Untuk Ayah yang jauh disana . . .
Ayah sering bilang untuk tidak takut akan apapun yang menghadang karena setiap masalah punya caranya sendiri untuk diselesaikan. Ayah selalu menanamkan kata - kata itu setiap ketakutan ini menimpa. Masih teringat jelas kejadian beberapa minggu lalu ketika seminar Proyek Akhir yang akan kutempuh tiba.
"Fitri takut"
Sms sesingkat itu ternyata menyulut amarah Ayah.
"Belum berperang sudah takut ! Anak kebanggaan Ayah mau menyerah padahal sudah sejauh ini??"
Ayah tahu, jika ada yang lebih menyakitkan dari cinta yang bertepuk sebelah tangan maka pagi itu adalah pagi yang menyakitkan. Aku merasa sakit karena salahku sendiri yang terlalu takut. Memang benar kata Oniisan, selama ini aku terlalu bahagia hidup di zona nyaman. Berada diantara pengawasan Ayah dan Ibu yang luar biasa. Yang selalu ada disaat masalah menghadangku, disaat aku takut dan ingin berlari dari kenyataan. Tapi, sekarang semuanya berbeda.
Kata - kata Ayah pagi itu membuatku bangkit namun kini entah mengapa aku membutuhkan lebih dari itu. Aku ingin bertemu Ayah dan menangis. Selama ini banyak yang bertanya apa aku tidak kangen dengan rumah setelah 3 tahun berpisah? Pertanyaan yang bodoh ! Coba tanyakan hal itu pada diri sendiri.
Aku diam dan selalu tersenyum bukan berarti aku tidak merindukan mereka. Aku juga diam dan selalu tersenyum ketika Maret - April lalu Ayah berkunjung. Aku tidak mau membuat Ayah sedih. Ayah sudah terlihat tua dan lemah tapi Ayah malah berkata semua baik - baik saja.
"Kalau Fitri sudah kerja, Ayah gak usah sibuk ngurus apa - apa lagi. Ayah sama Ibu nikmati masa tua aja di Jawa"
"Hahahaha . . . iya iya"
"Ayah gak usah capek - capek lagi kayak sekarang"
"Tri, yang namanya manusia itu . . . selama dia masih hidup pasti akan kenal namanya capek. Kalau gak mau capek mati aja. Apa mau Ayah mati aja?"
"Enggak"
Percakapan malam yang panjang, sejak dua tahun terakhir tidak ketemu. Asap rokok dari mulut Ayah tergantung di langit - langit kamarku. Aku merindukan suasana ini. Sebelum tidur Ayah mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku tertegun.
"Kamu harapan Ayah. Dibanding adekmu, Ayah menaruh harapan besar sama kamu"
Ayah, semoga aku tidak mengecewakanmu. Ayah yang bikin aku bertahan disini. Semuak apapun aku, aku coba bertahan untuk menghadapi semuanya. Sekasar apapun perkataan orang padaku, aku coba bertahan demi Ayah.
Beberapa malam terakhir, aku semakin rindu rumah. Rindu canda Ayah dan Uji ketika menonton bola. Rindu teriakan Ibu yang kesal karena keributan diruang tv. Rindu wangi tembakau di rumah.
Fitri, ingin pulang.
Fitri sayang Ayah, dan apapun kata orang . . . Ayah selalu jadi orang terhebat dalam hidup Fitri sampai kapanpun.
Sincerely
Fitria Rahmawati
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Terharu bacanya. Your dad must be proud of you =)
BalasHapusSemangaaaaaat! bener kata-kata bijak ayahmu =) sukses selalu ya ka pit. Selalu jadi kebanggaan mereka terutama ayahmu =)
BalasHapus