Suasana ruangan ini begitu sepi.
Aku merasa ada hawa dingin yang memelukku setiap angin berhembus. Udara pengap
mengisi setiap sudut. Beberapa cat dinding tampak terkelupas. Waktu telah lama
menelan semuanya. Di atas meja tempatku menatap dalam diam tampak dua buah pot
bunga kering. Mengapa benda ini ada di sini? Dan untuk apa aku ke sini?
Tetes air jatuh tepat di atas pot
bunga. Langit-langit yang penuh dengan bercak air memanggilku. Aku menengadah.
Masih bertanya mengapa aku berada di tempat ini?
Pintu berderit dan terdengar
langkah-langkah kaki. Ada seorang pria berdiri di bawah palang pintu. Wajahnya
tampak sudah senja. Helai rambutnya memutih seutuhnya. Sama sepertiku, dia ikut
menatap pot bunga dan langit-langit yang memiliki bercak. Ah, saat itu aku baru
tersadar kalau langit-langit yang meneteskan air sebenarnya terbuat dari kaca.
Debu yang tadi menutupinya mulai terkikis. Aku bisa melihat awan mendung
bergelayut. Dadaku mulai bergemuruh. Rasanya ada yang menyergap ingatanku.
Kenapa aku ada di tempat ini?
Pria itu melangkah mendekatiku.
Wajahnya tepat berada di hadapanku. Jantungku berdegup semakin kencang.
“Aliana.” Ucapnya.
Apa ini hanya perasaanku?
Sepertinya hawa di ruangan ini mulai berubah, semua terasa hangat. Pria itu
mengulurkan tangannya. Mengambil buku lusuh yang ku pangku entah sejak kapan.
“Maaf baru sempat mengambil benda
ini. Aku sudah ikhlas.”
Kabut putih mengerubungiku. Aku
ingat sekarang kenapa aku berada di sini. Aku menunggunya.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !