Sudah sejam aku berkutat dengan
kertas dan pensil. Membuat tulisan dan gambar tidak jelas seraya menikmati
segelas cappuccino. Aku suka tempat ini, kafe diujung gang yang sunyi. Tempat
favoritku adalah kursi dipojok dinding. Ada sebuah lukisan taman bunga matahari
disana.
Kafe ini adalah panggung sandiwara.
Setiap hari ada saja manusia dengan tingkah polah yang aneh. Seperti hari ini,
ada pasangan yang datang dengan wajah bahagia. Mereka duduk dalam diam ketika
menyantap pesanan. Tanpa ada aba-aba darimana pun, si cewek menangis dan mereka
pun meninggalkan kafe dengan wajah cemberut.
Manusia itu unik, aku suka
memperhatikan hal tersebut. Dan bagi pelayan kafe ini aku adalah salah satu
dari manusia unik tersebut.
“Mbak, gak bosan ke sini setiap hari?
Eh bukannya gak boleh loh tapi . . . .”
“Gak bosan kok.” Jawabku sambil
tersenyum.
Pelayan itu memperhatikan
sekeliling, sepi. Dia duduk disalah satu bangku dan mulai mengajakku berbicara.
Terlihat dari gestur tubuhnya, dia butuh teman berbagi. Hanya perlu waktu lima
menit untuk memancingnya berbicara. Berjam-jam kemudian semua masalahnya
diceritakan begitu lancar. Aku menanggapinya dengan tersenyum dan sesekali
mengangguk. Ya, dia hanya butuh didengar.
Sejak saat itu bangku disebelahku
jarang sepi. Beberapa pengunjung dan pelayan mulai menghampiriku dan
menceritakan berbagai masalah yang mereka hadapi. Ah, banyak sekali manusia
yang ingin didengar.
Jika berada di kafe ini aku bisa
mendengarkan dengan baik karena aku telah mengubur beberapa topengku dan
memilih melangkah kepada kepribadian ini. Aku adalah Tri.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Halo, Mbak Tri :)
BalasHapusmau aku temani minum coklat panas?
Yuk mari :)
Hapus