Senin, 20 Oktober 2014

MENUNGGU


Suasana ruangan ini begitu sepi. Aku merasa ada hawa dingin yang memelukku setiap angin berhembus. Udara pengap mengisi setiap sudut. Beberapa cat dinding tampak terkelupas. Waktu telah lama menelan semuanya. Di atas meja tempatku menatap dalam diam tampak dua buah pot bunga kering. Mengapa benda ini ada di sini? Dan untuk apa aku ke sini?

Tetes air jatuh tepat di atas pot bunga. Langit-langit yang penuh dengan bercak air memanggilku. Aku menengadah. Masih bertanya mengapa aku berada di tempat ini?

Pintu berderit dan terdengar langkah-langkah kaki. Ada seorang pria berdiri di bawah palang pintu. Wajahnya tampak sudah senja. Helai rambutnya memutih seutuhnya. Sama sepertiku, dia ikut menatap pot bunga dan langit-langit yang memiliki bercak. Ah, saat itu aku baru tersadar kalau langit-langit yang meneteskan air sebenarnya terbuat dari kaca. Debu yang tadi menutupinya mulai terkikis. Aku bisa melihat awan mendung bergelayut. Dadaku mulai bergemuruh. Rasanya ada yang menyergap ingatanku. Kenapa aku ada di tempat ini?

Pria itu melangkah mendekatiku. Wajahnya tepat berada di hadapanku. Jantungku berdegup semakin kencang.

“Aliana.” Ucapnya.

Apa ini hanya perasaanku? Sepertinya hawa di ruangan ini mulai berubah, semua terasa hangat. Pria itu mengulurkan tangannya. Mengambil buku lusuh yang ku pangku entah sejak kapan.

“Maaf baru sempat mengambil benda ini. Aku sudah ikhlas.”

Kabut putih mengerubungiku. Aku ingat sekarang kenapa aku berada di sini. Aku menunggunya.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do u think, say it !