Sepagi ini wajahku sudah muram.
Bagaimana tidak, Ayah membuat seluruh rumah penuh dengan bulu-bulu coklat dari
tubuhnya. Ya, Ayahku memiliki bulu coklat diseluruh tubuhnya layaknya serigala.
Tidak. Tidak. Ayahku bukan manusia serigala seperti yang diceritakan buku-buku.
Ayahku adalah seorang ilmuwan aneh yang suka sekali menjadikan dirinya sendiri
sebagai bahan percobaan. Aku tidak tahu apa yang ingin Ayah coba sehingga
tubuhnya berubah menjadi aneh seperti itu. Aku sudah tidak peduli lagi.
“Tidak sarapan dulu?”
Aku hanya menggeleng. Bagaimana
bisa aku sarapan dengan bulu-bulu yang berserakan di meja makan? Seringkali aku
berharap Ayah akan berubah menjadi Ayah pada umumnya. Bekerja di kantor
pemerintah, mengantarkanku pergi sekolah, dan bisa menemaniku libur akhir
pekan. Tidak tahukah Ayah bahwa aku kesepian sejak Ibu meninggal?
“Kusut banget sih mukamu.” Cita
menepuk punggungku.
“Mau bagaimana lagi . . .”
“Pasti Ayahmu.” Belum sempat aku
melanjutkan Cita sudah menebaknya dengan sempurna.
Cita adalah sahabatku yang luar
biasa. Dia adalah tempat curhat nomor satu. Dulu disaat sebagian besar teman
kelas menjauhiku karena pekerjaan Ayah yang dijuluki ‘ilmuwan gila’, Cita
memilih mendekatiku. Dia juga selalu berkata bahwa Ayahku pasti punya alasan mengapa
melakukan itu semua. Tapi aku, seperti biasa tidak menaruh perhatian terhadap
ceramah Cita.
“Makan siang sudah ada di meja,
makan dulu. Ayah mau pergi sebentar, ada urusan.” Ayah membuyarkan lamunanku
yang sudah terbang ke sana kemari. Jika Ayah berkata ada urusan maka Ayah tidak
akan pulang hingga malam menjelang. Waktu yang cukup bagiku untuk membersihkan
sudut rumah yang penuh dengan bulu.
Sigap, setelah makan siang beres
aku mulai kegiatan bersih-bersih. Ketika jingga fajar terbenam kegiatan tersebut
baru selesai. Luar biasa. Aku memilih merebahkan tubuh disofa, kemudian
teringat sebuah buku yang tidak sengaja aku temukan ketika membersihkan lorong
menuju laboratorium Ayah. Buku itu terlihat usang dengan ujung yang
berlipat-lipat. Aku membuka lembar demi lembar. Beberapa rumus tampak
berhamburan di kertas-kertas menguning. Ah, ini pasti buku yang berisi
penelitian milik Ayah. Aku memilih tidak peduli sebelum akhirnya mataku melihat
sesuatu yang mencuat. Itu adalah fotoku yang tersenyum ketika berada di depan petshop.
Aku ingat hari itu adalah hari
dimana aku meminta dibelikan kucing berbulu coklat yang tambun. Dan di hari itu
juga akhirnya aku menyerah untuk memelihara kucing. Ternyata aku alergi
terhadap bulu kucing, hewan yang sangat aku sukai. Seharian itu pula aku tidak
ingin beranjak dari petshop dan
membuat Ayah serta Ibu pusing.
Kenapa Ayah menyimpan foto ini?
Di kertas tempat buku itu tertambat ada rumus-rumus aneh yang tetap saja tidak
ku mengerti. Dibagian paling bawah rumus tersebut ada sebuah tulisan yang
membuatku tertegun.
Misi : menciptakan makhluk berbulu untuk Ani agar tidak bersin-bersin.
Airmataku mengalir. Jadi, ini
alasan mengapa tubuh Ayah menjadi sangat berbulu? Dan hey sekarang aku sadar
bulu-bulu Ayah tidak membuatku bersin.
“Ani.” Ayah sudah berdiri
dihadapanku, aku tidak menyadarinya.
Ayah terkejut melihat ekspresiku
dan buku yang aku pegang. Aku mengira akan dimarahi habis-habis namun ternyata
Ayah hanya tersenyum.
“Ani sudah melihatnya?” Aku
mengangguk.
“Banyak yang bilang itu adalah
penelitian paling bodoh yang Ayah lakukan tapi menurut Ayah itu adalah
penelitian paling menyenangkan. Kapan lagi penelitian Ayah bisa membuat puteri
kesayangan Ayah bisa tersenyum? Ayah tahu Ani kesepian, Ayah mengerti tidak
bisa menemani Ani. Jadi Ayah memilih untuk membawakanmu teman.”
Ayah mengangkat seekor kucing
tambun. Refleks aku menjauh, takut bersin-bersin. Tapi Ayah berkata ‘tidak apa-apa’ sehingga aku mendekat.
Dan Ayah benar, aku tidak bersin sama sekali.
“Penemuan Ayah akhirnya berhasil
meskipun harus membuatmu murung beberapa bulan karena bulu-bulu itu.”
Aku tertawa dan memeluk Ayah.
Cita benar Ayah pasti punya alasan melakukan itu semua. Dan sekarang aku peduli
terhadap apapun yang dilakukan Ayah, sama seperti pedulinya Ayah terhadapku.
Percayalah bahwa keluarga adalah orang pertama yang selalu memikirkanmu. Oleh karena itu, jadilah orang pertama yang juga memikirkan ke dua orang tuamu.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
ceritanya asik banget kak. gue kira nanti bakalan gmna2. tau2nya:3
BalasHapushihihihi
BalasHapuslucu kak ceritanya