Selasa, 24 April 2012

DUCHESS

Love and obedience

Bangunan rumah itu masih kokoh meskipun tampak rapuh. Bebatuan yang menjadi tonggak rumah itu berdiri terlihat mulai dipenuhi lumut yang hijau dan berlendir. Barisan tumbuhan liar pun merambat dengan indah di sekitar rumah itu. Sebuah penggambaran akan rumah yang tak berpenghuni. Namun tahukah kau bahwa rumah itu kini dihuni seorang duchess yang sangat cantik ? Seorang duchess dengan wajah bak puteri negeri dongeng. Dia tinggal bersama tiga orang putrinya yang juga cantik serta seorang pelayan pria dan juru masak wanita.

Kisah ini pun dimulai . . . .

***

“Anthony, apa semua undangan yang kuminta sudah kau sebar?” tanya Duchess Rosemary dengan dagu terangkat.

“Sudah Nyonya” jawab Anthony dengan setengah membungkuk.

“Bagus. Persiapkan semua yang dibutuhkan untuk pesta malam ini. Pastikan semua berjalan lancar termasuk hal itu” Duchess Rosemary memberikan penekanan yang sangat dalam pada kata terakhir yang dia ucapkan.

“Baik Nyonya”

“GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!”

Teriakan seorang gadis menggema di seluruh penjuru rumah. Duchess Rosemary hanya menghela napasnya. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Tak heran jika penghuni rumah yang berjumlah enam orang ini tidak tampak terkejut.

“Tenangkan Lilian”

Mendengar perintah itu, Anthony lalu bergegas menuju kamar Lilian. Lilian adalah anak ke dua dari Duchess Rosemary. Rambutnya yang panjang dan lurus selalu dibiarkan tergerai menyelimuti tubuhnya yang ramping. Sejak kecil Lilian sudah tergila – gila dengan tengkorak. Kamarnya dipenuhi dengan koleksi tengkorak yang entah darimana dia memperolehnya.

“Ada apa Nona?”

“Kau lihat ini Anthony??? Jeremyku retak” Lilian mengangkat sebuah tengkorak dengan wajah yang mendung.

“Nona . . .”

“Jeremymu memang sudah retak daridulu ! Dia tewas dengan pukulan dikepalanya yang tak berotak itu” timpal Iris, anak tertua dari keluarga ini.

“Ah iya” Lilian lalu mengangguk dan kembali tersenyum.

Anthony menggelengkan kepala melihat tingkah anak ke dua dari keluarga ini. Hampir sepuluh tahun dia mengabdi pada keluarga ini. Ketika berumur 17 tahun, dia kabur dari panti asuhan tempatnya dibesarkan. Ditengah kegundahan untuk terus berjalan atau kembali ke panti, dia bertemu dengan Duchess Rosemary. Sang Duchess lalu mengajaknya pulang ke rumahnya dan meminta Anthony untuk menjadi pelayannya. Kecantikan serta sikap baik sang Duchess membuat Anthony luluh. Sepuluh tahun berlalu dan kini Anthony terus memberikan pengabdiannya pada sang Duchess serta ketiga putrinya yang cantik jelita. Segala tingkah laku putri sang Duchess pun telah dihafalnya.

“Anthony, boleh aku meminta bantuanmu?” tanya Iris dengan wajah bersemu.

My pleasure, Nona”

Anthony lalu mengikuti Iris menuju kamarnya. Iris memang terlahir sebagai gadis bangsawan yang sempurna. Perangai dan hobinya jauh berbeda dari Lilian serta Jasmine. Jika Lilian suka segala sesuatu yang berbau gothic maka, Iris menyukai hal yang lembut dan indah. Jika Jasmine suka berteriak dan berlari selayaknya seorang anak lelaki, maka Iris adalah kebalikannya.

“Aku ingin melukismu”

Iris menata dengan baik peralatan lukis serta kanvas dengan disebuah meja bundar. Anthony tersenyum dan mengikuti Iris menuju balkon kamar.

Jasmine menatap Iris dengan tajam dari taman rumah. Dia melihat raut wajah Iris yang berubah aneh. Sesuatu yang janggal terlihat disana. Jasmine sama sekali tidak cemburu melihat kedekatan Anthony dan Iris namun ada sesuatu yang lain di dalam pikirannya.

Jasmine merupakan anak bungsu dari keluarga ini. Dia adalah tipikal gadis yang lebih pantas disebut sebagai kembaran tak nyata sang Duchess. Perangainya memang jauh berbeda dengan sang Duchess namun pemikirannya sama seperti sang Duchess.

“Ibu harus tahu ini” gumam Jasmine.

*

Alunan musik waltz mengalun tenang diantara gemerlap lampu pesta. Anthony sibuk menemani Iris menemui teman – temannya yang datang ke pesta itu. Entah sejak kapan Iris terlihat ingin menguasai Anthony.
Malam itu Iris mengenakan gaun merah mengembang yang sangat indah. Gaun tersebut memiliki potongan yang tidak simetris dibagian bawah dengan hiasan renda berwarna senada.

“Kamu mirip sekali dengan Ibumu” puji orang – orang yang hadir ke pesta itu.

Iris tersenyum bangga. Ibunya cantik dan sangat dipuja di kota ini. Jika dia dikatakan mirip seperti Ibunya, sudah dipastikan kecantikan mereka pun sama.

“Kau dengar itu Anthony? Mereka bilang aku mirip Ibu” Iris tersenyum pada Anthony.

Anthony hanya mengangguk. Matanya terarah pada sang Duchess yang tersenyum di tengah keramaian. Duchess Rosemary menggunakan gaun berwarna hitam, tak seperti biasanya. Mungkin karena anak tertuanya telah menggunakan baju merah yang menjadi warna kesukaannya atau mungkin karena Duchess Rosemary ingin mencoba sesuatu yang baru. Satu hal yang pasti, gaun berwarna hitam yang dikenakannya membuat kecantikannya semakin terlihat.

“Anda cantik sekali nyonya” Anthony menghampiri sang Duchess.

Duchess Rosemary tersenyum dan melihat ke sekelilingnya “dimana Iris?”

“Entahlah” jawab Anthony asal.

“Ah, biarkanlah dia. Aku sudah memilih beberapa orang yang tidak terlalu mencolok. Bunga hitam yang mereka bawa, itu tandanya. Sekarang laksanakan tugasmu”

“Bunga hitam?”

“Ya, aku sudah mulai membenci warna merah”

*

Ruangan pesta kembali tertata rapi. Jejak pesta beberapa jam yang lalu sudah tidak nampak lagi disana. Rumah bebatuan yang tadinya rame menjadi sunyi kembali. Sudut – sudut ruangan tampak lelah dan telah bersemanyam dengan waktu istirahat yang pekat berselimut malam gelap.

Sementara itu di ruang bawah tanah yang lembab dan berbau busuk, tampak ke enam penghuni rumah yang sibuk dengan kegiatan mereka masing – masing.

“Dua orang wanita muda, masih perawan. Dua orang pria, masih perjaka. Tiga anak kecil berumur lima tahun” sang Duchess melihat tujuh orang yang terkulai dihadapannya.

Mereka adalah tamu pesta yang diundang oleh sang Duchess. Pesta yang memiliki makna terselubung. Semua telah diatur sedemikian rupa hingga tak ada seorang pun yang tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

Duchess Rosemary mengambil sebilah pisau dan menancapkannya ke tembok. Dia berjongkok perlahan mendekati ke tujuh orang tersebut, memeriksa denyut nadi mereka.

“Organ mereka harus tetap bagus. Kuliti satu per satu” perintah Duchess Rosemary.

Anthony dan juru masak wanita yang berada disitu pun mengangguk. Duchess Rosemary bersama ke tiga putrinya duduk di pojok ruangan sambil memperhatikan ke dua budak mereka bekerja.

Pertama, mereka mulai menguliti tubuh ke tujuh orang yang tampak tertidur pulas namun tak bernyawa itu. Kulit mereka yang mulus disobek perlahan dengan pisau kecil yang tajam. Daging tampak mencuat dari sayatan yang ditorehkan.

Beberapa jam pun terlewati, organ – organ pilihan telah tertata rapi di meja. Duchess Rosemary dan Jasmine tampak bahagia melihat organ dalam yang disusun di meja. Sementara Lilian membersihkan tulang – tulang yang berserakan dilantai dan Iris tetap diam di sudut ruangan.

“Ibu, bisakah dipercepat? Jika ingin memakan semua itu, jangan disini. Aku sudah tidak tahan lagi di ruangan ini” gerutu Iris.

Jasmine menatap Iris dengan tajam lalu berkata “ sejak kapan kamu boleh memerintah Ibu? Merasa sudah hebatkah?”

“Diam kau anak bungsu !”

“Sudahlah Jasmine, Iris. Hentikan semua itu”

Duchess Rosemary mengangkat tangannya yang putih lalu memberi isyarat pada Anthony dan juru masak wanita untuk membereskan itu semua.

“Kita ke atas”

Duchess Rosemary, Jasmine, dan Iris naik ke ruang tengah sementara Lilian dibiarkan menikmati kebahagiaannya. Tulang – tulang itu akan menjadi koleksi terbarunya.

Ya, keluarga ini memang aneh. Aneh dalam arti yang memang sebenarnya. Setahun sekali mereka akan mengadakan pesta yang cukup meriah. Tujuan pesta itu untuk membagi kebahagiaan keluarga tersebut pada penghuni kota sekaligus berkenalan dengan lebih dekat. Maklum penduduk kota memang terlihat individualis. Banyak penduduk yang datang ke pesta tersebut karena diliputi rasa penasaran akan pesta yang dirancang oleh seorang wanita bangsawan cantik kota tersebut. Terlebih lagi semua penduduk diundang, tanpa mengenal status mereka.

Namun mereka tidak tahu bahwa dibalik itu semua tersimpan sebuah rahasia yang aneh. Keluarga Duchess ini setiap tahun akan mengorban tujuh nyawa untuk memuaskan napsu aneh mereka. Sang Duchess mengajarkan anak mereka untuk menikmati organ dalam para pengunjung pesta. Menurut sang Duchess organ dalam tersebut dapat membuat mereka menjadi semakin cantik dan muda.

“Selalu nikmat” kata Jasmine sambil menyuapkan hidangan tersebut ke mulutnya.

Iris hanya mengangguk menyetujui dan memotong hidangan dihadapannya dengan tenang. Dari sudut meja Duchess memperhatikannya dengan mata dipicingkan. Dia tampak tidak suka melihat tingkah anaknya tersebut.

*

“Anthony, biarkan aku yang bicara pada Ibu” Iris memecah keheningan diantara dia dan Anthony.

“Tapi Nona . . .”

“Kenapa? Aku kan suka sama kamu dan itu yang penting”

Anthony hanya terdiam mendengar perkataan Iris. Iris memang cantik dan anggun namun Anthony tidak menyukainya sama sekali. Tapi jika dia menolak permintaan Iris semua yang selama ini dia jalani akan kacau. Pada akhirnya Anthony pun hanya pasrah pada permintaan Iris.

“Ada apa ini?” Jasmine dan Duchess Rosemary muncul mendadak.

“Aku menyukai Anthony, boleh aku menikah dengannya?” kata Iris tanpa tedeng aling – aling.

“HAH!!!” reaksi keras muncul dari Jasmine “kau ini bodoh atau apa?!”

“Sudahlah Jasmine, biarkan kakakmu melakukan apa yang diinginkannya” sela Duchess Rosemary.

Iris tersenyum semangat mendengar ucapan Ibunya barusan. Secara tidak langsung Duchess Rosemary telah menyetujui hal yang diinginkannya. Iris lalu memeluk Anthony yang tampak pucat dan tidak setuju.

*

Malam berkabut menyelimuti rumah Duchess Rosemary. Angin menelisik diantara kisi – kisi jendela dan menembus kulit Iris yang tertidur pulas. Dia sedang bermimpi mengadakan pesta pernikahan dengan Anthony di taman rumah mereka.

Ketika Iris sedang menikmati mimpi indahnya, seseorang mengendap – endap ke dalam kamarnya. Orang tersebut menggenggam dua bilah pisau dikedua tangannya. Tangannya yang kanan memegang sebilah pisau bermata tumpul, sedangkan ditangan kirinya tampak sebilah pisau yang terasah tajam dan mengkilat.

Sreettt . . .

“AAAAAAAAWW!!”

Suara goresan pisau tumpul beradu dengan teriakan Iris. Iris membelalakkan matanya seketika, terpaksa bangun karena rasa sakit.

Teriakan itu menganggetkan seluruh penghuni rumah. Mereka berbondong – bondong berlari ke arah kamar Iris.

Braaaakkkkkk . .

“Iris !!”

Duchess Rosemary teriak sambil melihat anaknya yang tersudut dan menangis. Seseorang yang mereka kenal berdiri dihadapan Iris dengan wajah yang bengis. Orang itu adalah Anthony. Anthony menancapkannya pisaunya yang bermata tajam ke arah dada Iris yang terus melafalkan kata maaf.

“Aku tidak menyukaimu” itulah kata yang akhirnya terucap dari mulut Anthony ketika Iris menghembuskan napas terakhirnya.

Duchess Rosemary dan Jasmine hanya tersenyum melihat Anthony. Mereka berdua berjalan mendekati Anthony sambil mengacungkan jempol.

“Sepantasnya dia pergi dan ini cepat sekali. Kau tahu Anthony harusnya kau menyiksanya lebih dalam lagi” gumam Jasmine.

“Ya, Jasmine benar. Hal ini tidak sebanding, anak tak tahu diri yang terus saja mengikutiku dan itu sangat memuakkan” kata Duchess Rosemary geram, lalu melanjutkan “Tapi setidaknya dia sudah tidak ada lagi di istana ini”

Lilian yang datang bersama juru masak terkegut. Lilian berteriak histeris dan menangis menatap kakaknya. Duchess Rosemary yang kesal dengan teriakan itu lalu merebut pisau yang dipegang Anthony dan melemparkannya ke arah Lilian. Lilian pun meregang nyawa.

“Anak ini terlalu berisik, Anthony tolong urus dua anak ini”

Anthony kembali menguasai dirinya dan tersenyum lalu berkata “baik nyonya”

***
Bangunan rumah itu masih terlihat kokoh dan seram seperti biasanya. Setiap orang tahu bahwa rumah itu kini dihuni oleh seorang Duchess dan dua orang pelayannya. Enam bulan yang lalu ke dua anaknya dikabarkan meninggal karena diserang oleh perampok sementara anak bungsunya telah pindah ke sebuah kastil di kota lain. Meski telah berpisah, anak bungsu sang Duchess tersebut tetap meneruskan pesta tahunan yang selalu diadakan oleh sang Duchess di kastilnya sendiri.

Kisah lain pun masih terus berlanjut . . .


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

13 komentar:

  1. awal baca gw kira mereka semua itu keluarga hantu dalam rumah tua. semakin kebawa cerita gw kira kumpulan srigala. top kau lebih dapet cerita yg begini dari pada konflik yg lain..

    yang bloody fang, besok besok yak lagi ngga mood baca panjang-panjang XD

    BalasHapus
  2. Woaaa ya ampun Kakaak..
    aku sampai hapal, waktu baca cerita Duchess ini, aku merasakan sensasi merinding seperti biasanya .__.

    ceritanya cool, keren, dan sadis!
    aku mulai merindingnya sejak ada bagian 'menguliti' nya itu a___a

    BalasHapus
  3. selalu mengejutkanku setiap baca ceritamu :)

    BalasHapus
  4. begitu baca bagian yang menguliti, merinding banget ,_,
    aah, nice story tapi (y)
    masih ada lanjutannya kah?

    BalasHapus
  5. Uzay pake zet : keluarga hantu serigala? serigala hantu? hihihih
    siap gerak :D

    Fera : lucu kan ceritanya :D

    Dee : makasih ya :)

    Ca Ya : itu bagian terlucu :D sejauh ini enggak ada lanjutan :D

    BalasHapus
  6. Izza -_-, maaf salah ngetik nama -_-,

    BalasHapus
  7. ceritanya kereeen.. awalnya bikin penasaraan..

    BalasHapus
  8. yg ini merinding disko,,,
    serasa bca nopel misteri luar huehhehheh

    BalasHapus
  9. Anjaaaay ceritanya gak ketebak! Tiba-tiba udah main 'menguliti' wae. -________- Seremmm!

    BalasHapus
  10. Meg : ceritanya lucu kan :3

    Emel : ah ini mah lucu bukan serem :3

    BalasHapus

what do u think, say it !