Bagimu cinta adalah kemolekan
fisik, wangi dunia yang membasuh jiwa, langkah tegap kaki jenjang, dan segala
keindahan untuk matamu. Bagiku cinta adalah kamu, kehangatan kasih sayang,
harapan untuk hidup lebih baik, dan debaran lainnya.
“Sudah telat”
Aku mengamit tumpukan buku begitu
saja. Membiarkan kertas-kertas terlipat kusut, menindih satu sama lain tak
peduli satu bagian atau bukan. Kau berdiri tepat di depan pagar. Senyum pagimu
merekah.
“Perlu bantuan?”
Aku hanya bisa mengangguk,
membiarkan bias semu merah menampar pipiku. Pagi yang dingin seketika menjadi
hangat. Aku selalu suka kebiasaanmu itu. Rapi, teliti, sigap, dan lucu. Kita
berjalan bersisian tanpa suara. Hanya detak jantung yang terdengar.
Tanganmu yang besar itu meraih tanganku, membenarkan posisi jalanku yang setengah miring. Aku suka. Jari jemari kita saling berbicara, membisikkan rasa hati yang bahkan dewa dewi sekali pun tidak paham. Inikah yang namanya dunia hanya milik berdua?
Entah berapa lama kita berjalan. Kau berhenti mendadak, matamu terpaku pada satu titik. Seseorang berdiri di ujung jalan. Bibir merahnya merekah memanggil namamu. Kau melempar begitu saja kertas dan buku dalam pelukan. Menghantam wajahku yang berbingkai tanya.
BRUK !
Ternyata mimpi itu lagi.
Kepalaku pusing, badanku sakit karena terpelanting dengan indah. Ya, indah sekali ! Mataku memicing menatap berkas mentari yang menelisik dicelah
gorden. Ah pagi telah menyapa. Aku berdiri dengan gontai, mencoba merapikan rambutku dengan sisir perak.
Mimpi tadi selalu membangunkan dengan sangat sempurna tiap pagi.
“Wanita harus terlihat cantik dan
mempesona bahkan ketika baru bangun”
Kata-katamu terngiang lagi ditelingaku. Sekuat itukah pengaruhmu terhadap hidupku?
Sebuah handuk bercorak bunga memanggilku, menampar halus bayang semua tadi. Aku memang butuh menyegarkan diriku sendiri. Ingatan itu membuatku ingin berlama-lama memanjakan tubuh diantara derasnya air, berharap semua asa akan luntur bersama air yang mengalir melewati pipa-pipa.
Tik tok . . .
Aku memandang riasan
tipis yang menutupi seluruh wajahku. Tidak ada rambut kusut, mata yang sayu,
bibir yang kering, dan pipi yang menjemukan. Aku telah berubah dan aku akan
membuatmu menyesal. Aku berjumawa.
*
“Aku salah”
Tangismu pecah dihadapanku. Lututmu
mencium tanah hampir sejam. Wajahmu penuh dengan peluh sebesar biji jagung, kau
terlihat sangat lelah. Apa benar ini yang aku harapkan?
“Kau memang cantik Ra, aku sadar
sekarang”
Hangat. Aku cuma bisa mendengar
detak jantungnya, detak jantungku. Apa ini? Bukankah aku ingin membuatnya
menyesal? Kenapa sekarang aku tidak tega membiarkannya seperti ini?
Dia memang hanya mencintai
keindahan fisik dan aku . . . memang hanya mencintainya. Itu bodoh.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !