia. Fia menghela napas dan mulai membasuh wajahnya. Bayang dan harapan itu muncul lagi. Fia mencubit pipinya keras-keras membiarkan rasa sakit menampakkan jejak kemerahan dipipi mulusnya.

C’mon Fi kamu gak boleh seperti ini. Jangan goyah hanya karena sesuatu yang belum pasti. Jangan terpengaruh dengan pemikiran aneh seperti ini. Ingat dinding yang sudah kamu buat sejauh ini, jangan biarkan runtuh” gumam Fia.

Hening. Angin menelisik manja membelai gorden tipis yang menutup jendela. Fia meraih jilbab abu-abu cerah miliknya, berjalan menyusuri rumah yang sepi. Langkah kakinya terhenti di balkon yang berhias bunga daffodil.

“Malam yang sunyi dan sejuk”

Sebuah bayang berkelebat lagi diingatannya.

“Astagfirullah”

Fia tersungkur. Air matanya mengalir dengan hangat. Dia menangisi hatinya yang kini mulai goyah.


gambar 3 tahun lalu, niru dari manga serial cantik, lupa judulnya -_-



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

SAMPAIKAN SALAMKU

Salam untuk sang mentari, yang berdiri di ujung langit lapis pertama. Selaksa angan yang ku gantungkan disana, apakah masih kokoh tertambat? ataukah semuanya telah mencair dan turun ke dasar bumi bersama dengan tetesan air pada hari kemarin?

Salam untuk awan putih yang berarak manja menggoda penghuni dua dimensi. Apakah dia masih mengingatku yang selalu memeluknya hingga terpelanting jatuh ke sebuah gubuk dilapisan kehidupan lain?

Salam untuk semua kecerahan dunia yang mulai menampakkan pesona cintanya meskipun aku tidak percaya akan adanya cercah tawa manis setelah semua beku hati menggerogoti jiwa.

Aku belum bisa kembali pada semu jingga indah karena senandung biru kemayu masih menenggelamkan aku pada palungnya, susah untuk melepaskan jiwa yang sudah terpukat sejauh ini.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

SISY




Hujan diluar turun perlahan, rasanya menyenangkan menikmati setiap tetesnya.

“Lima like, sepuluh komentar” gumam Sissy.

Asap mengepul indah dari cangkir kopinya. Sisy menarikan jemari mungilnya pada badan keyboard. Ekspresi wajahnya berubah seiring dengan suara ketikan yang terdengar. Kadang ketikan tersebut berhenti sebentar sementara Sisy menatap layar 14 inch dihadapannya dengan serius.

Aku mau curhat

Sebuah kotak chatting menyembul begitu saja dari peraduannya. Sisy tersenyum simpul membaca nama yang tertera pada kotak chatting tersebut.

Curhat apalagi? Masalah kemarin?

Sisy menyeruput kopinya berirama, matanya terpejam untuk sesaat menikmati aroma kopi yang masih tersisa.

Begitulah

Suara kotak chatting membuatnya membuka mata dengan cepat. Sisy menghela napas panjang. Dia bisa menduga bahwa orang ini akan membuat waktunya terasa amat melelahkan. Bukan sekali ini saja Sisy menjadi tempat curahatan hati teman-temannya di dunia maya. Di dunia virtual yang tidak terbatas jarak ini, Sisy dapat merasakan kehangatan dan kasih sayang yang telah hilang dari dirinya.

“Dunia disini lebih menyenangkan” gumam Sisy.

Jemari Sisy kini lincah bergerak bersama sebuah mouse berbentuk telur. Dalam hitungan beberapa jam raut wajahnya bisa berubah menjadi berbagai macam ekspresi, semua ini tergantung dengan apa yang dilihatnya.

Disana masih hujan?

Sebuah chatting dari teman lain pun muncul menepis chattingan sebelumnya yang masih berlanjut.

Masih nih, kalau disana?

Sisy membalas dengan cepat. Ada sebuah semangat menggebu dihatinya.

Matahari bersinar cerah. Gerah. Aku mau es krim

Sisy menopang dagunya menatap chattingan tersebut. Kepalanya sibuk memikirkan kata yang tepat untuk menjawab pernyataan tadi.

Hallo, masih disana?

Sisy tersentak, sepertinya dia berpikir terlalu lama. Inilah yang terjadi jika sebuah nama yang indah muncul pada kotak chattingnya. Seseorang yang selalu dipuja Sisy. Sisy meregangkan tubuhnya sebentar sebelum lanjut membalas.

PRANG . . . !! BRAK !!

Pintu kamar Sisy terbuka paksa. Seorang wanita dengan pakaian berantakan muncul dihadapannya. Wanita tersebut memegang sebuah botol minuman yang berbau tidak menyenangkan.

“Ma, tolong jangan ganggu Sisy dulu”

Wanita yang dipanggil Mama oleh Sisy melangkah gontai kearah tempat tidur seolah tidak mendengar gerutuan Sisy barusan. Sebuah botol minuman bening yang terpaut ditangannya digoyang-goyangkan sedemikian rupa seiring dengan ocehan tak jelas yang keluar dari mulutnya.

Sisy menatap wanita tersebut dengan cemberut. Sebuah headset berwarna hitam diraihnya.

“Setidaknya ini membantu”

Sisy, pialamu banyak ya :D aku iri sama kamu, kayaknya kamu berbakat banget. Hidup kamu pasti bahagia banget ya

Sisy tertegun melihat komentar yang baru saja muncul disalah satu album fotonya. Bahagia? Sepertinya Sisy sudah mulai lupa bagaimana rasanya menikmati bahagia sejati ketika hidupnya kembali berpijak di dunia nyata. Foto piala dan segala hal indah yang diuploadnya selama ini hanyalah pemanis mata semata. Tidak ada ucapan selamat dan sorak pujian ketika dia menerima itu semua. Ya, tidak ada sama sekali sejak ke dua orang tuanya memutuskan untuk berpisah.

Terimakasih ya J

Sisy membalas komentar tersebut dengan raut wajah yang berbeda. Butiran lembut nan bening kini membasahi pipinya. Dua dunia yang berbeda.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

TAWURAN SEHAT PELAJAR

Tawuran yang terjadi tadi menimbulkan beberapa korban luka . . .

Suara tv terus terdengar menggema diruang tengah. Andin menatap layar persegi dihadapannya dengan seksama, tampak beberapa orang pelajar dengan wajah tertutup masker yang berlari dari kejaran polisi. Ditangan para pelajar tersebut tampak beberapa benda tumpul yang digunakan untuk melempar.

"Masih aja ada yang begini ya?" gumam Andin.

"Jaman udah edan" celetuk Rifka, kakak tertua Andin, "sekarang kalau kesenggol dikit langsung bacok, gak kayak jaman mbak dulu".

"Iya nih mbak, daritadi Andin nonton berita yang disorot masalah itu-itu aja. Yang bikin gerah nih tawuran ini. Yang buat masalah orang-orang itu, yang kena hampir seluruh pelajar. Bergerombol dikit, dikira mau tawuran" gerutu Andin. Ingatannya kembali ke beberapa hari yang lalu.

"Masih kesal ya dek gara-gara dikira mau tawuran?"

"Iya, padahal aku sama teman-teman cuma diskusi tugas doang dipinggir jalan sambil nunggu angkutan. Eh, malah diusir dan dimarahi, dikira mau tawuran" Andin cemberut sambil menerawang jauh.

"Yah begitulah, sepertinya tawuran udah jadi budaya yang salah dikalangan pelajar kita" Rifka duduk termangu menemani Andin, "kadang mbak mikir, kenapa tenaga mereka itu gak dipakai buat ngebantu orang tua di rumah ya? Nyuci atau ngangkat-ngangkat apa gitu"

Andin menghela napas, kakaknya yang satu ini memang selalu suka memberikan komentar yang aneh.

"Eh kenapa kamu? Bener kan? Daripada tenaganya habis dipakai buat mukulin anak orang dan nambahin dosa mending dipakai buat bantuin orang tua di rumah"

"Iya sih kak, jadi tawuran sehat gitu ya?" Aninda memasang cengiran khasnya.

"Tawuran sehat? lebih tepatnya memanfaatkan tenaga yang terbuang karena tawuran menjadi lebih sehat dan bermanfaat" kata Rifka sembari berdiri dan mengepalkan tangannya seolah-olah sedang berorasi.



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 17 Oktober 2012

UGLY

Pria berbadan tegap

Wanita paruh baya menampakkan dirinya lagi. Kali ini dia berada disebuah kamar yang lengkap dengan perabotan mewah. Berbeda dengan kamar sebelumnya yang dihuni oleh seorang wanita berambut perak, kamar kali ini dihuni oleh seorang pria berbadan tegap. Pria ini memiliki tatapan mata yang tajam namun kosong. Menatap ke dalam matanya seakan menatap ke dalam sebuah kekosongan.

“Hari ini kau menunggunya lagi?” Wanita paruh baya mulai berbicara.

“Ya” pria berbadan tegap tersebut menjawab. Sepertinya dia berbeda dengan gadis berambut perak yang hanya terdiam.

Wanita paruh baya mulai melipat kembali baju yang bertebaran dilantai.

“Hari ini kau mengacak lemarimu lagi,” sang wanita paruh baya menghela napas lalu melanjutkan, “bisakah kau menjadi anak baik untuk sehari saja?”

“Ya” pria tersebut kembali menjawab.

“Kemarin kau juga berkata seperti itu. Bisakah kau membuktikannya saja?”

Pria tersebut hanya terdiam. Dia menatap keluar jendela. Taman mungil terhampar indah dihadapannya. Berbagai macam bunga tampak telah bermekaran dengan sempurna. Sinar matahari yang menembus setiap celah pohon cemara dengan lembut menyentuh kelopak tiap bunga. Pemandangan yang sangat menyejukkan hati.

“Kau terlihat sangat tampan kalau tersenyum” wanita paruh baya mengangkat sebuah foto dengan bingkai perak. Difoto tersebut tampak sang pria berbadan tegap yang tengah tersenyum memeluk sebuah piala. Disamping pria itu berdiri seorang gadis manis berambut perak. Mereka tampak sangat bahagia.

“Maukah kau menemuinya saja, daripada menunggunya disini?”

“. . . .”

“Sepertinya kau memilih untuk terus menunggunya”

“Ya”

Wanita paruh baya mengangkat bahunya. Dia mengambil beberapa helai baju kotor kemudian melangkah keluar kamar.

“Bisakah kau berhenti menangisi dirimu sendiri?” mendadak wanita paruh baya menghentikan langkahnya, sesuatu yang ingin ditanyakannya kini telah terucap.

Sang pria berbadan tegap hanya terdiam. Tangan kanannya membelai pinggiran kursi roda yang terpoles indah. Pria itu menatap ke lantai dengan sedih. Tidak ada jejak maupun bayangan kakinya disana, semuanya telah hilang meninggalkan dirinya.

Find another cute paper : pandorapaper

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Rabu, 10 Oktober 2012

UGLY


Gadis berambut perak

Cermin bundar berdiri tegak disudut kamar. Seorang gadis berambut perak berdiri dihadapan cermin tersebut. Tangannya menyisir rambut perak dengan mudah. Bisa dipastikan rambut peraknya yang digerai begitu saja sangat terawat.

“Rambutmu sehalus sutra” seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar.

Gadis berambut perak tampak tidak peduli. Tangannya yang kecil dan putih kini mulai beralih pada wajahnya yang bundar.

“Kau membutuhkan ini” kata wanita paruh baya tadi sembari memberikan sebuah kuas bedak.

Gadis berambut perak tersebut mulai mendandani wajahnya dengan lihai. Dia membubuhkan beberapa warna peach pada pipi, mata, serta bibirnya yang mungil. Wajahnya yang pucat kini berubah menjadi cerah.

Peach untuk hari ini. Baiklah” sang wanita paruh baya kemudian meletakkan tiga buah gaun dibadan kasur dan meninggal sebuah tube-dress berwarna peach ditangannya, “ini baju yang tepat untuk hari ini”

Gadis berambut perak melepaskan baju tidurnya perlahan. Siluet tubuhnya tampak sangat sempurna bagaikan sebuah boneka. Dibantu sang wanita paruh baya, tube-dress tersebut melekat sempurna ditubuhnya. Tepian tube-dress yang berenda tampak bersentuhan manja dengan rambut gadis tersebut yang telah dikepang dengan rapi.

“Kau ingin menemuinya sekarang?”

Gadis berambut perak tersebut hanya terdiam. Dia menatap kakinya yang tak beralas.

“Dia berada disamping kamar ini. Kau tidak membutuhkan sepatu”

Namun mata gadis itu tetap tidak bergeming dari kaki mungilnya sendiri.

“Baiklah”

Wanita paruh baya lalu menyematkan sebuah stiletto yang berkilau bagaikan sepatu Cinderella.

“Kau cantik sekali . .”

Seperti tersadar akan sesuatu, gadis berambut perak tadi kemudian berlari kearah cermin bundar disudut kamar. Matanya terbelalak lebar menampakkan jejak bulir airmata yang terus mengalir. Tangannya yang ringkih mulai menghapus semua warna yang membingkai wajahnya.

“Haaaaah . . .”

Sang wanita paruh baya hanya bisa menghela napas melihat kejadian ini. Kejadian yang terus berulang selama sepuluh tahun.

“Masih ada hari esok”

Gadis berambut perak tampak tidak peduli, dia terus menangis dan menghancurkan dandanannya sendiri.

“Berapa lama lagi kau akan seperti itu ?” gumam wanita paruh baya sembari melangkahkan kakinya keluar kamar. Sebelum menutup pintu, sang wanita paruh baya menatap wajah gadis tersebut. Sebuah luka gores melintang diwajahnya.

Find another cute paper : pandorapaper


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

Selasa, 09 Oktober 2012

LONELY LOVE



Kemilau sinar musim panas tidak menyurutkan langkah Rita yang perlahan namun pasti. Tangan kanannya menggenggam setangkai lili putih yang terlihat mulai layu. Rita memejamkan matanya, sesosok pria bertubuh kekar melintas dibenaknya. Kenangan itu kembali sekali lagi, sama seperti ditahun sebelumnya.

Cinta itu akan mengikat sangat kuat ketika dia menghampiri seseorang yang selalu kesepian. Mungkin hal itu yang terjadi pada Rita. Anak tunggal yang hidup sebatang kara sejak remaja disebuah rumah megah. Tahun ke dua dia bersekolah, seorang pemuda kekar menaruh perhatian yang lebih padanya.

“Harusnya kamu bergabung dengan mereka”

“Kak Tama . . . “ Rita menatap pria kekar disampingnya dengan kaku.

Tama hanya membalas dengan sebuah senyuman kecil sambil mencubit pipi Rita. Seperti biasa Rita hanya terdiam dan menatap Tama tanpa ekspresi. Hari berganti hari, Tama terus bersikap baik pada Rita dan memperlakukan Rita selayaknya seseorang yang berharga. Pintu hati Rita terbuka dan tidak ada lagi yang dapat menghalanginya untuk mencoba selalu berada disamping Tama.

“Kak Tama, kakak tetap di kota ini kan kalau lulus nanti?” Rita tampak tidak ingin berpisah dari Tama.

“Tentu saja” Tama tersenyum, “lagipula setelah lulus nanti aku mau menikah dengan Gaby, minggu depan dia balik dari Amerika. Hah akhirnya hubungan jarak jauh ini akan berakhir . . .”

Matahari semakin terik. Rita menggenggam bunga lili dengan erat. Bayangan masa lalu itu masuk pada titik yang menyakitkan. Rita berjalan dengan cepat menuju pusara tak bernama. Satu hentakan kasar membuat bunga lili yang dipegangnya terhempas begitu saja pada batu nisan.

“Setahun berlalu kak Gaby”

Hanya satu kalimat yang terucap, Rita bergegas meninggalkan tempat tersebut. Langkah kakinya kini tertuju pada sebuah bangunan tua, rumah tempatnya bermukin selama ini.

“Aku pulang”

Rita melepaskan sepatunya dengan anggun. Tangannya dengan sigap meraih sebuah handuk kecil yang tergeletak begitu saja dikursi. Wajahnya yang berpeluh dibasuh.

“Kak Tama . . .”

Tangan Rita merangkul tumpukan tulang belulang di atas kasur.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..

YOUME


Ada sebuah kisah dimana cinta bertemu secara tidak sengaja didunia maya. Tanpa melihat dan mendengar, hanya jentikan jemari pada keyboard yang menjadi saksi.
Ada sebuah kisah dimana cinta tersebut terus menyatu dan terhubung melalui socmed hingga akhirnya bermuara pada waktu yang relatif lama dan memaksa untuk bertemu.

Ya, memang ada kisah seperti itu antara kamu dan aku yang masih terjalin hingga kini meskipun jarak, waktu, dan segala tekanan telah menghadang.

Countdown to 3rd years, 26 Oct.

Find another cute paper : pandorapaper


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..