Jumat, 07 Desember 2012

CINTA DI LANGIT


Semburat jingga segar menelisik diantara tirai jendela. Biasnya terpancar tepat ke wajah seorang gadis. Kain satin merah melambai-lambai memeluk jendela. Pagi menyapa Bandung.

Embun pagi menyisakan titik-titik dingin disekitar jendela. Lembabnya membuat tubuh enggan untuk tersadar. Butuh waktu beberapa menit untuk gadis itu bergelung dengan selimut biru tebal. Memaksakan diri untuk beranjak dari tempat yang nyaman, kasur empuknya.

Geser sedikit ke kiri. Tangannya meraih laptop hitam pekat di sudut meja. Melirik sekilas jam dan tanggal yang tertera di sudut kiri bawah. Menguap sekali dan merapikan anak rambut kemudian duduk dalam diam. Setiap pagi hal sama selalu dilakukan Mentari. Duduk dalam diam bagaikan pertapa tua. Hatinya sedang kosong karena kabar mendadak yang ia terima.

Mentari masih remaja tanggung. Baru merasakan indahnya masa-masa kuliah. Sibuk mengikuti ospek, mencari sahabat, mengingat nama dan wajah baru, serta berpisah dari keluarga tercintanya. Berat dan indah, mungkin itu yang dirasakannya.

"Kita sampai di sini aja"

Kata-kata itu terus terngiang di telinga Mentari. Hubungan beberapa bulan yang dianggapnya indah, luluh lantak dalam semalam. Sakit sekali.

Hidup Mentari akhirnya berubah drastis. Dia tidak percaya kehidupan nyata. Mengurung dan menutup diri dari semua orang. Asyik berbagi dengan dunia barunya, social media.

Hari itu bulan baru kembali menyapa. Tangan Mentari sibuk mengetik beberapa kata. Menguap sekali lagi, menatap jadwal kuliah. Merapatkan selimut dengan kuat. Hingar bingar suara di luar kamar tidak dipedulikannya. Hidupnya telah terkurung entah dimana.

Sebuah nama mencuat disela-sela barisan kata. Bulatan hijau berkedip-kedip memanggil. Mentari membaca nama yang tertera dikotak kecil dengan seksama, mencoba mengingat siapa pemilik nama itu.

Awan

Mentari bergumam kecil. Otomatis tangannya membalas pertanyaan yang terangkai di sana. Terlihat ceria dan segar, berbeda jauh dengan keadaan aslinya.

Hari ini langit bersih sekali. Awan seputih kapas berarak dengan riang. Terlempar halus ke sana kemari mengikuti arah angin membentuk garis indah melengkung dekat dengan matahari. Sebuah senyuman.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do u think, say it !