Suara jarum jam yang berdetak itu
sungguh indah. Dentingnya bergema membentuk rima yang tenang dan pasti. Membuat
dunia ini berada dalam zona yang tersusun rapi.
Waktu adalah segalanya. Dia akan berlari tanpa menunggumu. Hal tersebut membuatku
kagum. Kecintaanku pada waktu dan jam membuatku dihidupkan kembali sebagai
penjaga waktu.
Tugasku adalah menjaga waktu agar
tidak melenceng. Terlambat atau cepat satu detik saja bisa mengganggu tatanan
dunia. Entah sudah berapa lama aku mengurus perangkat waktu di dalam kastil. Mengawasi
manusia yang sibuk di dunia mereka lewat setiap jam yang mereka gunakan.
Aku bisa melihat manusia mana
yang menghargai jerih payahku. Mereka akan menggunakan waktu dengan
sebaik-baiknya. Tidak ada satu detik pun yang terbuang percuma. Rasanya bahagia
sekali melihat hal itu. Namun ada juga manusia yang seenaknya saja
mempermainkan waktu. Menunda. Sengaja melakukan sesuatu tidak tepat waktu.
Menumpuk pekerjaan dan mengganggu tatanan hidup. Merusak setiap detik.
Arisa. Dia adalah seorang manusia
baik hati yang secara khusus kuperhatikan. Caranya memanfaatkan waktu dan
merawat setiap jam di rumahnya membuatku kagum. Hidupnya tidak berjalan mulus.
Setidaknya itulah yang dikatakan orang-orang. Aku tidak sepenuhnya percaya
karena Arisa selalu terlihat bahagia. Tidak peduli seberapa berat jalan yang
dia hadapi. Dia menghargai waktu. Dia kuat.
Aku suka setiap kali Arisa
terbangun pada pukul 05.00 tepat, mandi dan merapikan diri. Dia akan pergi ke
perpustakaan pukul 04.00 sore, setiap harinya. Dia memanfaatkan waktu dengan
tepat. Banyak yang mencibirnya sebagai wanita yang kaku. Arisa hanya tersenyum.
Kini diusianya yang menginjak 50
tahun, Arisa tetap sama seperti Arisa yang aku kenal. Meskipun sering
sakit-sakitan, dia tidak pernah membuang waktu dengan percuma. Tanpa sadar aku
lebih memperhatikannya daripada menjaga waktu. Suatu malam yang tenang, Arisa
mendadak melirik jam besar di kamarnya. Aku yang selalu menatapnya melalui jam
besar itu tertegun. Arisa seperti mengetahui bahwa aku terus mengawasinya.
“Penjaga Waktu, terimakasih. Aku
tahu kau selalu membantuku. Membangunku dengan alarm yang kencang setiap pagi.
Mengingatkanku akan janji-janji yang mungkin terlupa melalui dering nyaringmu.
Sepertinya hari ini adalah hari terakhir untukku. Aku akan merindukan semuanya.
Waktuku telah habis.”
Mendengar hal itu tanpa sadar
membuat tubuhku melangkah keluar dari jam besar. Memegang tangan Arisa yang
telah dingin.
“Sama-sama Arisa. Terimakasih
juga karena sangat menghargai waktu.”
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !