Senin, 23 April 2012

BLOODY FANG #6


Confuse Fang

Previously (chapter sebelumnya) :


Algeron terpaku mendengar suara Charlotte yang bergema di ruangan tersebut. Algeron berdiri tegap lalu menatap Charlotte.

“Auranya beda” batin Algeron.

Dalam sekejap Charlotte telah berdiri dihadapan Algeron. Salah satu tangan Charlotte telah berhasil membentuk sebuah garis lurus tepat di leher Algeron “aku . . aku percaya padamu tapi lihat apa yang kau lakukan pada Ibuku”

“C-Charlotte dengarkan . .”

“Diam !!” Charlotte merapatkan tangannya pada leher Algeron. Algeron bisa melihat kemarahan yang sangat dalam pada diri Charlotte dan entah hanya perasaannya saja atau mungkin memang benar, mata Charlotte perlahan menjadi putih. Disisi lain Andromeda tersenyum lalu membatin “Bagus sekali”

“Charlotte” rintih Edwin.

Otomatis mata Charlotte menatap Edwin yang terkapar. Ada rasa iba dan sedih yang aneh di dada Charlotte. Seketika itu pula sebuah gumpalan asap putih menyeruak di seluruh ruang.

Buuuukkk Buuuuuukkkkkkk . . .

“Ayo kita pergi “ bisik seorang pria.

***

Bau rumput basah masih bisa tercium di sela – sela pagi yang dingin. Seorang wanita berambut hitam tampak sedang sibuk memasak sarapan.

“Nanny . . .” sapa seorang pria.

Wanita berambut hitam itu tersenyum lalu berkata, “dia dikamar, sebaiknya kalian kesana sebelum dia . . .”

“Baik, aku tahu”

Pria itu berjalan ringan ke arah kamar atas. Sebuah teriakan amarah membuat langkahnya dipercepat.

“Dia sudah bangun” batin pria itu.

“KALIAN PEMBUNUH !! MANA IBUKU !!!” Charlotte berteriak dan menerbangkan berbagai macam benda.

“Luthor . .”sapa Algeron saat seorang pria bermata biru teduh masuk ke kamar.

“Aku tahu Reamus” Luthor memegang pundak Algeron “biar ku atasi. Bisakah kau panggil Edwin kesini?”

Algeron mengangguk dan menatap Charlotte sekilas lalu pergi. Luthor dengan senyum mengembang mencoba mendekati Charlotte. Mata Charlotte yang semula berwarna biru muda perlahan menjadi putih.

“Ini tidak baik” batin Luthor.

“SIAPA KAU !! MANA IBUKU!!” teriak Charlotte. Tubuhnya digerak – gerakkan dengan sekuat tenaga sementara ikatan kedua tangannya terus bergoyang – goyang.

“Kita belum sempat berkenalan Charlotte. Aku, Ayahnya Edwin”

Seketika itu pula Charlotte terdiam, matanya perlahan menjadi biru kembali. Dia menatap Luthor dengan seksama. Pria dihadapannya memang mirip dengan Edwin, bertubuh kekar dengan warna kulit coklat. Hanya saja pria yang berada dihadapannya kini memiliki rambut yang lebih panjang dan mata yang teduh.

“Sudah ku duga” batin Luthor.

“Dimana Ibuku?” tanya Charlotte dengan nada yang lebih sopan.

“Dia, ada disini”

“....”

“Dia diruangan bawah. Jangan berprasangka buruk dulu padaku” Luthor segera menambahkan dengan cepat karena melihat ekspresi Charlotte yang berubah, kemudian melanjutkan “Semua hal berjalan dengan tidak semestinya untukmu. Bisakah kau sedikit tenang?”

Charlotte tampak ragu mendengar ucapan Luthor. Dia sudah letih dengan segala macam hal baru yang diterimanya tapi ketika menatap mata Luthor yang biru teduh, secara otomatis kepalanya mengangguk. Dia telah merasa ditipu kesekian kalinya dan masih bisa bertahan hingga kini. Dan jika pria dihadapannya kini menipunya lagi seperti Algeron, sepertinya itu tidak akan menjadi masalah. Charlotte tahu dia telah terbiasa dengan hal ini.

“Aku akan kembali sebentar lagi. Edwin akan menemanimu”

Dada Charlotte berdegup kencang saat mendengar nama Edwin. Tidak dapat disangkalnya, sampai detik ini pun dia masih menyayangi Edwin. Meskipun Edwin telah membunuh ketiga wanita yang dianggapnya saudari dan bahkan akan membunuh dirinya.

“Aku hampir lupa, buku ini . . sebaiknya kau membacanya hingga selesai”

Luthor menerbangkan buku itu dengan santainya. Charlotte tertegun sesaat melihat hal itu.

“Dia bisa melakukan sihir?”

*

“Ayahmu ingin kau menemuinya”

“Kenapa?”

“Kau berpura – pura tidak peduli” celetuk Lanny dari seberang meja.

“Cih . .” Edwin kembali menyuap cream soupnya.

Nanny menghidangkan semangkuk cream soup untuk Algeron lalu berkata,”Tidak ada yang salah dengan cinta kalian. Ingat kata Ayahmu dan sebaiknya lupakan pertemuan awalmu dengan komplotan serigala yang tidak berguna itu”

Edwin terdiam dan mencerna perkataan Nanny. Dia mengerti maksud dari perkataan itu.  Seketika otaknya berputar dan kembali mengingat semua kejadian yang sudah terjadi. Entah mengapa semua itu berjalan sesuai dengan skenario. Orang tua Charlotte meninggal, hubungan Charlotte dan Edwin terancam, dan pada akhirnya semua berjalan seperti saat ini, Charlotte mendapatkan kekuatan yang tidak seharusnya didapatkannya.

Kejadian semalam cukup sebagai bukti bahwa semua ini memang telah dirancang. Dirancang oleh siapa? Tentu saja oleh orang yang tidak punya hati, Atheos dan Andromeda. Mereka mengatur semua hal berjalan seperti saat ini. Mereka ingin, Charlotte yang masih lugu dan tidak tahu apa – apa mendapatkan kekuatan magis campuran darah dua keluarga.

Charlotte sengaja dibiarkan hidup ditempat terpencil agar tidak mengetahui apapun yang terjadi pada keluarga Louis dan Sparks. Sejak diketahui bahwa Andromeda mengandung anak dari Fian yang tidak lain adalah keturunan keluarga Sparks, rencana untuk mendapatkan kekuatan magis itu sudah ditetapkan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan adanya rasa cinta yang tumbuh diantara Edwin dan Charlotte, sebuah rencana baru kembali disusun.

Charlotte dibiarkan mengetahui semua kenyataan pahit tentang dirinya dan Edwin agar kekuatannya bisa dengan cepat muncul. Rencana tersebut disusun sedemikian rupa oleh Atheos dan Andromeda dengan melibatkan beberapa anggota keluarga Sparks. Tentu saja keterlibatan anggota keluarga Sparks bukanlah keinginan dari dasar hati melainkan sebuah hipnotis yang dilakukan Andromeda.

“Baru ada seorang Ibu seperti dia” kata Nanny ketus.

“Dia bukan seorang Ibu. Lagipula, seperti kata Paman semalam dan penjelasan dari si kembar sialan itu. Yang dia inginkan dari Charlotte adalah kekuatannya. Menurut analisisku, dia mendekati Paman Fian juga demi mendapatkan kekuatan itu”

“Bisa jadi” celetuk Luthor yang tiba – tiba muncul “kalian sudah tahu seperti apa mereka. Sebenarnya sejak dulu dua keluarga ini telah berdamai tapi entah bagaimana ketika Atheos muncul, semuanya berubah. Dia seperti titisan Paula”

“Dan Ayah selama ini diam serta bersembunyi dariku ?!” kata Edwin ketus. Dia masih kesal dengan apa yang dilakukan Ayahnya.

“Ayah melakukan ini agar Atheos tidak curiga. Lagipula masih ada Algeron dan Lanny yang bersamamu kan?”

Edwin membulatkan matanya pada Lanny dan Algeron.

“Aku tidak tahu apa – apa” kata Lanny.

“hahahahha, Lanny benar. Dia memang tidak tahu apa – apa tapi insting dan kehati – hatiannya selalu bisa membantumu. Persis dengan apa yang terjadi semalam. Dia bisa menggunakan bola asap putih disaat keadaan terjepit seperti itu”

Lanny hanya tersenyum.

“Bagaimana dengan Charlotte, Luthor?” tanya Algeron.

“Dia mulai tenang ketika mendengar nama Edwin” Luthor tersenyum menatap Edwin “ dia masih menyukaimu. 
Temuilah dia dan ceritakan perlahan – lahan apa yang sebenarnya terjadi”

Edwin tampak ragu dan menatap cream soupnya dengan bimbang.

“Bawakan ini untuknya kalau kau tidak tahu bagaimana memulai” Nanny menyodorkan sebuah nampan yang lengkap dengan cream soup, roti, serta susu.

Edwin masih ragu.

“Biar aku saja kalau dia tidak bisa” cetus Lanny.

“Aku saja” Edwin dengan cepat menyambar nampan tersebut.

Lanny tersenyum mengejek. Dia tahu bahwa Edwin masih sangat menyayangi Charlotte. Dia sengaja memancing Edwin agar mau membawakan Charlotte sarapan.

“Algeron, jangan temui Charlotte dulu. Dia pasti akan berubah menjadi ganas dan aku tidak suka itu. Kau bisa lihat matanya? Mata putihnya sudah muncul. Ini pertanda buruk”

*

Edwin sedikit canggung mendekati Charlotte. Dia membuka pintu kamar dengan sangat perlahan. Charlotte yang sedang asyik membaca buku tampak tidak menyadari kehadiran Edwin.

“Ehem”

Charlotte terkesiap, dia menurunkan buku yang baru saja dibacanya. Matanya terpaku pada mata Edwin. Ada setitik rasa gugup yang menghampirinya. Rasa gugup yang membahagiakan, berbeda dengan rasa gugup yang sebelumnya muncul.

“Aku mau mengantarkan sarapan . .” Edwin menyodorkan nampan yang dipegangnya. Dia tampak iba melihat Charlotte yang terikat. Dia melepaskan ikatan itu dengan sangat hati – hati. Charlotte hanya bisa terpaku menatap Edwin yang dengan lihai melepaskan ikatan tersebut.

“Maaf semua seperti ini . . aku . .”

“Aku juga minta maaf” potong Charlotte lalu menyuapkan sesendok cream soup ke mulutnya.

Cinta memang seperti ini, sebesar apapun kesalahan yang pernah dibuat selalu ada kata maaf dan memaafkan yang terselip disana.

“Makanlah dulu, aku . . . aku . . . sebaiknya aku pergi”

Charlotte menarik tangan Edwin dengan cepat lalu berkata, “jangan . . aku mohon tetap disini dan jelaskan tentang ini” Charlotte membuka buku yang dipegangnya dan menyodorkannya pada Edwin.

Edwin menghela napas panjang, dia tahu cepat atau lambat Charlotte pasti akan menanyakan hal ini. Edwin kemudian menceritakan tentang semuanya. Tentang semua hal yang membuat dua keluarga ini bersitegang, tentang Paula dan Eugene.

“Aku tahu, Ibu telah menceritakan semuanya. Tapi yang membuat aku bingung, dibuku diary ini tertulis bahwa Ibuku adalah orang yang jahat”

Edwin terdiam sesaat, dia tidak tahu harus berkata apa. Buku itu adalah diary dari seorang pelayan keluarga Louis. Dibuku itu tertulis jelas bagaimana bengisnya Atheos membunuh anaknya sendiri – Aura – karena telah menjalin hubungan dengan Algeron, demi mendapatkan Algeron sebagai aliansinya.

“Itu . . . mungkin sebaiknya kita bertanya pada Ayah dan Algeron” jawab Edwin sambil memalingkan wajahnya.

Air wajah Charlotte berubah merah padam mendengar nama Algeron disebutkan. Dia masih menyisakan sekeping amarah. Tapi, jauh dilubuk hatinya dia sangat ingin mengetahui kebenaran yang ada.

*

“Tidak ! Jadi, aku juga memiliki darah keluarga ini?” Charlotte menatap Algeron dan Luthor secara bergantian.

Luthor mengangguk lalu menjentikkan jarinya. Sebuah kertas polos dan pulpen berbulu angsa melayang ke jemarinya yang panjang. Luthor menggerakkan pulpen berbulu angsa tersebut dengan santainya.

“Ini silsilah keluarga Louis dan Sparks”

Charlotte memperhatikannya dengan seksama. Ada sebuah garis merah yang membentang dari sebuah kotak yang bertuliskan nama Andromeda Louis dan Fian Sparks. Charlotte tahu arti garis merah tersebut, hubungan suami-isteri. Seketika dia mengingat nama Fian. Nama yang dia temukan difoto usang.

“Aku tahu dia ibumu dan adik iparku tapi aku tidak memungkiri kenyataan bahwa dia sama jahatnya dengan Paula serta kakekmu. Dan maafkan aku yang terpaksa mengatakan bahwa mereka hanya memanfaatkanmu.” Luthor menatap tajam ke dalam mata Charlotte saat mengatakan hal tersebut.

Pikiran Charlotte kalut seperti belum siap menerima semua yang dia dengar dan alami. Dia merasa sangat muak dan lelah menghadapi segala konflik di dalam kedua keluarga ini.

“Kami hanya ingin kau tahu kenyataan ini. Kau sudah dewasa dan bisa menilai mana yang benar dan tidak. Kami juga ingin meminta bantuanmu” kata Algeron berhati – hati.

Charlotte terdiam seraya menatap Algeron, entah mengapa dia merasa sangat benci dengan kata – kata ‘meminta bantuan’.

“Kau pikir aku apa? Alat tempur kalian??!” bentak Charlotte.

“Charlotte” Edwin menarik tangan Charlotte yang terkepal kedalam genggaman tangannya.

Charlotte terlihat tenang dan tertunduk lesu. Luthor memanggil Nanny dan memintanya untuk menghidangkan honey lemon agar suasana diruangan tersebut bisa lebih tenang sementara Luthor mengatakan rencananya untuk menghentikan Atheos dan Andromeda.

***

Andromeda mengerang kesal dibalik jeruji berlumut dan lembab. Amarahnya memuncak sejak pertama kali dibawa ke ruang tahanan keluarga Sparks.

“Kalian pikir kalian siapa? Kalian pikir KALIAN SIAPA !!!!!!”

Andromeda terus menggerakkan rantai yang mengekang gerakannya. Rambutnya yang panjang terlihat semakin kusut, kontras dengan wajahnya yang putih pucat dan bengis.

“Ibu, tenanglah” sebuah suara menghentikan teriakan Andromeda.

“Charlotte kaukah itu?”

Seorang gadis berambut kuning emas tersenyum dan muncul dari balik temaran cahaya lampu diruang tahanan itu. Andromeda menengadahkan kedua tangannya yang kurus putih diantara jeruji, mencoba meraih Charlotte yang berada diseberangnya. Tanpa diduga, Charlotte memejamkan ke dua matanya lalu menghempaskan jeruji tersebut dengan kuat.

Beberapa detik berikutnya Charlotte dan Andromeda telah berlari menjauh dari kediaman keluarga Sparks. Andromeda memegang erat jemari Charlotte. Ada perasaan senang dan bergemuruh dihatinya yang sulit untuk diungkapkan. Hanya satu hal yang pasti, dia tahu inilah saat yang tepat untuk menghancurkan keluarga Sparks dan membawa Charlotte kehadapan Atheos, sekali lagi.

Sementara itu disebuah ruangan yang sepi, dua orang pria tepekur didepan jendela menyaksikan langkah panjang Charlotte dan Andromeda.

“Mereka telah kabur, Luthor”

“Aku tahu itu Algeron, siapkan semuanya dan mari kita akhiri. Ini adalah waktu yang tepat setelah berpuluh – puluh tahun kita menunggu”

continue . . .


- Regards Pipit, menulis dan menggambar karena cinta -

3 komentar:

  1. koreksi dikit Kak, ada kata yang kurang lengkap dan kurang baku, hehehe XD *plak

    renca --> rencana
    analisaku --> analisisku

    ------------

    oh iya, itu Charlotte kabur sama Ibunya sesuai skenario kah? atau mmg inisiatifnya si Charlotte sndiri .__.

    BalasHapus
  2. makasih fera koreksinya :D

    kasih tau gak yaaaaaa :P

    BalasHapus
  3. Ceritanya banyak tokoh misterius yang mendadak dateng, terus pergi..
    ^dung dung gw ngga bisa nerka semua..

    BalasHapus

what do u think, say it !