Aku
berada disudut tergelap ruang tamu menatap Andrea yang menangis. Tubuh
mungilnya bergetar hebat seakan terkena guncangan bumi yang maha dahsyat.
Hampir separuh hari dihabiskannya di ruang tamu yang sepi dan berantakan ini.
“Andrea”
panggilku lirih.
“Kenapa
kamu pergi ?” Andrea bergumam dengan nada yang amat menyayat hati.
Aku
bisa melihat dengan bingkai foto yang hancur berantakan di lantai. Serpihan
kaca nan bening berhamburan menghujam tegel, siap menancap pada kaki-kaki yang
melangkah mendekati. Sebuah foto dengan aksen sephia berukuran 8R
tercabik-cabik kasar. Beberapa kumpulan foto yang membentuk mozaik ikut
menghiasi lantai yang kini dilengkapi air mata.
Sudut
ruang tamu yang sangat sendu. Satu-satunya yang tampak tersenyum di ruangan ini
hanyalah kolase foto yang hancur.
“Harusnya
aku tidak pergi seperti ini” gumamku dalam tangis.
Andrea
mendadak berdiri dan melangkah mendekatiku. Kakinya yang mulus menginjak
serpihan kaca begitu saja.
“Andrea
kakimu”
Sekuat
tenaga aku mencoba menghentikan Andrea. Namun semua ini sia-sia. Sentuhanku
seakan tidak bisa melekat indah seperti dulu. Tanganku tidak lagi dapat
menyentuh tangan Andrea. Semua seakan transparan dan melewati tubuh Andrea
dengan sempurna. Aku hanya setitik roh.
“Anji”
Aku
berbalik. Tatapan kosong yang ditunjukkan Andrea sangat menyakitkan.
“Andrea,
maafkan aku”
“Aku
tidak percaya padamu lagi”tangan Andrea menyentuh dinding,”kenapa kau pergi
demi gadis bodoh itu?”
BUK
!
“Andrea,
jangan sakiti dirimu !”
Percuma.
Teriakanku bahkan tidak bisa didengarnya.
“Aku
tidak percaya akan percaya padamu lagi. Kamu bodoh ! Memilih gadis itu hingga
nyawamu menjadi taruhannya” Andrea memeluk ke dua kakinya.
Hatiku
bergejolak. Rasanya ingin sekali diberi kesempatan untuk menceritakan yang
sebenarnya. Aku tidak bisa melihat Andrea seperti ini.
Waktumu sebentar
lagi.
Sebuah
suara bergema. Hanya aku yang bisa mendengar suara itu dan merasakan gejolak
yang amat menakutkan.
“Andrea,
aku tidak tahu apakah kau bisa mendengarkan suaraku atau tidak. Aku hanya ingin
menyampaikan ini semua sebelum aku bisa pergi dengan tenang. Anji selalu
menyayangimu. Dia tidak mencampakkanmu seperti yang kau kira dan dia tidak
memilihku. Kita bertiga sahabat sejak dulu, aku sangat mengerti kau dan Anji
saling suka. Anji menemuiku malam itu hanya karena kasihan padaku yang kembali
ke dunia kelam narkoba. Dia membantuku untuk sembuh, bukan pergi darimu. Apa
yang kau lihat di apartemenku malam itu, tidak seperti apa yang kau pikirkan”
keberadaan tubuhku semakin tipis, aku mencoba berbicara secepat mungkin,”
Tengoklah Anji di rumah sakit, dia tidak bersalah. Maafkan aku”
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !