I
Rangkaian bunga tersemat indah
diantara tiang penyangga panggung yang megah. Di tiap sudut bangunan tertata
lilin – lilin putih yang menyala dengan indah. Aku tersenyum menyambut tamu
yang datang satu per satu, menyalami mereka, dan meng-aamiini tiap doa yang
terucap. Ayah yang duduk di sampingku pun ikut tersenyum namun aku dapat
melihat arti tatapan matanya, tatapan mata kekecewaan.
“Ayah masih kecewa?” gumamku
ketika tidak ada tamu yang menyalami.
“Kau tahu apa yang sebenarnya
Ayah inginkan”
“Tapi Ayah, Flora sudah besar dan
Ayah sendiri yang berjanji untuk membiarkan Flora menentukan pilihan Flora”
suaraku mulai meninggi.
“Dan itu adalah janji yang
seharusnya tidak pernah Ayah ucapkan”
Aku mengepalkan tanganku menahan
emosi. Ingin sekali rasanya berteriak menanggapi ucapan Ayah namun semua itu
terhalang oleh tamu yang tiba – tiba datang menghampiriku. Aku mencoba
tersenyum menerima uluran tangan tamu tersebut dengan ekspresi sewajar mungkin.
“Berhenti berdebat dengan Ayahmu
sendiri dalam suasana seperti ini” Pria yang berdiri disebelahku berbisik
tajam. Aku tahu
dengan jarak sedekat ini dia pasti bisa mendengar perdebatan kami.
Aku pun mengangguk dan kembali
menatap Ayah dari sudut mataku. Aku tidak menyangka hubunganku dengan Ayah akan
seperti ini, mengingat bertahun – tahun yang lalu aku dan Ayah adalah sahabat
sejati. Ayah adalah orang yang berjasa padaku setidaknya itulah anggapanku
sebelum tragedi itu terjadi.
*
Sejak kecil Ayah selalu
mengajarkanku banyak hal. Ayah adalah orang yang membuatku bisa tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan membanggakan. Ayah jugalah yang pertama kali mengajarkanku menulis dan membaca bahkan sebelum aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Ayah melakukannya tanpa paksaan seperti yang
dilakukan oleh orang tua kebanyakan.
“Kau mau tahu cara menuliskan
namamu?”
Itulah cara Ayah untuk menarik
perhatianku agar mau belajar menulis dan membaca. Berkat didikan tersebut, aku menjadi
terkenal dikalangan anak – anak seumuranku sehingga aku memiliki banyak
pengikut. Tetapi sebagian besar pengikutku adalah anak lelaki. Entah kenapa,
anak – anak gadis terlihat tidak suka dengan prestasi yang ku torehkan.
Berteman dengan anak lelaki dalam
jangka waktu yang lama membuat perangaiku pun mirip dengan mereka, bisa
dikatakan aku tumbuh menjadi seorang gadis yang tomboy. Hal ini tidak menjadi
masalah buatku tetapi bagi Ibu, ini adalah masalah yang sangat besar.
“Flora, kamu sudah SMP. Dandanan
kayak anak laki – laki, bermain sama anak laki – laki, bahkan suka sekali
bersendawa kayak laki – laki” Ibu mengomeliku dari sudut meja.
Sebenarnya omelan Ibu malam ini
bukanlah omelan yang pertama kali aku dengar. Setiap malam ketika kami sedang
menonton tv bersama, Ibu selalu menyempatkan diri untuk mengomeliku mengenai
hal ini dan aku pun merasa kebal mendengarnya.
“Flora?? Kau dengar apa kata Ibu
tadi?”
Aku menanggapinya dengan sebuah
anggukan singkat.
“Mulai besok kurangi bermain
dengan anak – anak itu” Aku tahu siapa yang Ibu maksud “dan mulailah ikut kursus
bahasa Inggris”
“Ha???” Aku mengalihkan
pandanganku dari tv dan menatap Ibu dengan tatapan protes.
“Iya, Flora pasti mau kok” Ayah
buru – buru menengahi.
“Baguslah” kata Ibu sambil
menunjukkan wajah kemenangan dan berlalu ke dalam kamar.
Tatapan kekesalanku kini ku
tujukan pada Ayah. Tidak seperti biasanya, kali ini Ayah tidak mendukungku.
“Turuti saja apa kata Ibumu
daripada kamu disuruh berhenti latihan karate”
Aku mengulum bibirku gemas. Jika
Ayah sudah berkata seperti itu maka tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan.
Sudah hampir sebulan aku
mengikuti latihan karate. Awalnya Ibu melarangku untuk mengikuti latihan ini
namun Ayah memberikan berbagai macam argumen sehingga Ibu luluh dan
memberikanku ijin. Sepertinya Ayah tahu, jika kali ini aku menentang kemauan
Ibu maka bisa jadi Ibu akan segera menyuruhku untuk berhenti berlatih karate.
“Bagaimana latihan kihon*mu?”
tanya Ayah seketika
“Baik”
“Cuma segitu?” Ayah menatapku
sambil tersenyum.
“Namanya juga masih sabuk putih
Yah. Latihannya masih dasar sih”
Malam itu pun berlanjut dengan
obrolan singkat seputar karate dan tanpa sadar aku mulai melupakan kekesalanku.
* kihon : teknik dasar karate seperti menendang, memukul, menangkis,
dan membanting.
*
Seperti kesepakatan terpaksa
semalam, hari ini aku mulai mengikuti kursus bahasa Inggris disalah satu tempat
kursus ternama di kotaku. Aku memasuki kelas dengan wajah cemberut dan raut
wajahku itu semakin melipat ketika aku melihat seorang gadis berkepang dua yang
ada di kelas kursusku.
“Ngapain cewek jadi – jadian ada disini?”
gadis itu menggerutu.
“Mau belajarlah !” bentakku
sebal.
Gadis itu menatapku dan membisikkan sesuatu pada gadis lain yang berdiri di sebelahnya. Mereka maju
mendekatiku dan siap menumpahkan sebotol minuman padaku. Aku dengan refleks
yang cepat menangkis tangan gadis itu sehingga air di dalam botol minuman tersebut mengotori baju mereka sendiri. Tepat saat itu, seorang guru masuk ke ruang
kursus kami. Guru tersebut kaget melihat apa yang terjadi hingga pada akhirnya
akulah yang disalahkan dan Ibu dipanggil hari itu juga untuk menemui guru tersebut. Sejak mendengar penjelasan guru tersebut, yang menurutku tanpa pertimbangan untuk menanyakan padaku kejadian yang sebenarnya, raut wajah Ibu terlihat menakutkan. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah Ibu hanya terdiam. Aku tahu Ibu sedang menumpuk semua kekesalannya.
“Flora !! Berhentilah membuat
masalah dimanapun ! Kamu itu harus seperti Siska, jangan bersikap liar seperti
ini !” sudah ku duga Ibu pasti akan mengomeliku setibanya di rumah. Dan yang
lebih menyebalkan adalah Ibu selalu menyebutkan nama gadis berkepang itu.
“Aku bukan Siska Bu !” omelku
tidak mau kalah. Aku benci dibanding – bandingkan seperti ini.
“Iya ! Kamu memang bukan Siska
tapi setidaknya belajarlah bersikap manis seperti dia !”
“Kalau Ibu maunya gitu, ya sudah
kenapa gak ambil Siska aja jadi anak Ibu. Jangan Flora !”
Aku tidak kuat mendengar omongan
Ibu yang menyakitkan hatiku lagi. Air mataku tanpa sadar mengalir dengan hangat
membasahi sudut pipiku. Aku berlari ke dalam kamar dan mencoba mengurung diri.
“Kau . . . . Flora . . Ibu belum
selesai ngomong . . .”
Samar – samar aku mendengar Ibu
meneriakkan namaku dari depan pintu kamar. Aku membebatkan bantal dengan
kencang ke arah telingaku. Sejak SD hingga sekarang aku merasa Ibu lebih
menyukai Siska dibandingkan aku. Meskipun aku mendapatkan peringkat yang paling
tinggi di sekolah pun, Ibu tetap merasa Siskalah yang paling hebat.
“Sudahlah Bu, berhenti membanding
– bandingkan Flora dengan Siska.”
Suara Ayah mulai terdengar, aku mengangkat
bantal yang membebat telingaku dan mencoba mendengar percakapan Ayah dan Ibu.
“Maksud Ibu baik Yah. Ibu hanya
mau Flora bersikap lebih manis lagi. Masa hari pertama masuk tempat kursus
sudah buat masalah” Sepertinya Ibu terisak ketika mengatakan hal itu.
“Tapi, cara Ibu salah. Ibu malah
membuat Flora makin membenci Ibu dan mungkin juga Siska”
Kata – kata Ayah tersebut seperti
menghujam ke hatiku. Ayah benar, selama ini aku membenci Siska karena Ibu
selalu membandingkannya denganku. Awalnya aku bisa menerima hal itu sebagai hal
yang biasa saja. Namun ketika Ibu mulai membandingkanku dihadapan Siska secara
langsung, hatiku menjadi sakit. Sejak saat itu aku mulai melakukan perang
dingin dengan Siska dan tanpa disadari Siska pun melakukan hal yang sama.
Sekelumit rasa pedih pun mencuat.
Entah mengapa aku merasa tidak dianggap oleh Ibu dan malam ini semua kejadian
dan kata – kata Ibu terngiang secara random ditelingaku. Aku pun terisak.
Tok . . Tok . . Tok . .
“Flora? Boleh Ayah masuk?”
“. . .”
“Ayah tahu Flora lagi sedih,
cerita sama Ayah mau kan?”
Aku membuka pintu sambil
menundukkan wajahku. Ayah mengusap kepalaku lama sekali lalu berkata,
“Flora
jangan benci sama Ibu ya. Ibu lebih sayang Flora kok cuma Ibu tidak tahu cara
menyampaikannya ke Flora. Buat Ayah sama Ibu, Flora lebih baik dibandingkan
siapapun. Ayah janji untuk selalu percaya sama kemampuan Flora asal Flora juga
mau janji, jangan berkelahi lagi dan buat masalah seperti ini. Flora mau kan?”
Aku mengusap ujung mataku yang
berair, mengangkat wajah, tersenyum, dan mengangguk sekilas.
Itulah janji pertama Ayah padaku.
continue . . .
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Kunjugan Perdana sobat..
BalasHapuskeren artikelnya.. jangan lupa kunjungan baliknya yaa :D
kalo mau tuker link silahkan juga ya :D
Motor matic injeksi irit harga murah
Waaah emang paling ngga enak kalau di beda-bedain dengan orang lain..
BalasHapusayo lanjutin ada janji apa lagi setelahnya..
penasaran :)
BalasHapusayo segera lanjutannya ya