Selasa, 09 Oktober 2012

LONELY LOVE



Kemilau sinar musim panas tidak menyurutkan langkah Rita yang perlahan namun pasti. Tangan kanannya menggenggam setangkai lili putih yang terlihat mulai layu. Rita memejamkan matanya, sesosok pria bertubuh kekar melintas dibenaknya. Kenangan itu kembali sekali lagi, sama seperti ditahun sebelumnya.

Cinta itu akan mengikat sangat kuat ketika dia menghampiri seseorang yang selalu kesepian. Mungkin hal itu yang terjadi pada Rita. Anak tunggal yang hidup sebatang kara sejak remaja disebuah rumah megah. Tahun ke dua dia bersekolah, seorang pemuda kekar menaruh perhatian yang lebih padanya.

“Harusnya kamu bergabung dengan mereka”

“Kak Tama . . . “ Rita menatap pria kekar disampingnya dengan kaku.

Tama hanya membalas dengan sebuah senyuman kecil sambil mencubit pipi Rita. Seperti biasa Rita hanya terdiam dan menatap Tama tanpa ekspresi. Hari berganti hari, Tama terus bersikap baik pada Rita dan memperlakukan Rita selayaknya seseorang yang berharga. Pintu hati Rita terbuka dan tidak ada lagi yang dapat menghalanginya untuk mencoba selalu berada disamping Tama.

“Kak Tama, kakak tetap di kota ini kan kalau lulus nanti?” Rita tampak tidak ingin berpisah dari Tama.

“Tentu saja” Tama tersenyum, “lagipula setelah lulus nanti aku mau menikah dengan Gaby, minggu depan dia balik dari Amerika. Hah akhirnya hubungan jarak jauh ini akan berakhir . . .”

Matahari semakin terik. Rita menggenggam bunga lili dengan erat. Bayangan masa lalu itu masuk pada titik yang menyakitkan. Rita berjalan dengan cepat menuju pusara tak bernama. Satu hentakan kasar membuat bunga lili yang dipegangnya terhempas begitu saja pada batu nisan.

“Setahun berlalu kak Gaby”

Hanya satu kalimat yang terucap, Rita bergegas meninggalkan tempat tersebut. Langkah kakinya kini tertuju pada sebuah bangunan tua, rumah tempatnya bermukin selama ini.

“Aku pulang”

Rita melepaskan sepatunya dengan anggun. Tangannya dengan sigap meraih sebuah handuk kecil yang tergeletak begitu saja dikursi. Wajahnya yang berpeluh dibasuh.

“Kak Tama . . .”

Tangan Rita merangkul tumpukan tulang belulang di atas kasur.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

3 komentar:

  1. gak baca ceritanya..
    males baca yg panjang2 >.< *ditoyor*

    tapi yg terakhir gambarnya serem kak o,o
    meskipun masih sereman aku yg seluruh badan tulang ~.~
    itu gambarnya via apa?
    kok pewarnaannya kayak pake pensil warna?

    BalasHapus
  2. hahahaha dasar :P kalau blog aku yang ini emang isinya kebanyakan tulisan :3

    hahaha :P
    bukan aku yg gambar :D itu ada sourcenya :D kayaknya emang pake pensil warna :D

    BalasHapus
  3. waw keren ceritanya ........... pek tulang2 di atas2 kasur ,,,,,,,,,,,,

    BalasHapus

what do u think, say it !