Sabtu, 17 Agustus 2013

SACRAMENTO


Gemericik air sungai terdengar jelas dari sini. Kemilau cahaya bulan terpantul di atasnya. Bulatan putih itu tampak rapuh bergoyang menampilkan siluet aneh. Malam ini memang sangat cocok untuk melepas jiwa-jiwa keruh. Malam dimana cahaya bulan tepat berada di atas kepala.

Derak-derak kayu yang terbakar membawa hawa panas. Api jingga kebiruan silih berganti menari bagaikan pasangan di lantai dansa yang menjilat sebuah tali tambang yang terjulur begitu saja. Mencuat dari seorang tubuh gadis yang terikat.

“Amelie, si darah pasir ini harus kita bakar sekarang?!”

Seorang gadis bertudung coklat lusuh berbicara.

“Tidak Anelise.”

Jawaban tegas menghentikan semangat Anelise. Fokusnya kembali tertuju pada ritual. Mantra-mantra masih mengalun. Para tudung coklat lusuh tampak mulai mengelilingi api unggun. Tangan mereka kontan terangkat sekali diikuti teriakan rapalan yang kuat. Kemudian disusul rapalan yang lemah ketika mereka bersimpuh di tanah.

Dyin bisa merasakan bahwa ritual tersebut mulai bekerja pada dirinya. Tubuhnya mulai lemas dan semakin lama indera perasanya kelu. Tiga jam digantung dan seminggu disekap sudah cukup membuatnya merasa tersiksa dan kini ditambah dengan sebuah ritual aneh.

“Ini ganjaran yang setimpal untukmu!”

Entah mengapa suara Amelie kembali berdenging ditelinganya ibarat sebuah kaset yang diputar ulang. Imaji Dyin kembali pada waktu dimana Amelie mendobrak paksa pintu rumahnya dan mengganggu waktu liburnya. Amelie muncul begitu saja dengan segerombolan orang-orang bertudung coklat lusuh, mengganggu keasyikan Dyin menonton dorama. Amelie dan kelompoknya melontarkan kata-kata dalam bahasa yang tidak dia kenali seperti darah pasir atau ‘gedwee’. Disusul dengan membungkus Dyin begitu saja dan melemparnya ke sebuah tempat yang – bagi Dyin – terasa seperti bagasi.

“Buat dirimu nyaman di sini!” Kata Amelie dengan nada sarkasme yang dalam.

Dyin menjamah sekelilingnya, matanya dengan cepat mencoba menyesuaikan. Kini dia berada di dalam sebuah penjara bawah tanah. Jeruji-jeruji besih penjara tersebut terlihat kokoh namun basah karena terkena rembesan air yang jatuh dari tumpukan bata. Bau lembab begitu menyengat hidung, membuat napas seolah tertahan.

“Kastil Bayangan.” Batin Dyin.

“Tentu saja Dyin.”

Amelie seolah bisa membaca pikiran Dyin dan dia menyebut nama Dyin seperti melafalkan kata “dying” yang bagi telinga Dyin terdengar sangat mengganggu. Amelie hanya tertawa melihat ekspresi mual Dyin, dia menembus begitu saja jeruji besi yang menghadang. Membuat tubuhnya tampak seperti asap yang menyembul. Tudung coklat lusuhnya tersingkap dan menampakkan rambut pirang sebahu.

“Amnesiamu sudah sembuh? Berhentilah meniru Puteri kami, gedwee! Itu sangat tidak sopan!”

“Cukup!”

Seorang pria kekar masuk dengan cekatan ke dalam penjara. Pria itu menarik tangan Amelie yang siap menampar Dyin. Matanya menatap tajam Amelie sambil menggeleng.

“Biar upacara malam purnama yang akan melakukannya. Tidak seharusnya tangan kita dikotori oleh seorang gedwee”

“Kau benar Ralie.” Jawab Amelie sambil tersenyum licik.

Upacara yang mereka bicarakan adalah Sacramento, sebuah upacara penyucian dan pemberian maaf bagi mereka yang telah lancang mengusik keluarga tingkat atas Kastil Bayangan. Dyin telah melakukan kesalahan dengan meniru secara habis-habisan Puteri Kastil yang menyamar dan bersekolah di tempatnya. Dyin memang haus ketenaran, dia ingin dianggap dan dipandang namun dia salah memilih target untuk ditiru karena Puteri Kastil Bayangan sangat tidak suka akan sikap lancang Dyin ini. Kini Dyin harus membayar semua perbuatannya. Penghuni Kastil Bayangan – mulai dari pelayan hingga prajurit – membenci  seorang gedwee, orang yang selalu meniru.

“Sacramento dimulai!”

Ralie berteriak memandang bulan, membuyarkan kilas balik yang ada dalam angan Dyin. Rapalan mantra semakin tajam terdengar membuat api berkobar menjadi sangat besar, Dyin hanya bisa pasrah. Tubuhnya terbakar perlahan namun pasti. Upacara sudah dimulai dan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Aku duduk di atas kursi hitam berkilauan, tak jauh dari tempat itu. Tersenyum bahagia.


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

7 komentar:

  1. pendek, tapi mencekam. langsung bisa kebayang horrornya gimana kak piit :D

    BalasHapus
  2. membaca ini aku jadi kangen menulis .__.

    Kak Fia dan tulisannya yang membuatku nostalgia... meski yg ini nggak seserem/sehoror biasanya, hehehe ^__^

    *lancing-->lancang (apa memang sengaja?)
    pentucian-->penyucian
    chaya-->cahaya


    P.S: lanjutan cerita werewolfnya gimana Kak? hehe..

    P.P.S: Sacramento itu sperti nama sebuah kota di Amerika bukan sih? ;P

    -imouto_chan-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo menulis :3

      Sengaja gak terlalu serem, ceritanya mau belajar nulis yang terlalu sadis (._. )

      Ah iya, itu spelling checknya (-_- ) Thanks koreksinya, sudah diganti :-)

      Well yah,kemarin laptopnya rusak dan hilang. Datanya belum diback up - termasuk cerita itu - tapi semoga saja dicatatan fb masih ada jadi gak nulis ulang dari awal lagi

      Hapus
    2. Iyaa siaap :3

      ehh aku nggak salah dengar kan? hehehe^^'

      sama2 Kak ;3

      I see .__. kalo upload tag aku ya Kak ;D habiswaktu itu plot ceritanya sudah lg seru2nya -3- hoho

      -imouto_chan-

      Hapus

what do u think, say it !