Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
. . . .
Fia menghitung
dalam hati sambil memejamkan matanya. Ada sesuatu yang menggelayut aneh
didadanya. Sebuah gemuruh yang menyesakkan tetapi juga membuah teduh hati.
“Aku kenapa?”
Fia bangun dari pembaringannya, mengambil
segelas air putih dari cangkir bening yang membisu di meja. Jarum jam
berdentang beberapa kali, sepertiga malam telah menampakkan dirinya. Tetesan
air dari keran di kamar mandi seakan memanggil Fia. Fia menghela napas dan
mulai membasuh wajahnya. Bayang dan harapan itu muncul lagi. Fia mencubit
pipinya keras-keras membiarkan rasa sakit menampakkan jejak kemerahan dipipi
mulusnya.
“C’mon
Fi kamu gak boleh seperti ini. Jangan goyah hanya karena sesuatu yang belum
pasti. Jangan terpengaruh dengan pemikiran aneh seperti ini. Ingat dinding yang
sudah kamu buat sejauh ini, jangan biarkan runtuh” gumam Fia.
Hening. Angin menelisik manja membelai
gorden tipis yang menutup jendela. Fia meraih jilbab abu-abu cerah miliknya,
berjalan menyusuri rumah yang sepi. Langkah kakinya terhenti di balkon yang berhias
bunga daffodil.
“Malam yang sunyi dan sejuk”
Sebuah bayang berkelebat lagi
diingatannya.
“Astagfirullah”
Fia tersungkur. Air matanya mengalir
dengan hangat. Dia menangisi hatinya yang kini mulai goyah.
gambar 3 tahun lalu, niru dari manga serial cantik, lupa judulnya -_-
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
btw, ini sepenggal cerpen yang kamu buat atau karya lepas.??
BalasHapusstiap cerita pipit slalu takut buat nerjemahin :p hehehe
BalasHapuskerennn
Bang Oi : sepenggal cerpen mungkin hehehe :D
BalasHapusDhila : ih kenapa takut? hehehe
Makasih Dhila :D