Kamis, 16 Agustus 2012

JANJI – JANJI AYAH VI

VI

Dunia berputar, keadaan berbalik. Sekarang aku berhasil dekat dengan Ibu dan mendapatkan cinta James sedangkan Siska jatuh tersungkur ke dalam posisiku terdahulu. Hubungan Siska dan James berakhir dan aku masuk ke kehidupan James sebagai pengganti Siska. Siska dan Ayah sangat menentang hubungan kami, sementara Ibu bersikap biasa saja – tidak memihak siapapun dan Alvin yang menurut kabar terakhir ada di Amerika, tidak pernah menghubungiku lagi semenjak aku menceritakan perihal hubunganku dengan James. Sepertinya dia berpihak kepada Ayah dan Siska atau entahlah, aku sudah tidak peduli lagi.

“James itu tidak sebaik yang kamu bayangkan” Siska selalu berkata seperti itu, begitupun dengan Ayah.

Rasanya Siska hanya cemburu dengan keberhasilanku yang sekarang sehingga dia mencoba menarik simpati Ayah dan kembali menjatuhkan aku. Mereka berdua selalu mencoba menghalangi niatku untuk bersatu dengan James. Hingga tibalah saat dimana semua kemarahan memuncak dan Ibu yang selalu memilih posisi tenang akhirnya kembali berpihak pada Siska.

“James itu bukan pria yang baik. Ayah tidak pernah setuju hubungan kalian lebih dari sekedar sahabat dan sekarang kamu mau bertunangan dengannya?” Ayah melotot tajam ke arahku.

Ibu yang duduk di samping Ayah coba menenangkan hati Ayah sementara Siska tetap tertunduk lesu.

“Ini sudah tekadku dan seperti janji Ayah, Ayah akan selalu merestui apapun yang akan aku lakukan” kataku tak mau kalah.

“Ayah akan merestui seandainya pria pilihanmu bukan James”

“Bukankah dulu Ayah yang paling bersemangat saat tahu aku menyukai James?” aku mencoba mengingatkan hal ini kepada Ayah dan berharap Ayah melunak.

“Itu dulu sebelum Ayah tahu pria macam apa dia”

“James pria yang baik, Yah. Apa sih yang sudah dikatakan Siska sampai Ayah benci setengah mati pada James?” aku mulai melemparkan kekesalanku pada Siska yang sejak tadi hanya menunduk.

“Kau . . .”

“Flora . .”Siska mencoba memotong perkataan Ayah yang penuh emosi, “ James itu pria yang kasar dan licik. Selama ini dia mendekatiku hanya ingin memanfaatkan semua yang ku miliki. Dia mengira akulah anak pertama keluarga ini. Keluarga ini tumbuh sebagai keluarga yang sukses dan James ingin merebut semua ini, seperti yang selama ini dia lakukan pada . . ”

“BOHONG!!”

“Percayalah padaku Ra” Siska meraih tanganku dan memaksaku duduk kembali, “awalnya aku juga berpikir seperti itu hingga aku menemukan beberapa bukti tentang James. James selama ini yatim piatu dan orang yang dia akui sebagai keluarga, tidak lebih dari sepasang suami istri yang dia tipu. Dia menguras harta mereka dan mengancam kehidupan mereka”

Kepalaku pusing, aku tidak bisa mencerna lebih jauh perkataan Siska. Apa mungkin perkataan Siska itu benar adanya? Atau dia hanya mencoba merebut kembali apa yang sudah aku miliki?

“Jangan percaya dia” James masuk ke dalam rumah dan dengan cepat menggenggam tanganku.

“Om dan Tante, mungkin dulu saya pria yang bejat tapi sekarang semuanya berubah karena Flora. Siska hanya cemburu dengan apa yang Flora raih selama ini”

Aku pun semakin kalut. Benar kata James, sepatah kalimat yang diucapkan James barusan memang lebih nyata dibandingkan perkataan Siska tadi.

“Diam kamu !” Ayah membanting meja dengan penuh emosi.

Selama sekian tahun hidup bersama Ayah, baru kali ini aku melihat Ayah semarah ini.

“Ayah ! “ aku mulai berbicara dengan tatapan berlinang airmata,”selama ini aku bahagia karena Ayah selalu menepati janji Ayah untuk berada dipihakku dan membiarkan aku meraih kebahagianku. Ayah pasti mengerti kenapa aku membenci Siska. Dia sudah merebut beasiswaku, cinta Ibu, bahkan cinta James ! Merebut semua kebahagiaanku !”

“Flora . . .” Ibu ikut menangis,”maafkan Ibu tapi selama ini cinta Ibu padamu tidak direbut oleh siapa – siapa”

“BOHONG !! aku bisa merasakan semuanya ! Orang ini” aku mengarahkan telunjukku pada Siska, kemarahanku yang terpendam membuncah sudah, “dia sudah merebut semua kebahagiaanku ! Tidak bisakah kalian membiarkan aku memilih jalanku sekarang?”

Ayah, Ibu, dan Siska terdiam. James menggenggam tanganku lebih erat. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa aku ingin menjaga kebahagiaanku ini, menghabiskan hidup bersama James. Dan aku ingin mereka lebih mempercayaiku dibanding Siska.

“Om dan Tante, saya dan Flora saling mencintai”

“Iya, Ayah harus memegang janji Ayah. Membiarkan aku menentukan jalan hidupku”

Ayah terpaku menatap ubin. Raut wajahnya terlihat sangat marah namun Ayah tahu tidak akan bisa melakukan apapun untuk menghentikan niatku ini.
Itulah hari terakhir dimana aku bisa melihat Siska lagi. Hari itu, Siska pergi dari kehidupan kami. Seiring berjalannya waktu hubunganku dengan kedua orang tuaku kembali seperti biasa namun seperti ada sesuatu yang mengganjal. Ibu memang perhatian lagi padaku dan membantuku mengurus pernikahan hingga jatuh sakit sementara Ayah tetap mencoba menunjukkan rasa kecewanya terhadap pilihanku.
Biar bagaimanapun Ayah harus ingat semua janji itu.

continue . . .


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do u think, say it !