" untuk cinta yang tertuang ke dalam sebuah kertas, Ayah aku mencintaimu "
Catatan cinta untuk orang yang berarti dihidupku, Ayah. Terkadang saya memanggil Beliau dengan sebutan Bapak maupun Pak. Beliau adalah tipikal orang yang keras dan terkadang egois. Aku menyayangi dan mengagumi sosok beliau.
Sejak kecil, sosok Ayah begitu dekat dengan saya. Setiap diomeli oleh Ibu dan nangis sesenggukan, Ayah pasti memeluk dan menenangkan saya. Kedekatan ini semakin terasa setelah saya beranjak dewasa. Ibu terkadang sibuk dengan urusan diluar rumah hingga saya ditinggalkan berdua dengan Ayah.
Ayah adalah orang yang pertama kali mengajarkan saya cara mencuci dan memasak. Hal itu terjadi ketika saya duduk di sekolah dasar. Ibu dan adik lelaki saya pergi ke luar kota sedangkan saya dan Ayah ditinggal di rumah. Saya yang masih kecil mencoba membantu Ayah sekuat tenaga. Ayah meracik bumbu untuk daging yang akan kita makan sembari merendam pakaian. Saya yang masih kecil dan tinggi di bawah rata – rata, mencoba membantu memasak dengan bantuan kursi agar tinggi saya sesuai dengan kompor yang ada. Jika saya terlihat kesulitan, Ayah akan datang menggantikan saya memasak, lalu saya akan berlari dan menggantikan Ayah mencuci. Kenangan manis yang sulit untuk dilupakan.
Masih teringat jelas diingatan saya ketika pertama kali membuat sambal, saya tahu rasanya keasinan dan tidak enak. Maklumlah masih kecil, tapi Ayah dengan senyuman khasnya membuat guyonan ringan lalu menghabiskan apa yang saya masak. Hal kecil seperti ini yang tidak bisa saya lupa. Terkadang, cinta itu sesederhana ini ya.
Sejak SD hingga SMA , Ayah lah yang selalu mengambil rapor dan menghadiri segala macam acara sekolah. Ayah adalah orang yang menjunjung tinggi pendidikan. Dan semangat beliau dalam pendidikan sepertinya menular pada saya. Sejak kecil, keinginan saya untuk menulis dan membaca bisa dikatakan luar biasa. Berbeda dengan anak pada umumnya, saat berumur 3 tahun saya telah memaksa ke dua orang tua saya untuk disekolahkan dan belajar membaca.
Ayah adalah orang yang keras dan penuh disiplin. Beliau dengan tegas akan memarahi saya jika menemukan buku catatan saya tercoret tidak pada tempatnya. Dan orang yang selalu mengecek barang bawaan serta catatan sekolah saya adalah Ibu. Awalnya saya kesal karena merasa diatur dan terlalu dikekang ,tapi ketika saya mengingat kembali hal itu, saya merasakan cinta yang ada didalamnya. Ayah dan Ibu sangat memperhatikan saya hingga hal kecil seperti ini.
Ayah adalah pria yang sederhana, saya telah berapa kali menyinggung hal ini, Ayah hingga sekarang (tahun 2011) masih setia menggunakan sepeda onthel miliknya. Motor yang kini ada dirumah malah digunakan oleh adik dan Ibu. Terkadang sedih mengetahui hal itu.
Saya : Kok motornya dipake si uji? Dia kan belum punya SIM
Ayah : Gak apa – apalah, selama dia gak berbuat aneh – aneh.
Saya : Lha terus Ayah?
Ayah : Naik sepedalah, lebih sehat. Jangan kuatir, wong masih kuat dan muda ini.
Kata – kata itu membuat hati saya ingin menangis, menangis karena ketulusan Ayah yang masih ada hingga sekarang. Sejak saya TK, Ayah telah menggunakan sepeda tersebut. Ayah dengan setia mengantarkan saya kesana kemari, hingga saya SD. Malu ? Tidak, buat apa malu dengan sepeda. Saya malah bangga, bangga karena Ayah dengan senyuman khasnya mengantarkan saya ke sekolah setiap pagi. Menyaksikan saya melambaikan tangan dari balik pagar sekolah. Itulah cinta yang beliau berikan. Saya menyayangi beliau bukan dari apa yang beliau pakai dan apa yang beliau miliki. Tapi, karena beliau adalah Ayah saya, seorang lelaki yang dipilih oleh Allah SWT untuk mengasuh saya. Mengajarkan saya dengan baik dan penuh cinta hingga saya berdiri disini sambil tersenyum.
Ayah selalu mendahulukan kami, anak – anaknya, dibanding dirinya sendiri. Hingga terkadang saya merasa sedih sendiri. Ketika Ayah membelikan sesuatu, misalnya makanan. Ayah akan memaksa saya dan adik lelaki saya untuk makan tanpa memperdulikan beliau.
“Dihabisin aja, tenang aja Ayah sih gampang”
Ah Ayah, rasanya tidak ada yang pria yang lebih baik darimu.
Sifat Ayah sangat mirip dengan saya. Kita berdua adalah tipikal orang yang paling susah menyatakan rasa cinta dan sayang secara langsung (lisan). Ayah jarang , bahkan hampir tidak pernah mengucapkan kata – kata cinta dan sayang dibandingkan Ibu. Tapi, Ayah selalu menunjukkan hal tersebut lewat tindakan. Ketika saya sakit, beliau terlihat sangat perhatian.
Ayah tidak pernah mengucapkan lekas sembuh, ayo ke dokter atau sebagainya dibandingkan Ibu. Yang Ayah lakukan adalah membelikan apa yang saya inginkan, menuruti apa yang saya mau dan membuat saya tersenyum. Itu sudah lebih dari cukup. Hingga suatu hari Ayah mengucapkan sebuah kalimat yang tidak pernah bisa saya lupakan.
Ayah mengucapkan kalimat tersebut setelah menerima rapor SMP saya (kelas 9). Nilai saya hampir mendekati sempurna. Tidak ada angka 8 bahkan 7, semua 9. Seluruh keluarga saya dan bahkan saya pun heran.
Ayah dengan wajah sumringah dan gigi yang berjejer rapi berkata dengan tegas “ AYAH BANGGA MA FITRI”
Kalimat yang sangat sederhana namun berarti dan terus saya ingat. Ayah jarang mengucapkan kata seperti itu dan ketika beliau mengatakan hal tersebut, hal itu menjadi sangat sangat sangat indah serta bermakna.
Orang yang paling mengerti dan memiliki kontak batin yang sangat tepat dengan saya adalah Ayah. Tanpa mengucapkan apa yang saya inginkan, Ayah sudah tahu. Saya bisa ingat dengan jelas ketika saya sangat menginginkan sebuah makanan dan hanya memendamnya dalam hati. Ayah datang dan memberikan makanan tersebut tanpa mengucapkan apa – apa. Dan hal ini terjadi tidak hanya sekali tetapi berkali – kali.
Ketika tragedi semasa SMA terjadi, dimana saya terjun bebas dari atas mobil hingga terguling dan pingsan. Ayah telah merasakannya, sejak saya meminta ijin untuk pergi wajah beliau terlihat tidak ikhlas. Mulai saat itu, saya selalu meminta ijin beliau untuk melakukan sesuatu. Jika beliau mengatakan tidak, maka saya tidak akan melanggarnya. Selama saya belum menjadi milik orang lain, perkataan beliau dan Ibulah yang akan selalu saya dengar.
Ayah sangat lihai membaca karakter seseorang. Jika Ayah melarang saya untuk dekat dengan seseorang, berarti saya harus menurutinya karena apa yang beliau katakan akan berdampak dikemudian hari. Saya sangat mengagumi beliau.
Masih banyak kata, kalimat, bahkan paragraf yang bisa saya torehkan untuk Ayah. Catatan ini tidak akan pernah habis dan tidak akan ada habisnya seperti rasa sayang saya pada Beliau. Jika suatu saat nanti, Ayah harus melepaskan saya, yang saya inginkan adalah berada ditangan yang tepat. Tangan seseorang yang pastinya harus diridhai lahir dan batin oleh Ayah, pria yang saya cintai hingga kapan pun J
Apapun yang terjadi saya akan selalu bangga dan bersyukur memiliki Ayah seperti beliau, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang beliau miliki. Tidak masalah jika saya dipandang aneh bahkan dicaci oleh orang lain asalkan saya bisa berdiri disamping Ayah dan melihat beliau tersenyum. Dan asalkan hanya saya yang dicaci, bukan Ayah maupun keluarga yang sangat cintai ini.
“Ayah, terimakasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang engkau berikan. Jika suatu saat nanti tulisan ini terbaca olehmu, saya berharap engkau akan tersenyum bahagia seperti biasanya. Thanks for everything, I will always love you.”
- Regrads Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -
awww that's so sweet. kalo ayah kamu baca pasti lebih bangga lagi sama kamu :'D. Oya, aku share ke fb boleh (luar gurp KK)?
BalasHapusaamiin :D
BalasHapusits ok :)