Kamis, 14 Februari 2013

JOGJA 1 : SEKATEN

Terhitung sejak tanggal 23 Januari, saya hijrah sementara dari Bandung ke Jogja. Berangkat ke Jogja bareng Erwin, Ayu, dan Oniisama di pagi buta yang dingin-dingin unyu. Ini untuk kali pertama nyobain naik kereta ekonomi dan membawa si ganteng Noir.

Terjadi gonjang-ganjing di stasiun, dilarang membawa hewan karena takut mengganggu penumpang lain -_-
Untungnya, penjaga gerbong barang kebetulan lewat. Nitip sebentar deh sama mas-nya setelah ngobrol beberapa saat. Sempat khawatir karena cuaca panas banget.

Sore menyambut, sampailah di Jogja. Langsung meluncur menuju rumah Erwin, mandi, dan bersiap-siap menuju acara Sekaten. Dari Bandung, kita memang sudah niat melihat acara ini.

Apa itu Sekaten? Ada yang sudah pernah melihatnya?
Biar gaul, baca penjelasan hasil comotan berikut ini :

Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.


Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi Dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa: Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton. - wikipedia



Nah, kurang lebih begitulah penjelasannya. Melihat acara Sekaten secara langsung merupakan pengalaman pertama bagi saya. Kaget melihat luapan manusia di alun-alun utara. Beberapa tampak berbaring (sepertinya menginap beberapa hari di tempat ini).

foto diantara keramaian orang
Berhubung kami datangnya di sore hari, jadi kami hanya bisa melihat prosesi pengembalian gamelan ke dalam Keraton. Sembari menunggu prosesi tersebut, kami mengelilingi area sekitar untuk melihat beberapa kereta yang dipajang, ngobrol santai bersama abdi dalem, dan berfoto bersama sinden.


Dengan mata mengantuk dan badan yang pegal-pegal kita memutuskan untuk segera pulang. Namun ternyata pintu pagar untuk keluar telah ditutup.

"Sampeyan mau kemana? Dikit lagi acara puncaknya loh. Gamelannya mau dimasukin"

Yang jaga menunjuk ke pagar lain. Beberapa orang tampak mulai berdiri dan berbaris. Kami berempat langsung siap siaga mencari tempat yang pas untuk merekam prosesi tersebut. Untung saja Oniisama memiliki tinggi yang lumayan :P jadi tugas merekam gambar diserahkan padanya, dengan konsekuensi kepala saya sebagai ganjelan tangannya yang besar -_-,

Ke esokan harinya kami masih ingin melihat prosesi lain yang katanya akan diadakan pagi hari. Erwin sempat menceritakan prosesi apa itu, tetapi saya tidak mengingatnya karena setengah sadar. Yang saya ingat ada hubungannya dengan gunungan. Mungkin acara yang dimaksud Erwin seperti yang dijelaskan ini :


Grebeg Muludan

Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad s.a.w.) mulai jam 8:00 pagi. Dengan dikawal oleh 10 macam (bregodo/kompi) prajurit Kraton: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis, sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah dido'akan Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari Gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka. wikipedia 


Keinginan melihat salah satu prosesi Sekaten di pagi hari batal sudah, kami semua bangun terlambat. Wajar saja, perjalanan yang menguras tenaga dari Bandung ditambah begadang karena menyaksikan prosesi memasukkan gamelan.

Berhubung acara Sekaten yang ingin kita lihat telah selesai, kami memutuskan untuk berkunjung ke Tamansari dengan berjalan kaki dari tempat parkir disekitar alun-alun utara. Dalam perjalanan menuju ke Tamansari, kami berkesempatan memotret beberapa rombongan (ikutan narsis juga).




Nah untuk kelanjutan jalan-jalan ke Tamansari dan tempat kece lainnya di Jogja, menyusul. Sampai di sini dulu. Adios.

- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

2 komentar:

what do u think, say it !