Rabu, 18 Mei 2011

COVER


“You can’t judge anybody by her cover”

Prolog

Universitas Garuda mempunyai dua orang primadona dari fakultas seni dan sastra yaitu Paula dan Liliana. Paula dikagumi oleh banyak pria karena berpenampilan manis, anggun, dan selalu menggunakan pakaian bermerk terkenal. Sedangkan Liliana dikagumi oleh banyak wanita karena kehebatannya dalam berkomunikasi. Ke dua gadis tersebut memiliki penampilan dan sudut pandang kehidupan yang sangat berbeda.

“Paula pasti suka pesta dan habisin banyak duit”

“Liliana itu nerd banget yah, di rumahnya pasti banyak buku. Dia pasti jarang hang out deh”

Banyak tanggapan positif dan negatif yang ditujukan oleh ke dua gadis tersebut. Tetapi kehidupan mereka yang sebenarnya, tidak ada yang tahu dan mengerti.

Paula Kirana Widjadja

Hari ini matahari bersinar dengan semangatnya. Paula duduk di pinggir kolam renang rumahnya dengan santai. Baju berwarna kuning pastel dan hotpants putih susu terlihat manis menutupi tubuhnya yang mungil. Tangannya yang lentik dan berkuteks soft pink tampak sibuk membolak – balikkan halaman majalah No-Nee.

“Nona, ada telepon dari teman Nona” kata seorang wanita berumur 50-an sambil memberikan telepon nirkabel ke arah Paula.

“Dari siapa mbok?” tanya Paula tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah No-Nee.

“I-itu Non, katanya teman kampus” kata wanita tersebut sambil menggenggam kuat telepon nirkabel yang dipegangnya.

“Bilang aja saya lagi keluar”

“T-tapi Non....”

“Itu pasti Doni kan?” kata Paula sambil menutup majalah yang dibacanya dan melihat ke arah wanita tersebut.

“Matiin aja mbok. Kan udah saya bilang berkali – kali, kalau dia yang nelepon gak usah ditanggapi !!” lanjut Paula dengan nada ketus.

“.......”

“Sini”

Klik.

Paula lalu meninggalkan wanita tersebut dengan wajah cemberut. Dia berjalan dengan cepat ke arah kamarnya yang berada di lantai 1.

“Kenapa semua cowok selalu nganggap gue cewek gampangan sih?” gerutu Paula sambil membaringkan badannya di kasur.

Paula mengingat semua kejadian yang pernah dia alami selama ini. Paula adalah gadis yang easy going dan ramah. Dia tidak pernah memilih – milih teman. Semua yang baik padanya dia anggap sebagai teman, pria maupun wanita. Tetapi, beberapa pria menganggap kebaikan Paula adalah sebuah rasa suka. Mereka mencoba mendekati Paula dengan lebih intensif. Namun, Paula tidak pernah menanggapi hal tersebut dengan serius. Dia tidak ingin menjalani sebuah hubungan yang tidak pasti seperti pacaran.

“Kalau lu emang suka ma gue, temuin orang tua gue. Kita langsung nikah aja” kata Paula saat seorang pria menyatakan rasa suka padanya.

Paula memang berpenampilan seperti gadis metropolitan lainnya. Pakaian yang digunakannya adalah hasil rancangan designer terkenal seperti Zac Posen dan Luella Bartley. Paula jarang terlihat menggunakan produk lokal. Gucci dan Prada selalu siap menghiasi dirinya. Itulah mengapa dia dijadikan icon di Universitas Garuda. Penampilannya tersebut membuat dia di judge sebagai Nona bangsawan yang hedonis.

“Paula, gimana kalau kita ngadain Tahun Baruan di villa lu yang di puncak?” ajak seorang teman kampusnya.

Sorry, gue udah ada acara”

Sejujurnya Paula adalah seorang gadis yang benci berpesta dan hang out di cafe. Dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan membaca majalah fashion dan bermain di sebuah yayasan yatim piatu milik ke dua orang tuanya.

Anggapan banyak orang mengenai dirinya yang hanya bisa menghabiskan uang keluarga adalah hal yang keliru. Sejak berumur 20 tahun Paula sudah ikut serta membantu Ayah dan Ibunya untuk memajukan perusahaan keluarga. Pakaian, tas, sepatu, dan aksesoris mahal yang digunakannya merupakan hadiah dari rekan bisnis Ayah dan Ibunya.

“Ma, kenapa Ula mesti pake baju ma tas bermerk sih? Risih banget ah”

“Kamu gimana sih? Itu kan hadiah. Lagipula kamu harus ingat status kamu sebagai penerus perusahaan. Apa kata orang di luar sana kalau tahu kamu berpenampilan biasa – biasa saja?”

Paula pasrah menerima permintaan Ibunya. Dia tahu bahwa membantah permintaan ibunya akan mendatangkan banyak masalah. Lagipula dia beranggapan bahwa penampilan bukanlah suatu hal yang penting karena penampilan bukan penentu pribadi seseorang. Namun, pemikirannya tersebut tidak sama dengan pemikiran masyarakat pada umumnya. Tanpa dia sadari, dia telah di cap sebagai seorang Nona bangsawan yang hedonis.

Tak jarang pula dia dianggap sebagai gadis gampangan, yang bisa diajak ini itu.

“Gak ngerti deh gue Ra. Mereka semua nganggap gue tuh cewek gampangan, hobi ke pesta, dugem, macam – macamlah” curhat Paula ke sahabat karibnya, Maura.

“Penampilan lu tuh yang buat mereka salah paham” kata Maura sambil menyalakan tv dengan remote hitam yang ada ditangannya.

“Pernah dengar gak sih kata – kata ‘don’t judge a book by it’s cover’?”

“Pernah, tapi lu kan bukan buku, hahahahahha”

“Sial”

Paula pun melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Maura.

***


Liliana Saraswati

“Nih bayaran buat lu”

Liliana memungut uang yang dibuang oleh seorang pria paruh baya yang ada dihadapannya.
Malam ini, penampilannya sangat berbeda dari Liliana yang biasanya. Rok Mini dan T-shirt berwarna merah ketat menutupi sebagian tubuhnya yang kecil. Dia tersenyum puas melihat uang yang dipegangnya lalu keluar dari sebuah club.

“Lumayan, gue bisa beli buku dan bayar uang kuliah”

Liliana adalah seorang gadis yatim piatu. Selama ini dia hidup bersama Nenek dan Kakeknya di sebuah perumahan sederhana. Di rumah dan di kampus dia dianggap sebagai gadis yang suci dan cerdas. Kacamata oval serta pakaian tertutup selalu identik dengan dirinya.

“Ada job malam ini”

“Oke”

Liliana lalu tersenyum dan melanjutkan bacaannya. Setiap malam dia keluar rumah dan bekerja sebagai ‘pemuas napsu lelaki’. Dia memilih jalan ini karena baginya pekerjaan inilah yang bisa menghasilkan banyak uang dengan cepat.

“Lu kan pintar Li, ngapain sih kerja kayak ginian?” kata salah seorang pekerja di club tersebut.

“Gue butuh duit buat beli buku. Gue cinta ma buku tapi gue gak mungkin ngebebanin keluarga gue”

“Tapi kan gak perlu kerja kayak gini juga kali”

“Biarin ajalah, toh gue menikmati pekerjaan ini. Gak ada yang maksa gue”

Itulah Liliana, penampilannya yang baik hanya sebuah penutup tindakannya selama ini. Dia dianggap gadis yang cerdas dan peduli akan sekitar, padahal sebenarnya dia adalah seorang gadis yang sama sekali tidak peduli dengan apapun yang terjadi disekitarnya. Yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana caranya agar dia bisa bahagia.

11.00 AM

Liliana membuka jendela kamarnya dengan perlahan, lalu melempar stilettonya keluar jendela. Dia melihat ke kiri dan kanan, kemudian melompat dari jendela. Dia berjalan anggun ke arah gang kompleks rumahnya.

Beberapa warga melihatnya namun tampak tak peduli karena mereka sama sekali tidak mengenal Liliana dengan penampilan barunya. Babydoll tanpa lengan serta legging hitam menutupi tubuhnya. Rambutnya yang hitam legam digerai.

Seorang pria melambaikan tangannya, Liliana tersenyum dan menghampiri pria tersebut.

“Malam ini double” kata pria tersebut.

“Oke, asal bayarannya sesuai”

Epilog

Gedung serbaguna universitas Garuda terlihat ramai. Hari ini adalah hari dimana seluruh mahasiswa angkatan 2005 wisuda.

Paula tersenyum lebar saat namanya disebut sebagai lulusan terbaik. Tangannya yang mungil digenggam erat oleh seorang pria tampan. Di tangan mereka tampak sebuah benda bulat yang melingkar dan mengkilat, cincin pernikahan.

Sementara itu, Liliana hanya duduk terdiam dikursi paling belakang dengan wajah pucat. Pikirannya melayang entah kemana.

“Anda mengidap penyakit HIV/AIDS” kata – kata itu terus terngiang di telinganya.

THE END

- Regrads Pipit -

3 komentar:

  1. Ada kurang kata ka paragraf 21 kurang kata Ada sebelum acara. XD

    ngakak pas baca " lo kan bukan buku LOL..

    tadinya gw kagum sama Liliana eh ternyata... -___-

    penipuan publik dan karakter nih namanya, banyak disekitar kita ..

    BalasHapus
  2. Rapih sekali ceritanya.. :)
    walaupun endingnya sedikit bisa tertebak, tapi gue suka penggambaran tokohnya yang jelas :)

    BalasHapus

what do u think, say it !