Panas sangat
menyengat. Suara serangga-serangga melengking memenuhi ladang bunga. Aku sudah
siap dengan topi jeramiku. Mengikat rambutku yang pendek sebahu agar tidak
lengket di leher dan membuat gerah.
“Liliana!”
Suara Ibu sudah
membahana di belakangku. Ibu pasti ingin melarangku bermain ke ladang bunga.
Tapi seperti biasa, aku tidak peduli dan terus berlari.
Hai, namaku
Liliana Putri. Anak pertama dari keluarga yang mengabdikan dirinya untuk
menjaga ladang bunga. Menurut cerita nenek, keluarga kami sejak jaman dahulu
kala sudah menjadi penjaga ladang bunga. Jujur saja aku menyukainya. Apalagi
ketika bunga-bunga mulai bermekaran. Wah, luar biasa! Matamu akan dimanjakan
oleh warna-warna alam yang sangat indah.
Tahukah kau
bunga apa yang aku sukai? Lili? Tebakanmu salah. Meskipun diberi nama Liliana
tetapi bunga yang aku sukai adalah bunga matahari. Saking sukanya dengan bunga
matahari, aku pernah merengek pada ke dua orang tuaku agar namaku diganti menjadi
Matahari Putri. Dan rengekanku tersebut ditolak mentah-mentah.
Aku akan
bercerita sedikit mengapa aku sangat menyukai bunga matahari. Semua ini karena
dongeng yang diceritakan oleh nenek. Dongeng tentang gadis bunga matahari yang
sangat mempesona. Gadis bunga matahari hidup bersama bunga-bunga matahari karena
tugasnya adalah menjaga agar bunga-bunga tersebut mekar dengan baik. Tubuhnya
mungil selayaknya peri. Ia memiliki sayap berwarna kuning cemerlang. Meskipun
begitu, gadis bunga matahari sangat kuat. Ia kokoh seperti kelopak-kelopak
bunga matahari yang mekar. Walaupun tugasnya sangat banyak, gadis bunga
matahari tidak pernah mengeluh. Ia selalu menebar keceriaan oleh karena itu
setiap melihat bunga matahari kau akan merasakan perasaan bahagia dan ceria.
Benar-benar gadis pujaan.
Umurku sekitar
lima tahun ketika mendengar dongeng tersebut. Mataku berbinar sangat cerah saat
nenek menunjukkan gambar gadis bunga matahari. Pada saat itu, aku dengan
polosnya mulai giat mencari sosok gadis bunga matahari. Sembunyi diantara
deretan bunga matahari yang tingginya melebih tubuhku. Membuat ke dua orang
tuaku kebingungan mencari sosokku.
Aku baru saja
merayakan ulang tahunku yang ke dua puluh lima. Aku tahu gadis bunga matahari
yang diceritakan nenek tidaklah nyata. Mana mungkin ada peri di ladang bunga.
Tapi aku tetap ingin menjadi gadis bunga matahari yang selalu mempesona. Dan
ritual kabur ke ladang bunga masih tetap aku lakukan. Bukan untuk mencari gadis
bunga matahari tetapi untuk bersembunyi. Sejenak menghirup udara di dunia
khayal milikku.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Read More..