Hari itu cuaca sedang bahagia. Bandung seakan ingin memuntahkan amarahnya. Panas. Pengap. Keringat. Penghujung minggu yang luar biasa tidak elegan. Teriakan dari kamar samping memaksaku melompat turun dari tempat tidur, membenarkan jaket, merapikan anak rambut, dan menepuk pipi. Kebiasaan pagi yang lucu. Ibu tersenyum dari balik gorden biru.
"Sudah shubuh"
Aku mengangguk singkat. Tante berkata beberapa hal yang kemudian hanya jadi singgahan sementara ditelingaku.
Dentingan piring berbunyi. Tangan-tangan memperebutkan remote tv. Aku meringkuk di samping rak buku. Membaca satu atau dua lembar buku psikologi dengan kaki berlipat, mata berkedut, dan badan yang bergoyang maju mundur. Kebiasaan pagi lainnya.
Seperti biasa, beberapa komentar dari meja makan terdengar.
"Ini anak tiap pagi pasti gitu. Duduk di situ"
"Kak, bisanya ngelipat kaki gitu"
Seulas senyum merekah. Seaneh itukah aku ?
*
Rutinitas pagi telah selesai. Semua berkumpul di dalam mobil. Para anak muda berkumpul disatu mobil kijang hijau muda sedangkan para orang tua di mobil yang lainnya. Pembagian yang adil agar tidak ada teriakan seperti biasanya.
Aku yang biasa mual dan duduk tegang bisa rileks sejenak memandang keluar jendela. Bandung yang macet.
"Tumben gak pusing kak"
"Belum kali ya"
Aku menatap handphone ditangan kananku. Berharap ada seseorang yang menanyakan keadaanku saat ini. Aku terjebak di dalam keramain. Merasa sunyi. Aku tidak baik-baik saja. Aku butuh sendiri dan menangis.
*
Apakah Bogor selalu hujan?
Aku bertanya pada diriku sendiri. Tanganku membasuh jendela yang lembab. Rintiknya tak tersentuh tapi dinginnya terasa. Aku tidak suka. Hingar bingar terdengar disekitarku tapi aku merasa sunyi. Aku tak sendiri tetapi sunyi. Kau tahu, rasanya seperti terkurung di dalam penjara yang memaksamu melakukan sesuatu yang kau suka.
"Lagi ngapain kak?"
"Iseng"
"Selalu deh kak aneh-aneh aja"
Apakah aku memang aneh dimata mereka?
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !