Gadis berkuncir dua ini
bernama Arimbi. Ia tinggal di sebuah rumah mungil bersama sang Ayah. Ada satu
sifat Arimbi yang tidak disukai sang Ayah. Arimbi sering mengulang kesalahan
yang pernah ia perbuat. Arimbi seperti tidak benar-benar menyesal ketika
menyatakan permintaan maaf.
Suatu hari, Arimbi
diperkenalkan kepada seorang guru tua bernama Pak Ganesha. Sang Ayah sudah
mendengar banyak hal tentang perguruan yang didirikan Pak Ganesha. Metode
pembelajaran yang berbeda dari biasanya tidak hanya membuat murid lulusan
perguruan ganesha menjadi pintar secara akademik, tetapi juga pintar bertingkah
laku dengan baik. Sang Ayah berharap agar sifat buruk Arimbi bisa berubah
dengan belajar di perguruan Pak Ganesha.
Hari pertama belajar di
perguruan, Arimbi diminta memecahkan setumpuk piring. Arimbi bisa melakukannya
dalam waktu yang singkat. Setelah itu, Pak Ganesha memintanya untuk memperbaiki
piring-piring tersebut dengan menggunakan sebuah lem. Arimbi kembali menuruti
perintah tersebut. Ternyata memperbaiki piring yang telah pecah tidak semudah
ketika memecahkannya.
“Lihatlah intinya.”
Kata Pak Ganesha.
Arimbi hanya menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. Berulang kali dia membolak-balik piring, mencoba
mencari tahu apa yang dimaksud Pak Ganesha. Tapi tetap saja dia tidak mengerti.
Sebulan kini telah
berlalu. Arimbi masih diminta melakukan hal sama yaitu memecahkan dan
memperbaiki piring. Arimbi mulai bosan dengan hal tersebut. Dia selalu menghela
napas. Pak Ganesha yang melihat hal tersebut bertanya pada Arimbi apa dia sudah
menemukan inti melakukan hal tersebut? Arimbi kembali menggeleng.
Pak Ganesha mendekati
Arimbi, memandang piring yang meninggalkan jejak retak.
“Muridku Arimbi, inti
dari semua ini sama dengan perilakumu selama ini. Melakukan kesalahan tidak
semudah meminta maaf. Namun, dengan meminta maaf maka kesalahan yang telah
diperbuat setidaknya bisa diperbaiki. Sama halnya dengan merekatkan piring yang
telah pecah. Tetapi, jika kata maaf tidak disertai dengan penyesalan yang tulus
maka permintaan maaf itu tidak akan ada artinya. Seperti piring-piring yang
telah diperbaiki dan kembali pecah. Tidak dapat digunakan lagi, hanya dapat
melukai orang yang menyentuhnya.”
Arimbi tertunduk. Ia
mengerti apa yang dikatakan Pak Ganesha.
“Muridku Arimbi. Kau
bisan melakukan ini semua bukan? Sama halnya dengan mereka yang melihat
perilakumu.”
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !