Denting jam disela malam menelisik diantara lorong rumah. Aku merasakannya mengalir melewati sepasang daun telingaku yang terbuka lebar. Aku berharap ada suara derap langkah kuda menerobos semak yang menjalar disekitar kastil. Nyatanya tidak.
Aku hampir gila menunggu waktu berganti setiap saat. Rasanya seperti menunggu sekotak susu basi berubah menjadi keju padat tanpa adanya proses yang pasti. Bisakah peri biru datang saja padaku dan mengubah semuanya menjadi lebih pasti? Aku tidak akan mengeluh jika aku diharuskan untuk berubah menjadi pinokio dan terjebak dilautan selama beberapa hari asalkan peri biru datang padaku dan menyulam kepastian.
Setidaknya ada yang bisa aku lakukan.
Setidaknya ada yang bisa aku harapkan.
Setidaknya . . . . bukan aku yang harus terjebak di sebuah kastil dan tak berdaya.
Hari keseratus sepuluh, denting jam baru saja terdengar sebanyak sepuluh kali. Apakah kau ada disana? Ini panggilan keseratus sepuluhku.
- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do u think, say it !