Rabu, 31 Oktober 2012

REMORSE


Aku berada disudut tergelap ruang tamu menatap Andrea yang menangis. Tubuh mungilnya bergetar hebat seakan terkena guncangan bumi yang maha dahsyat. Hampir separuh hari dihabiskannya di ruang tamu yang sepi dan berantakan ini.

“Andrea” panggilku lirih.

“Kenapa kamu pergi ?” Andrea bergumam dengan nada yang amat menyayat hati.

Aku bisa melihat dengan bingkai foto yang hancur berantakan di lantai. Serpihan kaca nan bening berhamburan menghujam tegel, siap menancap pada kaki-kaki yang melangkah mendekati. Sebuah foto dengan aksen sephia berukuran 8R tercabik-cabik kasar. Beberapa kumpulan foto yang membentuk mozaik ikut menghiasi lantai yang kini dilengkapi air mata.

Sudut ruang tamu yang sangat sendu. Satu-satunya yang tampak tersenyum di ruangan ini hanyalah kolase foto yang hancur.

“Harusnya aku tidak pergi seperti ini” gumamku dalam tangis.

Andrea mendadak berdiri dan melangkah mendekatiku. Kakinya yang mulus menginjak serpihan kaca begitu saja.

“Andrea kakimu”

Sekuat tenaga aku mencoba menghentikan Andrea. Namun semua ini sia-sia. Sentuhanku seakan tidak bisa melekat indah seperti dulu. Tanganku tidak lagi dapat menyentuh tangan Andrea. Semua seakan transparan dan melewati tubuh Andrea dengan sempurna. Aku hanya setitik roh.

“Anji”

Aku berbalik. Tatapan kosong yang ditunjukkan Andrea sangat menyakitkan.

“Andrea, maafkan aku”

“Aku tidak percaya padamu lagi”tangan Andrea menyentuh dinding,”kenapa kau pergi demi gadis bodoh itu?”

BUK !

“Andrea, jangan sakiti dirimu !”

Percuma. Teriakanku bahkan tidak bisa didengarnya.

“Aku tidak percaya akan percaya padamu lagi. Kamu bodoh ! Memilih gadis itu hingga nyawamu menjadi taruhannya” Andrea memeluk ke dua kakinya.

Hatiku bergejolak. Rasanya ingin sekali diberi kesempatan untuk menceritakan yang sebenarnya. Aku tidak bisa melihat Andrea seperti ini.

Waktumu sebentar lagi.

Sebuah suara bergema. Hanya aku yang bisa mendengar suara itu dan merasakan gejolak yang amat menakutkan.

“Andrea, aku tidak tahu apakah kau bisa mendengarkan suaraku atau tidak. Aku hanya ingin menyampaikan ini semua sebelum aku bisa pergi dengan tenang. Anji selalu menyayangimu. Dia tidak mencampakkanmu seperti yang kau kira dan dia tidak memilihku. Kita bertiga sahabat sejak dulu, aku sangat mengerti kau dan Anji saling suka. Anji menemuiku malam itu hanya karena kasihan padaku yang kembali ke dunia kelam narkoba. Dia membantuku untuk sembuh, bukan pergi darimu. Apa yang kau lihat di apartemenku malam itu, tidak seperti apa yang kau pikirkan” keberadaan tubuhku semakin tipis, aku mencoba berbicara secepat mungkin,” Tengoklah Anji di rumah sakit, dia tidak bersalah. Maafkan aku”



- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do u think, say it !